Mohon tunggu...
SNF FEBUI
SNF FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Badan Semi Otonom di FEB UI

Founded in 1979, Sekolah Non Formal FEB UI (SNF FEB UI) is a non-profit organization contributing towards children's education, based in Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia. One of our main activities is giving additional lessons for 5th-grade students, from various elementary schools located near Universitas Indonesia. _________________________________________________________ LINE: @snf.febui _________________________________________________________ Instagram: @snf.febui ____________________________________________________ Twitter: @snf_febui _______________________________________________________ Facebook: SNF FEB UI ____________________________________________________ Youtube: Sekolah Non Formal FEB UI ______________________________________________________ Website: snf-febui.com ______________________________________________________ SNF FEB UI 2020-2021 | Learning, Humanism, Family, Enthusiasm | #SNFWeCare

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia: Inklusif atau Diskriminatif?

26 Oktober 2020   07:26 Diperbarui: 3 Juni 2021   09:03 2080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Disabilitas bukan penyakit, itu adalah identitas, jadi jangan belas kasihani mereka. Bantulah mereka seperti orang yang butuh bantuan"

- Fadillah Putra, Ketua Program Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya, Malang [1].

Cuplikan pernyataan diatas merupakan penegasan bahwa penyandang disabilitas selayaknya mendapatkan perlakuan dan fasilitas yang sama seperti mereka yang bukan penyandang disabilitas. Salah satunya dalam bidang pendidikan. 

Sejatinya, setiap anak mempunyai hak yang setara untuk mendapatkan pendidikan tanpa memandang latar belakang suku, ekonomi, agama, dan kondisi fisik. Namun, isu terkait kondisi pendidikan bagi para penyandang disabilitas di Indonesia masih awam untuk diperbincangkan.

Berdasarkan Statistik Pendidikan tahun 2018, persentase penduduk usia 5 tahun keatas penyandang disabilitas yang masih sekolah hanya 5,48%. Persentase tersebut jauh dari penduduk yang bukan penyandang disabilitas, yaitu mencapai 25,83%. 

Kesenjangan partisipasi sekolah antara penyandang disabilitas dan yang bukan disabilitas pada tahun 2018 mencerminkan problematika pendidikan yang dialami para penyandang disabilitas [2]. 

Baca juga: Hari Pendidikan Nasional, Mungkinkah Tercipta Sekolah Ramah Disabilitas?

Dilansir dari katadata.co.id, semakin tinggi umur penyandang disabilitas maka semakin rendah angka partisipasi sekolahnya (APS). APS tertinggi terjadi pada kelompok umur 7-12 tahun, yaitu sebesar 91,12%. Sementara itu, APS terendah terjadi pada kelompok umur 19-24 tahun sebesar 12,96% [3].

Padahal, secara nasional, Indonesia mengalami kemajuan dalam memenuhi hak-hak penyandang disabilitas melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menyatakan bahwa "penyandang disabilitas mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus" [4]. Hal ini terlihat kontradiktif dengan data sebelumnya yang menunjukkan rendahnya APS para pelajar disabilitas di Indonesia. 

Lalu, bagaimana realita pendidikan yang dihadapi para penyandang disabilitas di Indonesia? Seperti apakah kebijakan sistem pendidikan yang ideal untuk mengakomodasi kebutuhan anak penyandang disabilitas?

Disabilitas dan Pendidikan 

Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dan adanya hambatan  dapat menurunkan partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat (Convention on the Rights of The Child, 1989: 20). 

Maka dari itu, anak penyandang disabilitas perlu pelayanan pendidikan yang spesifik dalam rangka memenuhi haknya untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. 

Dalam praktiknya, terdapat tiga macam layanan pendidikan untuk para penyandang disabilitas di Indonesia yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Sekolah Terpadu. 

SLB adalah sekolah khusus bagi anak-anak yang memiliki jenis kelainan yang sama, contohnya SLB Tunanetra. Sedangkan SDLB adalah sekolah bagi anak-anak dengan berbagai jenis kelainan. 

Lalu, sekolah terpadu adalah sekolah reguler yang juga menerima anak-anak penyandang disabilitas dengan kurikulum, guru, fasilitas, dan proses kegiatan belajar mengajar yang sama. 

Namun, perkembangan sekolah terpadu pun hampir tidak signifikan karena selama ini hanya menampung anak tunanetra dan banyak sekolah reguler merasa keberatan menerima anak penyandang disabilitas. 

Akibat perkembangan yang kurang signifikan dari program sekolah terpadu di Indonesia, pemerintah mengembangkan sebuah program yang merupakan kelanjutan dari pendidikan terpadu yaitu konsep pendidikan inklusif. 

Pendidikan inklusif di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 dan telah diaplikasikan di Indonesia sejak tahun 2001 ketika pemerintah melakukan proyek percontohan tentang pendidikan inklusif (Nasichin, 2001). 

Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan / atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau belajar dalam lingkungan pendidikan yang sama dengan peserta didik pada umumnya (Permendiknas, 2009).

Pendidikan inklusif mengintegrasikan anak penyandang disabilitas kedalam kelas reguler di sekolah umum yang berpredikat inklusif. Dengan belajar di sekolah inklusi, anak penyandang disabilitas akan merasa bahwa dia tidak diperlakukan berbeda dari temannya yang lain. Sehingga akan meningkatkan rasa kepercayaan dirinya dan juga menumbuhkan rasa toleransi antar anak.

Baca juga: Pendidikan Inklusi dalam Sekolah Umum Apakah Efektif dan Efisien bagi Anak Disabilitas?

Realita Pendidikan Bagi Penyandang Disabilitas

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2017, hanya 18% dari 1,6 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia yang mendapatkan layanan pendidikan inklusif. Terdiri dari 115.000 anak berkebutuhan khusus belajar di SLB dan 299.000 lainnya belajar di sekolah reguler pelaksana sekolah inklusif [5]. Hal ini mengindikasikan implementasi pendidikan inklusif di Indonesia masih belum memadai disebabkan oleh beberapa kendala. 

Pertama, banyak sekolah berlabel inklusif namun belum sepenuhnya paham akan konsep inklusif (Soleh dalam VOA Indonesia, 2016). Terdapat tiga unsur penting dalam konsep sekolah inklusi yaitu guru, sistem pembelajaran, dan sarana prasarana. Guru di sekolah inklusi harus mampu menggunakan berbagai pendekatan pengajaran, bekerja secara kolaboratif dan menggunakan berbagai metode penelitian (Rouse, 2007). 

Kurangnya tenaga pengajar khusus [6] di sekolah inklusif mengharuskan sekolah tersebut untuk menugaskan guru biasa dalam mengajar anak penyandang disabilitas. Akibatnya, anak tersebut akan terhambat dalam melakukan proses pembelajarannya. 

Selanjutnya, kurikulum yang terdapat di sekolah inklusi adalah kurikulum modifikasi dari kurikulum biasa yang menjadi landasan pembelajaran dan capaian kompetensi peserta didik penyandang disabilitas [7]. 

Namun belum semua sekolah inklusi menggunakan modifikasi kurikulum ini dan masih banyak diantaranya yang bingung dalam menerapkannya. Lalu, unsur terakhir adalah fasilitas yang belum inklusif untuk para penyandang disabilitas serta masih terdapat 62 kabupaten/ kota di Indonesia yang belum memiliki SLB [8]

Kedua, stigma negatif dari masyarakat yang memandang para penyandang disabilitas sebagai kaum minoritas yang perlu belas kasihan. Penyandang disabilitas dianggap tidak bisa berdiri sendiri dan harus dibantu dalam segala aspek. 

Padahal, setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Hal ini akan mempengaruhi kondisi mental sang anak penyandang disabilitas dan orang tuanya sehingga banyak dari mereka khawatir menyekolahkan anaknya di sekolah inklusi atau lebih memilih mendidik anaknya sendiri di rumah untuk menghindari pandangan dan perkataan tidak menyenangkan dari masyarakat. 

Mewujudkan Pendidikan Inklusif

Indonesia menunjukkan keseriusannya terhadap penyandang disabilitas dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas, serta disahkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 

Komitmen ini harus diikuti dengan tindakan nyata agar esensi dari pendidikan inklusif untuk penyandang disabilitas tercapai. Terdapat tiga cara yang dapat dilakukan pemerintah agar pendidikan inklusif bukan hanya sekedar tulisan diatas kertas. 

Pertama, restrukturisasi sistem pendidikan dengan merevisi atau menghapus peraturan yang secara tersirat mendiskriminasi penyandang disabilitas seperti menghapus salah satu syarat pendaftar di SBMPTN yang harus sehat jasmani dan rohani. 

Selain itu, dengan menyediakan alternatif pendidikan informal, seperti paket A, B, dan C, sehingga mereka mempunyai sertifikat kelulusan sekolah dan dapat bekerja di sektor formal seperti orang pada umumnya [9].

Kedua, adanya pembenahan bagi sekolah berpredikat inklusif. Untuk mewujudkan lingkungan sekolah yang ramah bagi para penyandang disabilitas, maka tiga unsur penting dalam sekolah inklusi harus dibenahi. Kemampuan dalam menangani anak penyandang disabilitas diperoleh melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah. 

Pemerintah dapat memonitor pelatihan khusus untuk membekali guru di sekolah inklusi tersebut. Setiap selesai pelatihan, peserta wajib praktik langsung materi yang didapatkan dan hasil praktik akan mendapat penilaian yang nantinya diakumulasikan sebagai syarat lulus dari pelatihan ini. 

Selain itu, menyediakan lapangan kerja bagi Guru Pembimbing Khusus (GPK) sehingga tenaga pendidik berpengalaman di sekolah luar biasa dan sekolah inklusi tercukupi.

Selanjutnya, pemerintah dapat membuat kurikulum khusus bagi peserta didik penyandang disabilitas sehingga bisa mengakomodasi kebutuhan belajar mereka dan tidak perlu kesulitan menggunakan kurikulum yang sama dengan kelas reguler. 

Baca juga: Penyandang Disabilitas Cerebral Palsy Merasa Sulit Mengikuti Pembelajaran Daring di Masa Pandemi

Dalam bidang sarana prasarana, pemerintah dapat mengalokasikan anggaran untuk membangun SLB dan sekolah inklusi di tiap kota/kabupaten di Indonesia serta membangun layanan fisik ramah difabel seperti menyediakan huruf braille di buku pembelajaran atau adanya buku audio bagi peserta didik tunanetra, dan lainnya. 

Ketiga, menggalakkan sosialisasi pendidikan inklusif sehingga terbentuk pemahaman akan pentingnya partisipasi bersama dalam mewujudkan masyarakat yang inklusif. 

Dimulai dengan mengubah cara pandang terhadap penyandang disabilitas, yaitu melihat mereka sebagai manusia pada umumnya yang punya hak hidup yang sama, bukan memandang dengan belas kasihan (charity based). Dengan demikian, tidak ada lagi orang tua yang malu dan khawatir untuk menyekolahkan anaknya yang memiliki kebutuhan khusus. 

Melalui upaya-upaya tersebut, pemerintah dapat memperbaiki pelaksanaan pendidikan bagi penyandang disabilitas sebagai bentuk komitmen dalam pemenuhan kebutuhan dan hak mereka sebagai warga negara. 

Perlu dukungan dan kolaborasi yang berkesinambungan dari semua pihak yaitu pemerintah, sekolah, guru, orang tua serta lembaga yang menaungi penyandang disabilitas, demi tercapainya pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas. 

Dengan demikian, setiap anak Indonesia dapat mengembangkan potensi diri seoptimal mungkin dan tidak ada lagi diskriminasi karena keterbatasan yang dimiliki.

Oleh : Shania Rahmi | EIE 2019

Kepala Biro Jurnalistik

SNF FEB UI 2020-2021

Referensi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun