Mohon tunggu...
soffya ranti
soffya ranti Mohon Tunggu... Freelancer - belajar menulis

Yang lagi mencoba melawan penyakit malas dengan menulis apapun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Balada Kisah Zonasi PPDB Jatim

21 Juni 2019   15:17 Diperbarui: 25 Juni 2019   06:10 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : education cost

Masalah pendidikan di Indonesia tak pernah surut sorotan khususnya yang hangat saat ini yaitu sistem zonasi penerimaan peserta didik baru.  Peraturan pendidikan di Indonesia terbilang dinamis pasalnya hampir setiap pergantian menteri pendidikan ada saja peraturan- peraturan dan kurikulum yang kemudian diganti dan diterapkan pada pendidikan di Indonesia.

Kali ini datang dari sistem pendaftaran siswa baru (PSB) ini dulu namanya, Sekarang PPDB alias penerimaan peserta didik baru. Dari nama pendaftaran saja sudah berganti apalagi kurikulum dan lainnya. oke kembali lagi ke zonasi. Sejak tahun 2016/2017 sistem zonasi mulai diterapkan  di Indonesia oleh Kemendikbud. Yah namanya juga perubahan pasti ada yang pro dan kontra.

Dulu, sistem ini masih belum diterapkan alias pendaftaran SMA masih mengacu pada NEM atau nilai akhir ujian nasional yang diperoleh masing-masing murid. Sejak diterapkannya sistem zonasi mulai tahun 2016/2017 mulailah muncul peraturan-peraturan yang memberikan peraturan jarak rumah atau daerah dengan sekolah yang ingin dituju.

Contoh saja di Surabaya pada 2017 lalu peraturan menerapkan persentase 1%  calon murid yang bukan merupakan KK Surabaya. Sehingga,teman-teman saya pada saat itu yang memiliki NEM cukup tinggi dan menginginkan sekolah yang ditujunya di luar KK nya terhambat oleh sistem zona ini.

Pada saat ini pun, sistem zonasi menjalar pada zona-zona kawasan tiap daerah sang calon pendaftar. Pada tahun 2019 dan lagi hangat-hangatnya sistem ini cukup menjadi polemik saat ini khususnya di Surabaya yang tahun ini pendaftaran masih ditetapkan sistem zonasi. Tetapi dengan prioritas utama jarak bukan nilai.

Yang dimaksud  zonasi diterapkan di tiap kawasan daerah  ialah begini, jadi setiap calon pendaftar memiliki KK berada di kawasan A maka sang pendaftar harus mendaftar sekolah terdekat di kawasan A dan memilih paling dekat dari jarak rumahnya yang masih berada di kawasan A. Sistem ini pun menerapkan peluang besar bagi siapapun yang cepat mendaftar dan memiliki jarak yang paling dekat dengan sekolah tersebut.

Sedangkan sistem NEM atau nilai ini menjadi prioritas kedua. Bisa disimpulkan, walaupun nilai yang terbilang cukup rendah atau standart dan mereka yang kebetulan memiliki KK berada di kawasan A dengan beberapa pilihan sekolah yang sudah cukup dikenal masyarakat karena mutu maupun prestasi alias terbilang sekolah "favorit" mampu dan memiliki peluang besar untuk masuk sekolah tersebut karena prioritas utama adalah jarak rumah.

Sedangkan sekolah yang terbilang "favorit" tak ada berada di kawasan satu saja sehingga para pendaftar yang merasa memiliki nilai yang cukup tetap terhalang dalam sistem zona ini. Selaku wali murid calon-calon pendaftar pun geram dan merasa tidak adil sang pendaftar - ya anaknya tidak dapat memilih sekolah yang diinginkan hanya karena peraturan zonasi atau jarak rumah ini

Surabaya pun jadi hangat berita ini. Buktinya sistem PPDB Jatim sempat dihentikan karena beberapa wali murid mendatangi gedung grahadi dan kantor kemendikbud Surabaya guna memprotes sistem yang dirasa bagi mereka kurang adil.

Polemik ini pun menjadi pro kontra bagi sebagian masyarakat. Pasalnya, menteri pendidikan pun menerapkan ini bukan tidak mempunyai tujuan.Yah, intinya untuk pemerataan. Pemerataan kualitas pendidikan. Diharapakannya pada sistem zonasi membuat kualitas pendidikan semakin baik.

Kasarannya, yang  mampu dalam hal akademik gak hanya di satu kawasan sekolah tertentu dan yang biasa aja bisa juga sekolah di sekolah yang mempunyai kualitas lebih. Iya sama rata gitu lo. Nah ini kemudian yang menimbukan kesan pro kontra. Pro diantaranya ialah pemerataan dan kontra terbilang tidak adil bagi calon murid yang memiliki NEM cukup untuk masuk ke sekolah yang diinginkannya.

Pada sistem zonasi ini pun juga menjadi hal yang membingungkan bagi mereka para pendaftar walaupun dengan jarak dekat sang pendaftar tetapi tetap saja terlempar. Contoh kasus pada salah satu adik teman saya yang mendaftar pada sekolah di kawasan yang terbilang cukup dekat dengan jarak rumahnya bahkan tidak lebih dari 2km.

Tetapi namanya sebagai pendaftar sudah menghilang dan terdata pendaftar-pendaftar yang lebih dekat ratusan meter dari jarak rumah ke sekolah. Walaupun nilai terbilang cukup tetapi tak dapat dipungkiri dengan sistem jarak seperti itu membuat banyak pihak yang merasa kecewa pada sistem pendaftaran saat ini.  Bahkan jarak yang terbilang dekat pun masih tidak dapat lolos. Jadi sedekat apa? Apakah harus sedekat aku dan kamu? 

Bagi sebagian pendapat mengenai zonasi ini, pendidikan seakan diukur dengan jarak. Maka dari itu saat wali murid mendatangi gedung Grahadi Surabaya dan kantor kemendikbud berusaha memprotes untuk mengembalikan sistem pendaftaran pada sistem lama yang merujuk pada nilai NEM murid bukan jarak rumah.

Beberapa pendapat juga memaparkan hal pada dua aspek positif dan negatif sistem zonasi ini, ada yang mengatakan hal ini cukup baik karena pemerataan kualitas pendidikan akan semakin lebih baik karena dengan ini sekolah akan sama rata, tidak ada yang memiliki julukan sekolah favorit atau non-favorit. Semua sama.

Ada juga yang berpendapat bahwa sistem ini bisa diterapkan tapi mungkin tidak untuk sekarang, karena fasilitas yang menunjang pun masih belum merata. Kurang adil rasanya jika pendidikan hanya diukur dengan sistem zonasi ini.

Untuk harapannya bagi sekarang mungkin ditunggunya semua keputusan kemendikbud mengenai kelanjutan polemik balada kisah zonasi ini semoga memberikan perubahan maupun keputusan yang baik bagi masyarakat khususnya calon-calon murid dan wali murid yang sekarang lagi bimbang. Dibalik semua ini pasti ada hikmahnya. Semangat lurrrrss...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun