Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cerita Keringat

13 Juni 2010   12:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:34 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_165974" align="alignleft" width="300" caption="Kita berteriak pada diri sendiri, cukup berbisik saja saat berhadapan dengannya (Gbr: www.mw.nl)"][/caption] Ada daun-daun hijau terasa di depan mata, meski sebenarnya yang ada hanyalah tembok bisu. Ada sungai yang mengalir bening, indah saat dielus ujung tangan matahari di riaknya, meski yang sebenarnya adalah keringat yang mengalir deras saat harus berhadapan dengan sangarnya kehidupan. "Lelaki sepertimu sepertinya hanya bisa mengukir kata-kata indah. Bukan kata-kata indah itu yang membuat bumi basah sekaligus kian berwarna cerah..." "Lalu?" "Kata-kata sederhana tetapi jujur, itu lebih baik!" "Aku tidak terlihat sebagai lelaki jujur?" Lelaki itu hanya menarik napas panjang. Menarik jubahnya untuk tidak terlalu dihentakkan udara sore yang masih bersengat panas. "Aku tidak menyebutmu sebagai lelaki yang tidak jujur. Kutahu pasti, engkau salah satu anak manusia yang masih menghargai kejujuran." Hening. "Cuma...terkadang kau terlalu keras. Aku mencemaskanmu." Kembali hening. "Baiklah. Aku juga ingin bicara..." "Bicaralah." "Aku selama ini terus menjadi seperti ini karena aku berpikir, bahwa ketika sebatang tubuh yang sedang tidak berbahan kain sekerat pun, lalu orang-orang gagal tidak membacanya. Itu.....itu tidak menjadi pembenar mulut hina kita, mengumbar kutuk melulu pada diri sendiri." Obrolan terjadi itu terjadi di satu tempat yang tidak dikenal manusia. Bersama manusia yang meminta untuk tidak dikenalkan pada siapa juga. Dan pada waktu ketika almanak belum dikeluarkan percetakan manapun. *** "Pentingkah bagimu mengenal manusia?" "Mungkin." "Seberapa penting, sebelumnya, manusia itu bagimu?" "Seperti peluh, terkadang membuat tubuhku berbau. Tapi, peluh yang keluar itu sedikit punya manfaat lebih untuk proses metabolisme tubuhku dan semisalnya, untuk semua itu tetap berjalan. Dan aku, dengan begitu tidak melihat diri terlalu baik dari bau keringat. Dan aku tidak memuja manusia melebihi aroma keringat." "Sulit untuk ku pahami." "Karena mungkin kau belum pernah kenal seperti apa peluh itu." Hening. Mati. Dan, selesai. Semoga, cukup kedunguan saja yang pada perjalanan waktu ke depan, jatuh lunglai. (http://fick-cyber.blogspot.com)------------ Semoga salah satu lagu kegemaran saya ini juga bermanfaat untuk inspirasi kita bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun