Mohon tunggu...
Immanuel Satya
Immanuel Satya Mohon Tunggu... Buruh - Terjebak di rumah

Batin gelisah, dalam aksara semua tumpah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Rendahnya Apresiasi Terhadap Ilmu dan Proses Belajar

21 Januari 2019   00:32 Diperbarui: 21 Januari 2019   00:38 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan di Sekolah (Sumber: polresbatu.id)

Bekerja dan menjadi produktif merupakan cara orang-orang menopang sendiri kebutuhan hidupnya setelah selesai menempuh proses pendidikan. Bekerja merupakan salah satu bentu Namun demikian, menjalani proses belajar hanya untuk mendapatkan gelar semata adalah penghinaan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Nirapresiasi ini adalah akar dari banyak masalah yang dihadapi oleh masyarakat kita selama ini: budaya mencontek, penganiayaan guru, hoax, dll.

Bukannya tidak boleh sekolah untuk mendapat gelar akademik yang dibutuhkan untuk memperoleh pekerjaan, tetapi mengabaikan esensi dari pendidikan itu sendiri menurut saya adalah bentuk nihilnya apresiasi terhadap proses pencarian kebenaran dan proses yang memajukan peradaban. 'Toh, nanti kita tidak bekerja di bidang itu' lantas kenapa? Pendidikan adalah proses memuliakan manusia, tanpa membedakan bidangnya, lewat pemahaman. Tidak heran bila kita tidak lagi melihat orang tua murid dan masyarakat pada umumnya menunjukkan rasa hormat terhadap guru. Kini, banyak guru yang diprotes oleh orang tua murid karena mendisiplinkan anak didiknya. Artikel Tirto.id dengan baik mengulas permasalahan ini [1].

Menurut saya, rendahnya apresiasi manusia Indonesia terhadap proses pendidikan sedikit banyak berkontribusi terhadap kegandrungan masyarakat kita untuk memproduksi dan mengonsumsi berita bohong (hoax). Dunia akademik berkaitan erat dengan proses pencarian ilmu pengetahuan dan kebenaran objektif. Sekolah dan budaya pembelajaran mengajarkan kita hal tersebut. Ketika masyarakat kehilangan rasa haus terhadap kebenaran tersebut, bukan hanya terhadap informasi, masyarakat akan jatuh dalam jurang yang dibuat oleh para produsen hoax tersebut. Kebenaran yang diperoleh dengan melihat dari dua sisi yang berlawanan, karena kebenaran bukan milik salah satu pihak tertentu saja. Orang dengan kepentingan hanya akan mengambil kebenaran yang menguntungkan dirinya.

Sikap skeptis terhadap berbagai informasi adalah sebuah keharusan. Manusia adalah makhluk yang senantiasa belajar dan bertanya, sikap skeptis menjaganya dari kebenaran yang dibuat-buat. Rasa selalu haus terhadap bukti dan penjelasan menjaga mereka dari bahaya tersebut. Keharusan dan bagaimana harus bersikap skeptis adalah salah satu ilmu yang saya peroleh dan pergunakan sungguh-sungguh di perguruan tinggi. Saya merasa bahwa penting pula bagi masyarakat pada umumnya untuk memiliki sikap tersebut pada suatu derajat tertentu. Tidak perlu sekuat akademisi, namun cukup untuk membentengi diri dari kebohongan-kebohongan yang membodohi.

Sebagai penutup, saya akan membagikan pertanyaan kepada Anda untuk dijawab sendiri: (1) apakah kita sudah terbiasa untuk mencari fakta objektif dalam kehidupan kita sehari-hari? (2) apakah kita sudah menghargai proses belajar dan proses pendidikan kita selama ini? (3) bagaimana kita bisa berkontribusi terhadap pembentukan 'budaya skeptis dan kebenaran' bagi masyarakat kita?

Referensi:

[1] https://tirto.id/kekerasan-kepada-guru-oleh-wali-murid-dan-siswa-ada-apa-cFhA

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun