Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik

DPR 10 Tahun ke Depan

29 April 2010   02:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:31 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_129096" align="alignleft" width="300" caption="Berbanggalah menjadi anggota Parlemen, anda terhormat"][/caption]

Sempat melihat foto hasil bidikan Sergei Sufinsky? Yap, sebuah foto yang dipublikasi AFP dan juga dimuat di Kompas (28/4). Bidikan yang cukup lihai, karena merekam dengan cukup dramatis seorang anggota parlemen melayangkan tinju kirinya ke gigi rekannya sesama anggota parlemen. Dan, itu terjadi di negeri tetangga jauh, Ukraina.

Melihat foto itu ada sekelebat sesal juga di hati saya, kenapa dulu tidak sempat selesaikan Karate saya di salah satu Dojo di Aceh sampai sabuk hitam. Karena dalam bayangan saya pribadi, bukan tidak mungkin ke depan--jika memang nasib bisa lebih ramah-- itu dibutuhkan kembali bila saja memang saya ditakdirkan jadi salah satu anggota parlemen atawa DPR di negeri. Lha, kan DPR tidak diminta untuk tanding otot? Siapa bilang? Sudah dijelaskan di atas, sekarang ini ilmu bela diri masih diperlukan. Sebab mengandalkan mulut saja, sepertinya kurang macho saya rasa--semoga anda tidak percaya saya.

Ya, bukankah melihat lebih riil, kita ingin baik apakah semua orang melihat baik itu sama seperti kita lihat? Tidak. Nah terus karena alasan itukah maka menjadi penting untuk belajar bela diri? Saya tidak menjawab iya, tapi setidaknya bisa menjadi langkah antisipasi. Bayangkan saja dalam kasus saya sendiri yang tidak sempat menyelesaikan sampai sabuk hitam, dan kemudian ke depan, ketika menjadi anggota parlemen atawa DPR itu saya menjadi satu-satunya yang memiliki sabuk terendah [anggap saja saya pemilik sabuk putih kekuning-kuningan karena sering kena keringat dalam waktu lama saat dililit di perut--bukan pinggang--]. Sedang anggota parlemen lain kelak dalam asumsi dan intuisi saya akan diwajibkan memiliki kemampuan bela diri, baik karate maupun silat atau apa saja yang sejenis, karena untuk saat itu kemampuan silat lidah itu tidak dibutuhkan. Terlihat seperti canda? Iya secara sepintas. Tapi lihat sajalah, bukankah memang semua memiliki kemiripan, secara hukum kehidupan. Contoh saja proses perkembangan kita sebagai manusia. Saat kecil disusui, tidak punya gigi, tangan dan kaki masih rapuh tidak bisa diandalkan secara sempurna untuk berkegiatan. Lambat laun, jika memang tidak sempat mati tertabrak mobil atau hipertensi, stroke dan akhirnya juga mati. Maaf, kok saya jadi begini njelimet padahal cuma ingin katakan bila sempat merasakan masa tua. Semua proses itu tidak hanya tinggal dalam nostalgia, tetapi juga akan ikut kembali terjadi. Kita tidak akan punya gigi lagi karena kebetulan ulat-ulat di dalam mulut begitu rakus, kita makan nasi justru ia makan gigi [saya sebut begini, karena teori pertama yang saya dapat penyebab gigi berlubang karena ulat]. Kaki, lutut dan persendian kembali melemah, tidak jauh beda dengan ketika masih bayi. Terkait ini silahkan ragukan jika memang anda ragu bisa tetap hidup hingga usia senja. Semua kembali. Demikian juga peradaban. Dulu, jaman yang belum mengenal kalender, mereka yang hidup di jaman itu kerap disebut sebagai manusia yang tidak berperadaban. Sekarang, jaman yang kata entah siapa, bahwa sekarang sudah berperadaban tetapi tinju, tendangan lengkap dengan berbagai kekerasan lainnya masih juga terjadi. Percaya atau tidak peradaban sudah membuat kita terkibuli. Maka daripada berpusing-pusing memikirkan kemungkinan-kemungkinan, lebih baik pelajari dulu karate. Percaya atau tidak, ke depan kalau hanya andalkan kemampuan bicara, justru anda ditendang dari gedung parlemen untuk menjadi penghuni panti jompo walaupun uban belum penuh benar. Bingung? Tanya kenapa?

Ilustrasi: DI sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun