Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tabir Setelah LBH Jadi Sasaran Isu PKI

19 September 2017   02:27 Diperbarui: 19 September 2017   10:09 4025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Kompas.com/Kristian Erdianto

Akhir pekan lalu, Lembaga Bantuan Hukum yang biasa tampil membela masyarakat marginal yang tak berdaya, justru dibuat tak berdaya ketika sekelompok massa menyerang mereka. Pengepungan hingga pelemparan terarah ke tempat mereka bermarkas di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Mereka dituduh mengadakan kegiatan berhubungan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). 

Lagi-lagi, isu PKI menjadi mainan, dan kali ini menyasar LBH. Lantaran mereka memang bukanlah sebuah ormas yang mengandalkan fisik, melainkan bergerak lewat pendidikan dan pendampingan, yang dapat mereka lakukan hanya persuasi. Aksi yang terjadi di luar kantor mereka, berlangsung begitu saja, dan beberapa anggota kepolisian menjadi korban.

Polri dan LBH akhirnya sama-sama menjadi korban. LBH terancam, dan Polri menjadi sasaran kekerasan dari sekelompok massa yang bergerak selayaknya organisasi tanpa bentuk. Baru mulai terdeteksi organisasi mana saja yang menjadi penggerak, setelah beberapa media menurunkan reportase yang berisikan pengakuan ormas-ormas yang menyebut ada anggota mereka dalam aksi tersebut.

Jika ditarik benang merah, aksi yang menyasar LBH kali ini tak jauh berbeda dari kejadian-kejadian di masa lalu, yang acap menyasar mereka yang dicap Syiah, Ahmadiyah, dan kelompok yang dianggap sesat. Bedanya, jika organisasi berbau religi yang pernah jadi korban, dijadikan sasaran lantaran dianggap sesat, sementara LBH dituding sebagai kelompok yang menjembatani kalangan yang tak beragama sekaligus komunis--meski bisa jadi kalangan massa ini sendiri tak cukup paham mana komunis dan mana ateis.

Di media sosial, saya menyaksikan bagaimana di Twitter kalimat-kalimat bernada hasutan, semisal dirilis pemilik akun @Plato_ID, bahkan mengajak untuk membakar beberapa figur di LBH karena alasan figur-figur itu sebagai keturunan PKI.

Sampai di situlah saya pribadi baru merasa, ini bukan lagi main-main. Jika sebelumnya ditengarai memang ada sekelompok organisasi dan kekuatan politik paling rajin memainkan isu PKI, kali ini--sekali lagi--bukanlah main-main. Stempel PKI kini telah disematkan kepada organisasi yang memang terkenal getol melakukan pendampingan masyarakat tanpa afiliasi pada kekuatan politik arus utama. Ini pemberian stempel sangat serius.

Bukan rahasia jika efek "bermain stempel" seperti itu pernah memakan korban dengan jumlah serius, dengan bentuk penganiayaan yang juga serius, hingga menelan korban jiwa. 

Ya, 2011 lalu, kasus mirip ini pernah terjadi. Jamaah Ahmadiyah menjadi korban di Cikeusik, Banten. Enam orang tewas setelah ribuan warga yang dikompori sekelompok orang datang menyerang. Motifnya, penyerang meminta agar jamaah tersebut membubarkan diri, hingga bentrokan terjadi dan sebuah mobil yang berada di depan rumah pemimpin jamaah diberangus massa.

Video-video yang mendokumentasikan kejadian tersebut masih dengan mudah dapat diakses di YouTube. Bagaimana orang-orang yang telah distempeli "musuh dari kalangan sesat", dianggap layak untuk dibantai. Sambil meneriakkan nama Tuhan, orang-orang yang sudah tak berdaya dianiaya secara bergantian.

Apa yang masih dapat disyukuri ketika LBH menjadi sasaran adalah tak ada pembantaian seperti di Cikeusik. Walaupun kalimat-kalimat bernada provokasi bermunculan. Polisi pun pantas diapresiasi, lantaran mereka mampu mengendus dengan cepat potensi kedatangan massa, hingga dapat melakukan proteksi lebih dini. 

Lalu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun