Mohon tunggu...
SNF FEBUI
SNF FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Badan Semi Otonom di FEB UI

Founded in 1979, Sekolah Non Formal FEB UI (SNF FEB UI) is a non-profit organization contributing towards children's education, based in Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia. One of our main activities is giving additional lessons for 5th-grade students, from various elementary schools located near Universitas Indonesia. _________________________________________________________ LINE: @snf.febui _________________________________________________________ Instagram: @snf.febui ____________________________________________________ Twitter: @snf_febui _______________________________________________________ Facebook: SNF FEB UI ____________________________________________________ Youtube: Sekolah Non Formal FEB UI ______________________________________________________ Website: snf-febui.com ______________________________________________________ SNF FEB UI 2020-2021 | Learning, Humanism, Family, Enthusiasm | #SNFWeCare

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ujian Nasional: Diubah atau Dihapus?

19 Februari 2020   17:02 Diperbarui: 19 Maret 2020   14:09 1583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Miranti Verdiana

Gambar 3: Siswa Dengan Persentase Siswa Bernilai < 55
Gambar 3: Siswa Dengan Persentase Siswa Bernilai < 55

Data diatas menggambarkan ada 1.697 siswa yang mendapat nilai dibawah 10%, 2.624 siswa mendapat nilai antara 10%-40%, 2.334 siswa mendapat nilai antara 40%-60%, dan 19.966 siswa mendapat nilai lebih dari 60% dari angka 55 pada UNBK 2019 tingkat SMP Negeri dan Swasta.

Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri menimbulkan berbagai jenis sikap yang berbeda-beda dari berbagai sekolah, ada yang meningkatkan kompetensi siswa dengan memberikan mereka latihan-latihan khusus, memberikan kelas tambahan selepas pulang sekolah atau di hari libur seperti sabtu. Namun sangat disayangkan, ada pula sekolah yang bersikap curang untuk meningkatkan nilai siswa di Ujian Nasional yaitu dengan membocorkan soal ujian kepada para siswa.

Seperti yang terjadi pada kasus SMP 54 Surabaya. Kepala SMP 54 Surabaya menyuruh dua orang, yaitu teknisi dan staf tata usaha untuk melakukan penyadapan pada komputer sekolah. Setelah penyadapan dan mendapat soal, soal tersebut dikerjakan oleh pihak ketiga, kemudian diberikan kepada siswa dalam bentuk kunci jawaban[10].

Besarnya anggaran negara yang digunakan untuk menyelenggarakan Ujian Nasional

Ujian Nasional diadakan setahun sekali dan diperuntukkan bagi siswa-siswi kelas 6 Sekolah Dasar (SD), siswa-siswi kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP), serta siswa-siswi kelas 3 Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat. Banyaknya jumlah sekolah di seluruh Indonesia mengartikan bahwa jumlah siswa-siswi yang akan mengikuti Ujian Nasional juga akan sangat banyak. Begitu pula kebutuhan akan kertas soal dan Lembar Jawaban Komputer (LJK) jika ujian dilakukan dengan sistem Paper Based Test (PBT), hal tersebut menyebabkan anggaran negara banyak terkuras hanya untuk menyelenggarakan UN. 

Pada tahun 2012, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan "anggaran yang kami siapkan untuk proses Ujian Nasional ini sekitar Rp.600 miliar dan anggaran itu untuk semua komponen UN". Ia juga menginformasikan, bahwa anggaran sebesar itu bukan hanya untuk biaya soal dan LJK melainkan untuk biaya mencetak soal, biaya pengawas, koreksi, dan lainnya[11].

Namun pada tahun 2019 biaya UN turun dari angka 500 miliar menjadi 210 miliar. Hal tersebut terjadi karena telah banyak sekolah yang menggunakan sistem UN berbasis komputer, dimana menjadikan biaya cetak kertas soal menurun drastis[12]. Memang benar anggaran negara yang dialokasikan untuk UN akan berkurang. Akan tetapi bisa jadi berimbas pada sekolah-sekolah, dimana mereka harus menyediakan komputer, menyewa teknisi yang ahli dalam bidang tersebut untuk mengawasi tidak ada gangguan dari sistem komputer atau jaringan internet selama UN berlangsung. Hingga pada akhirnya terjadi ketimpangan fasilitas antar sekolah.

Terbentuknya karakter dan pengembangan penalaran siswa

Pada rapat dengan komisi X di kompleks parlemen Senayan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengatakan "Satu literasi, kemampuan memahami konsep bacaan. Kedua numerasi, bukan kemampuan menghitung, tapi kemampuan mengaplikasikan konsep menghitung dalam suatu konteks abstrak dan nyata," Kamis (12/12/2019)[13].

Pernyataan diatas menggambarkan bahwa pemahaman literasi bukan hanya sebatas mampu membaca lancar atau cepat, tetapi juga pemahaman atas konsep bacaan tersebut dan maksud serta tujuan dari apa yang siswa baca. Sedangkan, maksud dari numerasi bukan hanya peng-aplikasian berdasarkan rumus tetapi juga harus mengerti bagaimana rumus tersebut dapat berfungsi dalam konteks yang berkaitan dengan kehidupan nyata dan sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun