Mohon tunggu...
Ade'Yukie Soentanie
Ade'Yukie Soentanie Mohon Tunggu... pengarang -

pengarang novel Jalan Takdir, Nol Ketemu Satu. aktivis Himpunan mahasiswa Islam (HmI). kontak: 082193429719 email: Soentanie@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Larang Nonton Televisi

22 November 2015   05:04 Diperbarui: 22 November 2015   10:09 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Siang itu siswa-siswi SD Inpres Wayaua sebelum pulang ke rumah berbaris di halaman sekolah. Setelah pemimpin barisan meluruskan barisan. Kemudian mereka berdoa dengan kepercayaan masing-masing. Selesai berdoa, ada sedikit basa-basi dari kepala sekolah mereka.

“Assalamualaikum… Kami sampaikan kepada seluruh siswa dan siswi. Mulai dari kelas satu sampai kelas enam. Agar tidak lagi menonton TV, dan habiskanlah waktu kalian hanya dengan belajar saja. Apabila kami melihat atau mendapatkan laporan bahwa ada siswa-siswi SD Inpres Wayaua menonton TV, kami akan memberikan hukuman kepada mereka yang menonton TV. Sebab menonton TV hanya akan mengganggu waktu belajar kalian di rumah. Dan jika nilai ujian kalian buruk. Maka kalian akan tidak di naikkan ke kelas selanjutnya. Mau kalian tinggal kelas?”

“Tidak….!!!” Jawab anak-anak murid serentak.

“Maka dari itu jangan lagi menonton TV. Banyak-banyaklah belajar dengan rajin. Semoga kalian semua akan naik kelas. Amin…”

“Amin…” Anak-anak murid serentak mengaminkan.

“Baiklah… Saya sebagai kelapa sekolah di SD ini, berharap agar tidak ada satu pun murid saya yang menonton TV. Mungkin itu saja dari saya, cukup sekian dan terima kasih banyak. Wassalam…”

Pemimpin barisan kemudian membubarkan barisannya. Dan siswa-siswi SD Inpres Wayaua pun pulang ke rumah mereka masing-masing. Dalam perjalanan pulang ke rumah dengan berjalan kaki. Ada siswa dan siswi yang sedih dan kecewa dengan aturan sekolah yang melarang mereka semua menonton televisi. Dan yang paling tersiksa itu di rumah mereka ada televise.

Sebut saja namanya Anto. Dia salah satu siswa yang di rumahnya ada televisi. Waktu itu di Desa Wayaua baru hanya satu-dua-tiga orang yang memiliki televisi. Dan mereka yang memiliki televisi, di jadikan mata pencarian. Walaupun pendapatannya tidak besar-besar sekali. Kalau ada yang ingin menonton harus bayar dulu. Pemilik televisi sudah menyiapkan ruangan khusus buat menonton televisi. Kalau di kota-kota besar semacam bioskop. Dan sekali menonton hanya membayar 250 rupiah. Anto, waktu itu dia bertugas yang menjaga televisi serta penontonnya. Tapi Anto tinggal jauh dari televisi. Dia duduk di dekat pintu dengan kotak uangnya. Jadi ketika ada penonton masuk langsung di tagih Anto.

Keesokan harinya saat berada di kelas. Tiba-tiba ada murid yang memberitahu kepada guru kalau Si ini dan Si itu menonton TV di rumahnya Anto. Pak guru yang mengajar lalu memanggil murid-muridnya yang menonton untuk maju ke depan kelas. Kemudian mereka di pukul dengan rotan di bagian betis. Ruang kelas mulai tidak tenang. Sana-sini murid saling menunjuk satu dengan yang lain. Tiba-tiba ada yang menyebut namanya Anto. Seketika Anto terkejut hebat dan sangat ketakutan. Pak guru lalu memanggil namnya Anto. Anto di minta untuk maju ke depan kelas untuk mengambil hukumannya. Sebelum memukul Anto, pak guru melemparkan beberapa pertanyaan kepada Anto. Tetapi jawaban atau alasan Anto tidak dapat di terima semua murid di dalam kelas dan juga pak guru. Rotan pak guru ketika itu langsung melayang ke betisnya Anto. Jadi Anto murid SD Inpres Wayaua setiap mendapatkan tugas menjaga televisi. Esokan harinya rotan menantinya di sekolah.

__23 Januari 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun