Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Masih Ada Nilai Demokrasi dari Aksi Reuni 212

7 Desember 2018   10:26 Diperbarui: 7 Desember 2018   11:02 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekuasaan bukanlah kesempatan untuk mengekang. Inilah pendidikan penting di balik acara ini - Foto: Nusantaranews

Hampir bisa dipastikan sangat tidak mendidik, karena ia luput melihat bagaimana jeritan masyarakat negeri ini yang berada jauh dari Pulau Jawa, yang untuk membawa hasil panen dari desa ke kota pun memerlukan waktu berhari-hari dan harus melewati jalanan membahayakan mereka.

Ada nilai empati yang gagal ditularkan, meskipun panggung sebesar Reuni 212 sangat berpotensi untuk menularkan hal-hal yang membuka pikiran, memperluas wawasan, dan memunculkan harapan bahwa meskipun Indonesia adalah negara yang sangat luas, namun pembangunan sudah semestinya jauh lebih meluas. 

Sebab di masa lalu, pernah ada kondisi di mana pembangunan hanya ada di Jawa, uang lebih banyak beredar di Pulau Jawa, dan daerah di luar Jawa hanya mendapatkan sisa-sisa saja. 

Namun terlepas muatan isi kepala seorang tokoh yang konon pemuka agama itu, ia masih bebas untuk berbicara. Bahkan ia bisa berbicara apa saja, tidak saja di acara itu sendiri, namun kerap pula digulirkannya di media sosial pribadinya.

Artinya, dari sini publik bisa belajar bahwa kekuasaan bukanlah kesempatan untuk menunjukkan bahwa satu pihak lebih besar dari pihak lain, atau satu pihak lebih kuat daripada pihak lain.  Jika tidak, pemerintah yang memiliki kekuatan aparat keamanan dan didukung dengan senjata, bisa saja mencari pembenaran secara konstitusional untuk menghalangi acara ini. 

Namun terbukti, pemerintah tidak pamer kekuatan, karena masih melihat bahwa yang hadir ke acara ini, terlepas berbeda pandangan dan pilihan politik, tetap saja adalah rakyat Indonesia. 

Di sinilah pelajaran demokrasi. Bahwa di antara nilai demokrasi adalah membebaskan siapa saja untuk bersuara apa saja, sepanjang itu tidak merugikan pihak lain, dan tidak merusak, atau melanggar konstitusi.

Ini juga yang pernah disuarakan oleh salah satu tokoh pergerakan Amerika Serikat, Bayard Rustin (1912-1987).  "If we desire a society of peace, then we cannot achieve such a society through violence. If we desire a society without discrimination, then we must not discriminate against anyone in the process of building this society. If we desire a society that is democratic, then democracy must become a means as well as an end," kata dia. 

Ringkasnya, mengacu pandangan Rustin, ini sudah cukup menggambarkan bahwa jika menginginkan sebuah masyarakat yang jauh dari diskriminasi, maka jangan mendiskriminasi siapa-siapa. Bahwa pemerintah punya kekuatan, tidak perlu menjadi pembenar untuk menghalang-halangi kebebasan berekspresi, terlepas apa yang diekspresikan bukan sesuatu yang manis bagi penguasa.

Inilah sisi pendidikan paling penting dari acara ini, terlepas di atas panggung sempat bermunculan ujaran-ujaran bernada kemarahan, kebencian, dan iktikat melejitkan satu pihak dan menenggelamkan pihak lain. 

Saya pikir, apa yang dibicarakan di atas panggung acara reuni-reunian tadi hanya akan terhenti kepada mereka yang hadir dan segelintir yang tertarik pada acara heboh-hebohan saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun