Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Membaca Tawa Penonton di Depan Muka Capres

4 April 2019   18:54 Diperbarui: 4 April 2019   18:58 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penonton tertawa, mewakili tawa rakyat, saat melihat ada yang ingin membuat rakyat tak lagi tertawa - Foto: BeritaSatu

Sudah hampir sepekan debat teranyar menjelang pemilihan presiden alias Pilpres beres. Ada yang tidak beres, dan itu adalah tentang ketegangan berujung tawa. Juga, tawa yang berujung kemarahan yang dipamerkan di lokasi debat, terlihat jutaan orang yang memelototi debat di TV.

Di luar tema dan topik berat di panggung debat, sebagian besar rakyat hampir bisa dibilang tak mau ikut memikirkan yang berat-berat. Sebab, urusan berat badan saja tak semua kita yang menjadi rakyat mampu mengendalikannya dengan cepat. Kok jadi lari ke sini?

Tidak. Tidak ada maksud menyinggung soal berat badan, walaupun memang ada salah satu capres punya berat badan yang mampu bikin iri sebagian rakyat yang buat makan teratur saja tidak selalu sempat. 

Kembali lagi, ini soal apa yang ada di pikiran rakyat. Sebab terlepas apa yang diperbincangkan di panggung debat, di sana hanya ada "pameran" apa yang ingin diperbuat, pertama oleh seseorang yang sudah berbuat, dan kedua oleh orang yang memang terkenal rajin mencela apa yang lawannya perbuat. 

Lagi-lagi, terlepas siapa sudah berbuat dan siapa yang baru sebatas melamunkan mau berbuat apa--karena belum pernah memimpin rakyat--apa yang paling diingat rakyat, siapa yang benar-benar menghargai rakyat.

Ini saja dulu. Tidak perlu terlalu tegang berbicara terlalu ke langit, jika berat badan saja masih jadi masalah. Terlalu tegang cukup di depan  penghulu dan setelah penghulu pulang. Ini kok jadi berbau saru?

Maksudku gini, soal apa yang dibicarakan di panggung debat takkan semua orang ingat. Namun apa yang ditunjukkan, akan memberi bekas yang jauh lebih kuat dan akan diingat.

Fatalnya, salah satu capres (sebut saja namanya Mawar) justru memamerkan kemarahan di depan banyak orang. Tersiar saat itu juga ke berbagai penjuru Nusantara. Bahkan, sampai saat ini video tentang kemarahan capres tersebut tersebar ke mana-mana, dan masih disebarkan di mana-mana. 

Terlepas pesan di panggung debat, ada "pesan" yang akan sangat diingat kuat, dan itu adalah soal kemampuan mengendalikan diri yang ternyata memang jauh lebih berat. Kok bisa jauh lebih berat? Bisa dipastikan karena kecenderungan ada masalah kepribadian yang tak terbiasa mengendalikan diri.

Inilah "pesan" yang akan diingat kuat-kuat oleh rakyat. Capres yang kita sepakati bernama Mawar tadi tidak mampu mengendalikan diri. Urusan ini ternyata emang tidak bisa dibantu dengan berat badan lebih daripada kebanyakan rakyat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun