Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sosok Pepih: Otak di Balik Kelahiran Kompasiana

27 Desember 2016   20:22 Diperbarui: 31 Desember 2016   09:38 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lalu, dia pun menelurkan tulisan yang dapat dikatakan memang ditujukan untuk mengompori publik. "Jangan Malu untuk Memulai!" yang memang juga memberi kesan kuat dan kental jargon, agitatif, dan memang berdampak.

Tulisan dia itu sendiri saat itu hanya dibaca oleh 444 orang, angka yang sangat dihafal olehnya dan acap disebutkan saat tampil di dalam talk-show di berbagai media televisi, atau sedang memberikan ceramah seputar dunia citizen journalism.

"Itupun hanya mendapatkan tiga komentar, dan dua komentar lainnya dari saya sendiri sebagai balasan untuk mereka yang menanggapi artikel itu," ceritanya.

Apa yang terjadi kemudian, menabrak skeptis yang sempat menghantuinya. Kompasiana mampu melawan sosial blog ternama seperti Stomp di Singapura, OhMyNews di Korea Selatan, hingga NowPublic di Kanada--yang berdiri pada 2005 namun gulung tikar pada 2013 .

Bagaimana bisa terjadi? Tak lain karena anggota terdaftar pun mendekati satu juta penulis! Dengan penulis sebanyak itu, hampir seribuan tulisan bisa tayang di Kompasiana per harinya.

Jangan tanya tentang jumlah pembaca, jika dulu hanya ratusan di awal kemunculannya, beranjak jutaan dihitung per bulan, belakangan justru bisa menembus angka jutaan pembaca dalam sehari!

Berbagai cara pun dilakukannya untuk membuat para penulis di Kompasiana kian termotivasi. Di antaranya, diadakan halaman khusus untuk kawasan tertentu, menjadi suplemen di Kompas yang dipilih dari tulisan terbaik di Kompasiana.

Tak berhenti di sana, belakangan sempat muncul juga muncul suplemen lain, Freez. Namun di era suplemen terakhir itu, para penulis yang artikelnya masuk di sana mendapatkan imbalan yang layak.

Gbr: FP Kompasiana.com
Gbr: FP Kompasiana.com
Cara "mengompori" sangat brilian, tentunya. Para penulis, terutama yang belum dikenal publik, mendapati tulisannya muncul di Kompas, walaupun di halaman suplemen, tetap saja menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka.

Apa yang dilakukan penulis yang terpilih di halaman suplemen itu, tak sedikit yang meng-capture artikel-artikelnya yang dimuat di Freez tersebut. Dari sana, Kompasiana mendapatkan keuntungan, membangun jaring laba-laba, penulis tadi menjaring penulis lainnya, sehingga jumlah penulis di media tersebut pun kian meraksasa.

Inovasi menjadi kata kunci lain dari perkembangan Kompasiana yang digawangi Pepih sebagai otaknya, termasuk melakukan terobosan dengan menobatkan para penulis yang gemar dengan topik tertentu, tampil di Kompas TV bersama para pakar di berbagai bidang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun