Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Anies dan Islam Garis Keras

21 Februari 2017   22:04 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:24 2492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sulit mengatakan Anies Baswedan tidak menjadikan sentimen antar agama sebagai senjata perangnya di Pilkada DKI Jakarta. Keputusannya hingga meringankan langkah ke sarang Front Pembela Islam (FPI) yang acap dinilai sebagai wakil kalangan Islam radikal, cukup menjadi sinyal ia ingin menangguk keuntungan dari sana.

Tapi tunggu dulu.Terlepas saya pribadi tak menemukan alasan kuat untuk memilihnya, tetap berusaha melihat dengan kacamata positif di balik gebrakannya beberapa bulan lalu ke markas FPI. Meski sulit juga mencari-cari alasan membenarkan langkah yang telah diambilnya itu.

Begini, saya sempat terpikir, mungkin Anies ke markas FPI betul-betul ingin merangkul kalangan garis keras agar melunak, agar dapat dibimbing oleh dirinya yang berlatar belakang pendidik--setidaknya berdasarkan citra telah dibangunnya.

Sangat indah, jika saja memang Anies memiliki tekad sebaik itu, menyulap organisasi sekelas dan sekeras FPI bisa melunak, dan bisa membumi, selain juga bersedia berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan warga negara Indonesia lainnya, apa pun agamanya.

Sangat luar biasa, jika Anies punya niat mulia mengajak kalangan FPI dan pendukung mereka, agar tak lagi mendudukkan diri sebagai "warga negara eksklusif" dan berada di atas warga lainnya. Menggandeng mereka, sehingga tak menjadikan klaim sebagai pemeluk agama terbaik lalu merasa berhak meremehkan dan merendahkan pemeluk agama lain.

Mengagumkan, andai Anies bisa membuat mereka betul-betul teryakinkan, bahwa semua pemeluk agama memang sama-sama meyakini bahwa agamanyalah yang terbaik. Jadi, tak perlulah satu keyakinan lantas menafikan bahwa agama lain pun adalah yang terbaik menurut pemeluknya hingga mereka tak tertarik untuk pindah agama.

Hebat, jika Anies dapat meyakinkan lagi, bahwa karena semua agama memang yang terbaik tak perlulah saling mendesakkan harus diakui lebih baik dari yang lain. Toh, sama-sama sudah berada di titik terbaik, bagaimana berharap lebih dari itu lagi.

Terpenting bagi agama toh bukan agama itu sendiri, tapi justru manusia. Apalah arti punya agama terbaik tapi pemeluknya sama sekali tak dapat mencerminkan dirinya sebagai representasi sebuah agama terbaik? Tidak ada bukan?

Pertanyaan pentingnya adalah alih-alih membangga-banggakan diri sebagai pemeluk agama terbaik dan terbanyak di negeri ini, peran baik apa yang lebih banyak dapat kita lakukan? Apa karya kita yang mampu membawa manfaat terbesar bagi semua kalangan?

Sekadar klaim, sama sekali tak penting. Dan di situlah kefatalan dilakukan Anies, meski sekilas yang dilakukannya terkesan sekadar berkunjung. Tapi itu berdampak pada makin membesarkan keyakinan mereka, bahwa yang selama ini dilakukan kalangan garis keras itu memang sudah benar. Jika tidak benar, buat apa seorang Anies rela mengiba-iba dukungan dari mereka?

Kehadiran Anies di sana justru menguatkan mereka, ketika kalangan intelektual muslim yang berpikiran terbuka selama ini acap dianggap sebagai ancaman serius eksistensi mereka. Ingat, Anies awalnya dianggap sebagai wakil intelektual muslim yang berpikiran terbuka tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun