Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mereka yang Melawan Kejahatan Cyber

20 September 2016   15:03 Diperbarui: 20 September 2016   15:18 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo khas Cybercrime Watch Indonesia (Gbr: CWI)

Tak dikenal banyak orang, yang penting mampu membawa manfaat untuk membantu banyak orang. Itulah komitmen yang diperlihatkan sekelompok aktivis dari lintasprofesi yang bernaung di bawah Cybercrime Watch Indonesia (CWI), yang selama ini bergerak di dunia media sosial, untuk menghadapi para pelaku kejahatan cyber. Beruntung, belum lama ini, saya mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai mereka, hingga mendapatkan banyak cerita dan pesan penting bagi pengguna medsos Indonesia.

Organisasi CWI ini sejatinya sudah berdiri dan bergerak sejak 2010, namun sempat meredup lantaran pengelolaannya hanya mengandalkan tenaga sukarela yang masing-masing memiliki kesibukan. Namun pada 2016, mereka kembali menunjukkan cakar kepada para pelaku kejahatan  lewat dunia maya. Ribuan kasus pernah mereka hadapi, dan tentu saja yang memiliki kaitan langsung dengan gerak-gerik penjahat di dunia maya. Tak sedikit juga yang sukses dilemparkan ke aparat hukum langsung, dan para penjahat harus mendekam di balik jeruji besi.

Itulah nukilan kisah yang sempat dituturkan kepada saya dalam bincang-bincang saya dengan mereka, baru-baru ini. "Sejauh kasus itu mampu kami tangani sendiri, maka akan kami tangani langsung. Tapi jika sudah di luar kemampuan kami, terpaksa kami serahkan ke kepolisian terdekat di daerah korban," tutur kru CWI yang menolak dituliskan namanya.

Ya, mereka memang bekerja secara rahasia, dan tidak mengekspose identitas pribadi kepada publik. Terlebih mereka pun bekerja secara tim, dan berjalan selaras dengan motto mereka anut: Lacak, Bongkar, Hancurkan.

"Di dalam CWI, ada beberapa bagian. Ada Tim IT, Tim Investigasi, Tim Watcher,Tim Pengumpul Data, bahkan kami juga memiliki TimBlackhat yang bersedia membantu kami tanpa pamrih untuk memusnahkan akun-akun palsu," sumber dari CWI tersebut menuturkan lebih jauh.

Sumber tersebut juga menuturkan bahwa sebagian besar kasus cyber yang mereka hadapi justru berkaitan dengan cinta dunia maya."Itu yang kami biasa sebut dengan istilah CINTA UUD (Ujung-Ujungnya Duit), dimana yang menjadi korban adalah para saudari TKW kita yang kebanyakan dari mereka masih minim pengetahuan tentang sosial media, yang ketika ditipu oleh korban-korbannya yang menggunakan akun palsu, mereka terus percaya," ujar sumber itu lebih jauh.

Di luar itu, menurut kru CWI tersebut ada juga kasus penipuan harta warisan asing. Dalam bentuk kejahatan dengan model ini, ada oknum yang berpura-pura sebagai orang kaya di luar negeri atau orang berpengaruh, tapi dia ingin menyelamatkan hartanya, maka dia mencari seseorang relawan yang mau menadah harta-hartanya, dan berjanji akan membagi hartanya kepada relawan tersebut.

"Jadi banyak juga korban yang tergoda, pada saat setuju, korban mengirimkan alamat ke pelaku, dan pelaku berpura-pura mengirimkan paket tersebut ke alamat korban, berselang seminggu, korban mendapat telepon yang berasal dari bea cukai yang ternyata adalah merupakan salah satu komplotan dari si pelaku pertama, pelaku tersebut mengatakan kepada korban bahwa korban memiliki paket yang tertahan di bea cukai dan si korban diminta untuk mengirimkan sejumlah uang besar untuk meloloskan barangnya, setelah korban transfer, mereka semua menghilang," CWI menambahkan.

Lebih lanjut, awak CWI ini juga menuturkan jika para anggota tim yang bekerja tak pernah mendapatkan bantuan atau support dana dari Cyber Crime pusat. "Jadi kami bekerja sepenuhnya dengan tenaga dan panggilan kemanusiaan saja," ucapnya lagi. Sejauh ini, organisasi tersebut lebih banyak bergerak di ranah Facebook, karena cenderung memiliki pengguna lebih banyak dibandingkan platform medsos lainnya, di Indonesia. Namun, medsos sepertiYouTube, Twitter, dan Instagram, juga tak luput dari pantauan kelompok pemberantas kejahatan lewat dunia maya tersebut.* (Twitter/IG: @zoelfick)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun