Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kala 11 Juta Massa Sepi di Media

5 Desember 2018   20:54 Diperbarui: 6 Desember 2018   11:14 4408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media tidak mengabdi kepada penguasa apalagi kepada pemburu kekuasaan - Foto: Tribunnews

Informasi itu sendiri, mengacu ke UU tersebut, bisa berbentuk tulisan, suara, gambar, hingga suara dan gambar sekaligus. Termasuk di sana data dan grafik. Di samping juga ada prinsip bahwa pers memiliki prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

Sementara jika mengacu kepada para pakar media dunia sekelas George Fox Mott, penulis New Survey of Journalism, cukup tegas menunjukkan bahwa apa yang menjadi ciri khas pers adalah pelayanan kepada masyarakat luas. Pers juga menjadi penghubung masyarakat dengan suatu informasi. Ringkasnya, terlepas ada keperluan industri di sana, namun masyarakat sajalah yang menjadi prioritas.

Sementara dalam kaitan dengan reuni yang baru berlangsung di awal Desember ini, memang sangat kental dengan kepentingan politik dan golongan. Siapa yang paling berkepentingan, tentu saja adalah kalangan politik yang berperan di dalam acara itu sendiri.

Persoalannya, hubungan mereka dengan kalangan pers pun terbilang buruk. Masih ingat bagaimana seorang reporter salah satu TV swasta yang sedang menyampaikan laporan persnya diusik hingga diteriaki di acara yang persis sama? Atau, kali lain bagaimana Prabowo juga pernah memfilter mana saja media yang boleh dan tidak boleh meliputnya? 

Bahkan belum lekang di benak banyak pekerja media alias jurnalis, bagaimana seorang Prabowo melecehkan wartawan dengan menyebut mereka untuk berbelanja ke mal pun tak punya duit.

Itu memperlihatkan bagaimana Prabowo dan kubu politiknya dalam membangun hubungan dengan media. Namun dengan sedikitnya pemberitaan seputar acara yang dianggap pihaknya sebagai acara penting, tak bisa juga dituding sebagai efek balas dendam atas sikapnya dan kelompoknya terhadap pers. Walaupun, juga merupakan hal manusiawi jika insan pers pun merasa perlu berhati-hati untuk keselamatan mereka.

Juga tak bisa juga melemparkan tudingan bahwa pers sudah menjadi abdi penguasa. Sebab jika dihitung-hitung pemberitaan yang bermunculan sehari-hari pun tak melulu memberitakan seputar penguasa. Sebab media tidak meletakkan penguasa di atas masyarakat luas.

Toh dari masa lalu pun terbukti, bagaimana di tengah kuatnya Orde Baru, beberapa media tetap menolak untuk tunduk kepada penguasa. Media sekelas Kompas dan Tempo pun sempat diposisikan sebagai lawan, terlepas di sini hanya satu dari dua media bermarkas di Palmerah itu yang sempat benar-benar dilibas rezim mertua Prabowo sendiri.

Jika mengatakan bahwa pers menjadi luluh jika berhadapan dengan kekuatan rezim atau suntikan uang. Kurang kuat apa rezim sekelas Orde Baru dengan ikon seorang Soeharto? Kurang apa dalam hal keuangan ketika roda ekonomi lebih banyak berputar di lingkaran Soeharto dan keluarganya? 

Namun sejarah di negeri ini cukup membuktikan, bahwa terlepas memang ada sebagian media atau jurnalis memiliki keberpihakan, namun keberpihakan yang sebenarnya dari pers adalah terhadap kepentingan publik atau masyarakat luas.

Bahwa penguasa memiliki kekuasaan, namun rekam jejak sejarah cukup membuktikan bahwa media dan pers tidak akan mengabdi apalagi menyembah kepada penguasa. Mereka tetap menunjukkan pekerjaan mereka sebagaimana mestinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun