Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ketika Lelaki Berburu Selangkangan

16 Oktober 2010   10:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:23 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_291645" align="alignleft" width="200" caption="Gbr: Googleimages"][/caption] Lelaki layak disumpahi. Tidak sekadar menjadi batu seperti yang sudah dialami Malin Kundang, yang hanya menjadi cerita pengantar tidur dan membuat kanak-kanak leluasa tumpahkan kencing di kasur. Melainkan, menjadi kotoran babi. Sumpah itu layak ditumpahkan. Dari mulut perempuan yang ditinggalkan kekasihnya. Dari mulut tanah yang dipenuhi tinja berbau yang ditumpahkan lelaki. Dari mulut langit karena lelaki dengan lancang acungkan  kemaluan ke arahnya. Dari mulut perempuan. Sekian ribu lelaki mati tanpa malu setelah mengambil kapak-kapak tajam dan mencingcang hati perempuan. Tanpa harga diri. Setelah mereka diam-diam menjadikan kemaluannya seperti pisau-pisau jagal tidak bersarung, karena semua daging dipandang sebagai sarungnya. Di sayat-sayat. Sampai ke hati.

***

Siang itu, seorang lelaki berbadan gemuk seperti babi. Terlihat mengencangkan ikat pinggangnya. Sedang perempuan di belakangnya mengambil baju sendiri untuk membasuh peluh di punggung lelaki ini.

Perempuan melakukan itu karena cinta. Lelaki melakukan itu karena birahi. Sepulang dari sana, aku hanya bisa bertanya dengan irama laiknya orang tolol yang tidak peduli tata bahasa.

"Kenapa kau bisa tetap lega dalam dustamu membuka-buka paha mereka?" karena kutahu, ia sudah berkali-kali berganti pasangan. Bau tubuhnya merupakan kumpulan aroma dari seribu tubuh.

"Aha, kau benar-benar tolol. Dengan ketololan sepertimu...takkan ada apa-apa yang bisa kau rasakan. Selain, melamunkan diri sendiri berpeluh di pojok-pojok kamar. Sendiri."

Kudiamkan.

"Jika kau pergunakan hati, takkan ada paha yang bisa kau sandarkan selangkanganmu! Itu saja! Jangan banyak tanya!"

***

Lalu, saat berada di sebuah mushalla. Obrolan terjadi dengan lelaki tua. Bukan tentang bagaimana bisa bicara tentang Tuhan. Tetapi tentang kemaluan.

"Ada keburukan sangat parah pada lelaki..." Ujar lelaki yang kukira sebentar lagi akan mati. Karena memang tubuhnya sudah sedemikian tuanya dan raut mukanya memperlihatkan kelelahan begitu berat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun