Mohon tunggu...
Sofia Grace
Sofia Grace Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu rumah tangga yang hidup bahagia dengan suami dan dua putrinya. Menggeluti dunia kepenulisan sejak bulan Oktober 2020. Suka menulis untuk mencurahkan isi hati dan pikiran. Berharap semoga tulisan-tulisan yang dihasilkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Harapan Dinda (1)

26 Juli 2022   05:55 Diperbarui: 26 Juli 2022   05:58 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sampai kapan kamu akan selalu mengutamakan kepentingan Viola dibandingkan adiknya, Din? Fany itu sungguh pintar dan mandiri, lho. Sudah selayaknya dia mendapatkan pendidikan yang terbaik. Pendidikan SD itu berjalan enam tahun. Kalau kamu sampai keliru memasukkan Fany ke sekolah yang kurang bisa memaksimalkan kemampuannya, takutnya dia kelak sulit melanjutkan ke SMP yang bagus."

Dinda tercenung mendengarkan perkataan Asri, sahabatnya. Perempuan cantik berambut ikal kecoklatan itu sedang berusaha mencegah niatnya untuk memasukkan Fany ke SD umum inklusi tempat kakaknya bersekolah selama setahun terakhir.

Sekolah tersebut terletak di sebuah bangunan berlantai dua yang tidak terlalu besar. Fasilitasnya standar, yaitu terdiri dari ruangan-ruangan kelas, musik, komputer, aula, perpustakaan, dan kamar kecil. Tidak ada taman untuk bermain, kebun kecil untuk sekedar praktek menanam tumbuhan, ataupun lapangan olahraga yang luas seperti kebanyakan sekolah swasta lainnya. Jumlah murid tiap kelas juga sedikit, hanya sekitar lima hingga sepuluh orang siswa saja.

Sekolah itu juga menjalankan sistem inklusi, yaitu menerima satu murid berkebutuhan khusus di setiap jenjang kelasnya, dengan ketentuan anak tersebut sudah memiliki kepatuhan dan kemampuan akademik yang memadai. Di samping itu orang tuanya juga bersedia membayar SPP diatas SPP murid-murid reguler. Materi pelajaran dan sistem penilaiannya disesuaikan dengan kemampuan anak dan ada seorang guru yang khusus mendampinginya setiap mengikuti pelajaran di kelas. Guru itu dinamakan shadow teacher.

Saat ini Fany, putri bungsunya, menginjak kelas TK B di sebuah sekolah swasta terkenal yang tidak jauh dari rumahnya. Sekolah ini terletak di sebuah gedung yang megah dan jenjang pendidikannya lengkap mulai dari kelompok bermain hingga SMA. Fasilitas-fasilitasnya keren. Lapangan olahraga indoor dan outdoor yang sangat luas, arena bermain indoor maupun outdoor yang menyenangkan, kolam berenang kecil buat kelompok bermain dan TK, kebun mungil yang indah untuk praktek menanam aneka tumbuhan, perpustakaan yang besar dan lengkap dengan buku-buku bacaan lokal maupun impor, ruang komputer dengan teknologi terkini, dapur yang nyaman untuk kelas memasak, kantin yang luas bagaikan pujasera, dan toilet bernuansa modern yang memiliki banyak bilik seperti di mal.

Viola, putri sulungnya yang autis, dulu tidak diterima bersekolah di sini maupun sekolah-sekolah ternama lainnya. Setelah melakukan survey ke berbagai sekolah dengan kisaran harga dan jarak yang masih dapat dijangkaunya, akhirnya Dinda menyekolahkannya di sebuah sekolah kecil yang memiliki kurikulum inklusi sejak jenjang kelompok bermain hingga SD.

Viola bersekolah di sana sejak kelas TK A, karena sebelumnya ia difokuskan mengikuti terapi setiap hari untuk meningkatkan konsentrasi, komunikasi, sosialisasi, dan kepatuhannya. Kini ia menginjak kelas 1 SD dan kedua orang tuanya berencana menyekolahkan Fany kelak di sekolah yang sama. Sekarang sudah bulan Oktober dan sekolah-sekolah swasta mulai membuka pendaftaran siswa baru untuk tahun ajaran berikutnya.

Asri, sahabatnya yang anak perempuannya sekelas dengan Fany, tadi terkejut mendengar perkataan Dinda yang akan memasukkan Fany ke SD yang sama dengan kakaknya. Ia merasa sayang gadis kecil itu harus "turun derajat" pindah ke sekolah kecil yang kurang punya nama.

"Uang pangkal masuk SD di sini dan SPP-nya terlalu mahal buat kami, As. Meskipun ada diskon buat murid lama seperti Fany, tapi kalau dipaksakan maka kami harus mengurangi jadwal terapi Viola,"katanya di awal percakapan tadi.

Dan sekarang penuturan sahabatnya itu membuatnya tidak bisa berkata-kata lagi. Selalu mengutamakan kepentingan Viola dibandingkan Fany? Benarkah selama ini dia dan suaminya seperti itu? Yah, memang biaya yang mereka keluarkan untuk Viola jauh lebih besar daripada adiknya. Les music serta aneka terapi pijat, sensory integrasi, okupasi, wicara, dan biomedis Viola biayanya jauh diatas les piano dan calistung Fany. Tarif SPP Fany pun saat ini masih jauh di bawah SPP Viola, karena Viola harus didampingi shadow teacher. Tetapi bukankah semuanya itu wajar-wajar saja? Anak berkebutuhan khusus pasti membutuhkan treatment yang lebih dibandingkan anak reguler dan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

"Anakku suka bersahabat dengan Fany, Din. Mereka sering duduk berdampingan di kelas. Dia pasti sedih kalau mengetahui sahabatnya tidak akan bersekolah di sini lagi tahun depan. Dan apakah kamu sudah bertanya pada Fany sendiri? Apakah dia masih mau tetap bersekolah di sini atau pindah ke sekolah kakaknya?"tanya Asri penasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun