Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Gubernur Jakarta Ingin Mengembalikan Tawa Kita

22 November 2017   21:12 Diperbarui: 23 November 2017   10:11 7112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta ribut itu sudah biasa. Di jalanan saja penduduknya sudah terbiasa dengan raungan mesin kendaraan hingga klakson yang acap dibunyikan sesukanya. Jadi, urusan ribut-ribut, Jakarta cukup terlatih. Inilah yang sangat disadari oleh Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, sebagai raja dan permaisuri---maafkan untuk istilah terakhir ini.

Urusan uang baru-baru ini menjadi penyebab munculnya ribut-ribut. Ada tudingan bahwa pasangan yang kini menguasai Tanah Betawi ini cenderung sesukanya saja menghamburkan rupiah. Ada yang dijatahkan untuk menyenangkan mereka yang disebut-sebut sebagai wakil rakyat, dan ada yang dijatahkan untuk memperbaiki banyak hal di balai kota, hingga ke kediaman gubernur dan wakil gubernur.

Buktinya? Ya, Anda tinggal membaca-baca berita saja. Masih tak percaya, ya jalankan peran kuli tinta, temui orangnya, dan tanyakan lebih jelas soal benar tidaknya---dan jangan lupa minta foto bersama. Hidup itu gampang, setidaknya begitulah pesan dari Anies dan Sandi dalam melihat persoalan.

Saat orang-orang banyak ribut di media sosial, mereka toh masih dapat tersenyum. Terbukti bukan, jika masalah yang diributkan orang-orang tidaklah seserius yang Anda bayangkan, atau saya bayangkan. Jika masalah itu terlalu serius, pastilah keseriusan itu akan terpancar pada wajah mereka berdua. Ini buktinya mereka tak terlihat terbeban, kecuali urusan rinci, Sandi cukup sudah punya solusi, "Woy, Pak Wali, ke sini dulu, jelasin bla bla bla," teriaknya kepada para bawahannya. Seketika para bawahan datang dengan segala solusinya. Apa pula yang harus diributkan lagi bukan?

Kita yang ribut-ribut ini hanya terpengaruh kenangan sepanjang jalan saja. Lantaran saat di jalanan kita terbiasa ribut-ribut, terbiasa saling teriak, hingga wakil gubernur pun main teriak saja saat ia harus minta tolong anak buahnya.

Jadi, Jakarta dengan urusan ribut-ribut itu bukan hal baru, dan jangan dianggap sebagai hal yang baru. Tapi kemudian kita turut ribut, lah kok uang rakyat dihambur-hamburkan begitu rupa? Ya, kita saja yang terlalu membesar-besarkan masalah hingga ia terlihat benar-benar besar. Sedangkan mereka tidak mau ikut membesar-besarkannya, karena dengan melihat itu sebagai masalah kecil maka masalah itu akan mengecil dengan sendirinya. Jika sudah kecil, ntar juga selesai sendiri. Kira-kira begitulah prinsip Pak Gubernur.

Bukan kata beliau, itu sih. Cuma kata saya saja, yang jangankan menginjak balai kota, lewat di depannya saja masih lebih sering bingung ini masuk zona larangan untuk motor tidak, ya. Setidaknya itulah kesan saya sebagai salah satu penghuni kota ini yang baru menyumbang asap knalpot saja setiap lewat di depan balai kota. Tapi jika kemudian hari wajah gubernur dan wakil gubernur jadi ikut menghitam, ya itu bukan kesalahan knalpot sepeda motor saya yang acap mengeluarkan asap tanpa bentuk mirip saat saya sedang membuang gas dari dalam perut.

Gubernur dan wakilnya sendiri yang memilih agar kelak tetap terlihat bening di mata warganya atau tidak. Mereka yang memutuskan apakah senyum yang hampir tak pernah lekang di wajah mereka akan bertahan hingga akhir jabatan mereka atau tidak. Bagi saya pribadi, yang acap masuk ke lorong-lorong yang belum pernah dimasuki gubernur, lebih tertarik jika melihat senyuman itu ada di wajah banyak penghuni kota ini. Soal senyum gubernur dan wakilnya, ya cukuplah itu diberikan untuk istri mereka saja. Terpenting ini adalah memberikan senyum kepada warga di kota ini.

Lah tapi bagaimana bisa membuat isi kota ini tersenyum jika baru urusan kecil saja sudah mengundang ribut-ribut besar? Uang sekian miliar itu kecil. Kecil sekali. "Sebab tahun depan ada sekian triliun yang harus kita kelola," itu kata Pak Gubernur. Jadi, sudahlah, jangan meributkan uang kecil itu. Pak Gubernur sedang berpikir tentang hal yang lebih besar. Jika uang kecil sudah Anda ributkan, bagaimana Pak Gubernur bisa konsentrasi memanfaatkan uang dalam jumlah sangat besar coba? Anda ada-ada saja.

Sudah. Jangan ribut lagi. Anak-anak harus tidur. Besok sekolah, dan Pak Gubernur pun membutuhkan ketenangan. Beliau sudah terlalu lelah, terlalu capek, setiap hari memikirkan warga kota ini, dan sekian triliun yang harus beliau pikirkan. Kita cukuplah berpikir bagaimana isi rekening sendiri saja yang terisi, tanpa perlu bermimpi terlalu jauh. Jangan mengusik mimpi Pak Gubernur. Biarkan beliau dengan segala ketenangannya, dan berjuang keras membuat seisi kota ini dapat tersenyum karena rakyat biasa menonton senyumnya di TV.

Soal uang mau dikemanakan? Lah, misi beliau sudah cukup mulia; membuat seisi kota ini tersenyum. Ia ingin membuat semua yang ada di Jakarta dapat tertawa; maka tertawakanlahapa yang sudah dilakukannya. Nah lho, kok jadi begini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun