Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Jangan Cari Orang Penting di Panggung Debat

22 Februari 2019   20:12 Diperbarui: 23 Februari 2019   10:47 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Perdebatan melahirkan perdebatan. Tampaknya itu semakin terbukti setelah pementasan debat yang menampilkan dua calon pemimpin yang akan bertarung merebut hati, pikiran, dan kepercayaan rakyat.

Saya pribadi, meski acap diidentikkan dengan salah satu kubu dari dua kubu pertarungan itu, terkadang tertarik juga untuk duduk di sudut yang berjarak dari keduanya. Melihat sebagai orang asing, dan mendudukkan keduanya sebagai orang asing. Ya, sebab untuk merenung, memang akan lebih leluasa ketika membebaskan dulu dari pengaruh sekeliling yang terlalu bising.

Itu pilihan. Walaupun kalau mengingat salah satu pesan Franklin D. Roosevelt, salah satu moyangnya orang Amerika Serikat, semestinya memang tidak perlu mengasingkan diri. Sebab menurutnya, pemerintahan, siapa saja berada di sana, adalah diri kita sendiri.

"Let us never forget that government is ourselves and not an alien power over us," kata Roosevelt. "The ultimate rulers of our democracy are not a President and senators and congressmen and government officials, but the voters of this country."

Ya, yang jadi penentu untuk sebuah iklim demokrasi sejatinya memang bukan presiden, senator, atau siapa pun yang berposisi sebagai pengurus negara, tapi yang menentukan itu adalah kita sendiri: para pemberi suara.

Kalimat-kalimat Roosevelt itu juga yang berkelebat saat saya sendiri mencoba memasang jarak dari kedua calon pemimpin itu. 

Tidak itu saja, apa saja isi perdebatan di atas pementasan debat hari itu, saya coba saksikan ulang. Menyimak lagi kekurangan dari keduanya. Sama-sama punya kekurangan, memang. 

Kekurangan mereka yang tampil di pementasan debat itu juga tidak lepas dari kekurangan kita juga. Ya, kita yang saat ini sedang di posisi sebagai calon pemilih. Kita yang sebenarnya tetap bertarung dengan pikiran, siapa yang paling mewakili kekurangan kita, dan siapa yang bisa dijadikan bagian kekitaan. 

Melihat Joko Widodo (Jokowi), sebisa mungkin saya berusaha membebaskan dari pandangan bahwa dia seorang yang hari ini pun masih berstatus pemimpin. Ia adalah petahana. Betul-betul berusaha untuk melihatnya sebagai calon.

Melihat Prabowo Subianto, sebisa mungkin saya berusaha membebaskan diri dari pandangan bahwa dia memang masih miskin pengalaman kecuali cuma bisa menjual cerita sepanjang kariernya di militer. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun