[caption id="attachment_81985" align="aligncenter" width="475" caption="Wasior dari area pegunungan (Gbr: Elnusa)"][/caption] Kota kecil itu sudah terlihat seperti Kota Hantu. Sepi. Penduduk yang tersisa masih dengan mudah bisa dihitung. Selebihnya, mengungsi ke luar Wasior seperti Manokwari bahkan ke Makassar dan yang tidak masuk ke dalam rombongan yang mengungsi dan tertinggal di sana, bisa ditebak: sudah pulang ke Tuhan. Seorang rekan, Anwar (42) beranjak ke lokasi yang didera banjir bandang, Wasior pada (6/12). Menempuh perjalanan yang cukup melelahkan dari Jakarta ke Makassar-Sorong-Manokwari. Sedang untuk bisa tiba ke Wasior harus menumpang lagi kapal yang sangat sederhana. Kapal ini, disebutkan Anwar biasanya hanya ada sekali atau 2 kali saja setiap minggunya. Jadi, untuk bisa sampai ke lokasi harus menunggu jadwal keberangkatan yang hnaya dua kali itu. Sedang biaya yang harus dibayar untuk menumpang kapal tersebut, biasanya diambil tarif sebesar Rp 175.000; dengan fasilitas yang memang jauh dari kenyamanan. Di sana memang tersedia juga kamar-kamar VIP. Meski bernama VIP, jangan membayangkan kamar-kamar yang memiliki kelengkapan laiknya di kapal pesiar mewah. Kondisi di sini, seperti disebutkan Anwar, sama sekali jauh dari kemewahan. Maka, rekan saya ini memilih untuk tidur di dek saja selama 14 jam perjalanan menuju lokasi tujuan. Setelah perjalanan semalam penuh itu. Baru, Teluk Wondama menyambut dengan keanggunan yang menyisakan bayangan miris atas kejadian bertanggal 4 Oktober jelang akhir tahun 2010 ini. Tempat tersebut, seperti diuraikan Anwar yang membawa bendera PT Elnusa Tbk, memang memiliki alam yang sangat anggun dengan masyarakat yang juga sangat open minded. Gunung yang berhadap-hadapan dengan Teluk Wondama terlihat begitu menyejukkan. Ditambah dengan sapuan kabut yang kerap ada di sana. Bisa dipastikan, siapa saja yang memiliki sense terhadap nilai keagungan Tuhan akan mengakui keindahan tempat ini. Berdasar cerita Anwar yang baru saja pulang hari ini (27/12), sejauh ini memang semua yang ada di sana masih sangat alami. Pemerintah juga belum menggarap daerah tersebut sehingga bisa menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Pun, belum terketemukan sebuah upaya untuk menanggulangi kemungkinan terulangnya kembali bencana di kawasan teluk tersebut. Apalagi, seperti disebutkan oleh Tim Riset Universitas Gajah Mada yang pernah meneliti lokasi itu, dikatakan bahwa daerah ini memang merupakan kawasan rentan. Ditambah dengan adanya sisa 2 kantong air, setelah satu dari 3 yang ada meletus dan menyebabkan kematian dan kerusakan mencengangkan pada awal Okttober baru-baru ini. "Daerah tersebut sekarang sudah demikian sepi dari penduduk. Iya, kebanyakan mereka merasa ketakutan untuk kembali ke lokasi karena khawatir terjadinya kembali bencana seperti yang sudah pernah terjadi tersebut." Terang Anwar. Tak ayal, sebagian penduduk yang mengungsi ke luar Wasior hanya kembali ke tempat tersebut sekadang untuk meng-check bantuan yang dijatahkan untuk mereka. Setelah itu, mereka akan kembali ke tempat mereka mengungsi, biasanya di Manokwari atau bahkan Makassar. Menyimak lekuk indah Wasior, kendati masih berisiko dengan terulangnya bencana. Tapi berpeluang untuk bisa diekspose dan menjadi salah satu tujuan wisata. Andai ini diseriusi, saya kira akan sangat membantu perekonomian masyarakat setempat.(ZA)