Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tagar #SandiwaraUno, Luka Ibunda atau Sandi Sendiri?

19 Februari 2019   02:22 Diperbarui: 19 Februari 2019   02:36 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sandiaga dan keluarga - Foto: Pojokartikel.com

Beberapa pekan lalu, tagar #SandiwaraUno sempat meramaikan ranah media sosial. Imbasnya, kencangnya tagar tersebut menghiasi linimasa, membuat ibunda Sandiaga Uno pun bersuara.

Ada nada ancaman yang kira-kira setara pesan, "Jangan main-main dengan nama Uno!" Nada inilah yang tertangkap dari respons Mien Uno sebagai ibunda Sandiaga. Terlontar karena ada perasaan tersinggung karena nama putra tercintanya jadi bahan mainan sebagian netizen. 

Satu sisi, respons ibunda Sandi tersebut terbilang wajar. Mana ada ibu yang membiarkan anaknya diremehkan atau jadi sasaran ledekan dan sejenisnya. Apalagi bagi sang ibu, embel-embel Uno itu terlalu sakral, sehingga tak ada yang boleh mempermainkannya. 

Maka itu, Mien Uno sempat "mengultimatum" para netizen untuk segera meminta maaf karena telah melakukan sesuatu yang melukai anaknya. 

Sayangnya, ada beberapa hal yang luput diperhatikan ibunda calon wakil presiden yang juga berpasangan dengan Prabowo Subianto tersebut. Bahwa ada budaya berbeda di ranah internet, dan juga implikasi yang bisa terjadi terhadap anaknya sebagai "orang politik" yang tak bisa keluar dari dua arus antara pecinta dan pembenci.

Bahwa di internet tidak berlaku "kasta" seperti halnya kehidupan di luar gawai (gadget). Di sini, entah Anda kaya raya, berasal dari keluarga luar biasa terpandang, atau bahkan raja sekalipun takkan begitu saja mendapatkan respek sebagaimana basa-basi yang sering ditemukan dalam dunia nyata.

Ketika sang ibu Sandiaga memamerkan umpatan terhadap para netizen yang menggerakkan tagar #SandiwaraUno, atau ancaman sekalipun, para warganet tersebut tetap pada sikapnya sendiri. Anda ingin mengatakan apa, mengancam seperti apa, sepanjang Anda hanya meminta dipahami, namun menolak memahami mereka, para warganet tetap bersikeras dengan sikap mereka.

Maka itu agak terkesan lucu ketika masalah tagar #SandiwaraUno tersebut justru terkesan direspons terlalu serius oleh sang ibu, walaupun di sisi lain sedikit dapat dimaklumi bahwa bagaimanapun dirinya adalah ibu bagi sosok Sandiaga.

Namun, implikasi terhadap Sandiaga pun juga tak bisa dibilang sederhana. Mengingat, ia adalah publik figur, bertarung di ranah yang terkenal keras (politik), namun kemudian sang ibu berbicara sesuatu yang berbau perasaannya sebagai perempuan. Takkan terlalu digubris warganet, atau bahkan dapat dikatakan gak ngaruh sama sekali. 

Bahkan bisa saja intensitas dan gaung semisal tagar #SandiwaraUno dapat saja semakin merebak. 

Apakah mereka yang menggaungkan tagar tersebut memang sama sekali tidak menghargai perempuan, tidak mendengar suara seorang ibu? Saya pikir tidak begitu. Sebab bisa jadi pula justru banyak dari mereka sejatinya sangagt menghormati perempuan, menghargai ibu-ibu. Namun karena ini ada kaitannya dengan politik, maka mereka akan cenderung melihat dari kacamata politik saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun