Mohon tunggu...
SNF FEBUI
SNF FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Badan Semi Otonom di FEB UI

Founded in 1979, Sekolah Non Formal FEB UI (SNF FEB UI) is a non-profit organization contributing towards children's education, based in Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia. One of our main activities is giving additional lessons for 5th-grade students, from various elementary schools located near Universitas Indonesia. _________________________________________________________ LINE: @snf.febui _________________________________________________________ Instagram: @snf.febui ____________________________________________________ Twitter: @snf_febui _______________________________________________________ Facebook: SNF FEB UI ____________________________________________________ Youtube: Sekolah Non Formal FEB UI ______________________________________________________ Website: snf-febui.com ______________________________________________________ SNF FEB UI 2020-2021 | Learning, Humanism, Family, Enthusiasm | #SNFWeCare

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perselingkuhan dan KDRT Orangtua: Retaknya Jembatan Masa Depan Anak

6 November 2022   19:19 Diperbarui: 6 November 2022   20:26 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada beberapa waktu belakangan ini, marak sekali kasus perselingkuhan dan KDRT ditemui di berbagai sosial media. Kasus-kasus tersebut tentu saja mendapatkan berbagai tuaian negatif dari netizen Indonesia. 

Eksposur terhadap perselingkuhan dan KDRT di publik condong mengarah kepada kedua belah pihak pasangan. Mulai dari bersimpati kepada korban hingga mencaci maki pihak yang melakukan selingkuh ataupun KDRT pada korban. Meski begitu, permasalahan terbesar dari perselingkuhan tidak berakhir pada kedua belah pihak pasangan. Lebih jauh lagi, anak merupakan permasalahan terbesar dari perselingkuhan dan KDRT.

Kehidupan seorang anak dimulai dari keluarga. Keluarga merupakan tempat pertama seorang anak berinteraksi dengan sesama manusia. Dari keluargalah seorang anak mengenal lingkungan sekitarnya, bertumbuh dan berkembang, hingga membangun suatu karakter. 

Akan tetapi, apa yang terjadi jika orang tua tidak lagi bisa dipercaya karena melakukan perselingkuhan ataupun kekerasan? Bagaimana kondisi psikologis seorang anak ketika melihat orang tuanya menjadi sosok monster yang seharusnya ia jadikan sebagai teladan?

Angka-Angka Miris di Indonesia

Menurut survei yang dilakukan oleh aplikasi pencari jodoh Justdating, Indonesia menduduki peringkat kedua di Asia dalam hal  kasus perselingkuhan terbanyak [1]. Di samping itu, berdasarkan data kekerasan terhadap perempuan dari Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan pada tahun 2020, jumlah kasus kekerasan di ranah rumah tangga menempati urutan pertama dibandingkan dengan ranah kasus kekerasan lainnya yakni sebesar 75,4 persen. Dari 11.105 kasus yang ada, sebanyak 6.555 kasus adalah kekerasan terhadap istri. Tak hanya itu, kekerasan terhadap anak perempuan juga meningkat 13 persen [2]. 

Data-data tersebut tentunya sangat miris dan menyedihkan. Kasus-kasus perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia merupakan hal yang perlu menjadi kekhawatiran dan perhatian besar bagi masyarakat. Hal ini karena kasus-kasus tersebut dapat berdampak buruk bagi keharmonisan sebuah keluarga.

Anak Sebagai Mangsa Perselingkuhan dan KDRT Orang Tua

Kekecewaan mendalam yang anak rasakan sebagai akibat dari perselingkuhan dan KDRT kedua orang tuanya dapat merambat pada dampak psikologis lainnya. Apabila seorang anak di usia dini terpaksa menyaksikan perselingkuhan atau KDRT di dalam keluarganya, tentu saja ia akan merasa kebingungan. Kebingungan ini akan merambat pada efek-efek psikologis lainnya [3]. 

Seorang anak mungkin saja merasa bahwa ia sudah tidak bisa lagi menaruh kepercayaan kepada orang tuanya. Hal ini tentu saja akan membuat dirinya membenci dan merutuki orang tuanya. Anak juga akan merasa kehilangan arah karena orang tua yang seharusnya menjadi teladan sudah tidak bisa ia percayai [4].

Tak hanya itu, sang anak akan memiliki krisis kepercayaan kepada orang lain [5]. Dengan melihat ayah atau ibunya dikhianati dan disakiti, tentunya membuat dirinya kecewa karena merasa bahwa jika kedua orang tuanya saling menyakiti maka siapapun dapat melakukan hal tersebut padanya. Hal ini akan membuatnya menarik diri dari lingkungan sebagai bentuk pertahanan (defense mechanism) dari krisis kepercayaan yang tertanam dalam dirinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun