Mohon tunggu...
Suzanna Hadi
Suzanna Hadi Mohon Tunggu... Lainnya - Maarifat

Ibu rumah tangga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ditilang Polisi di Jepang

23 Juli 2010   02:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:40 2191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai produsen kenderaan bermotor - terutama mobil - terbesar di dunia, setiap warga yang tinggal di negeri Sakura ini dapat memiliki mobil sendiri dengan mudah. Harga mobil sangat terjangkau, setiap orang yang memiliki pekerjaan akan sangat mudah untuk memperolehnya. Mobil di Jepang dapat dibeli dengan tunai ataupun kridit, baik baru maupun secondhand, dari model kuno sampai model keluaran terbaru. Tergantung keinginan dan tentu saja kemampuan keuangan. [caption id="attachment_202318" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi-Ditilang/Admin (KOMPAS.com)"][/caption] Dimanapun di dunia ini, sebelum memiliki kendaraan pribadi, apakah roda dua atau roda empat, setiap orang harusnya sudah memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) terlebih dahulu agar terhindar dari razia Polisi. Namun karena sulitnya untuk memperoleh SIM di Jepang, banyak orang yang mengenyampingkan untuk memperoleh Kartu berharga ini. Apalagi Kepolisian Jepang sangat jarang mengadakan razia kendaraan di jalan-jalan. Bukan berarti mereka tidak pernah melakukan razia, Razia biasanya dilakukan pada musim liburan, dimana banyak orang-orang yang mabuk sehabis pesta dan minum minuman keras. Hal ini dilakukan untuk menghidari terjadinya kecelakaan lalu lintas yang dapat membahayakan nyawa orang lain. Selebihnya Polisi Jepang selalu mengadakan patroli di jalan raya. Kesulitan untuk memperoleh SIM Jepang ini sudah dialami oleh banyak orang. Cerita tentang sulitnya mendapatkan SIM di Jepang sudah diketahui oleh setiap warga negara asing yang berdiam disini. Untuk mengajukan permohonan SIM saja, prosedur yang harus dilalui sudah bikin pusing kepala. Pertama SIM dari Negara masing-masing harus diterjemahkan kedalam bahasa Jepang terlebih dahulu. Ini dapat dilakukan dengan mendatangi kantor Japan Automobil Federation (JAF), yaitu instansi yang berwenang untuk menterjemahkan semua SIM yang berasal dari Negara di luar Jepang. Kantor JAF ada disetiap Prefecture (sebutan untuk provinsi di Jepang). Kalau tidak ingin repot dengan mendatangi kantor JAF, dapat dengan mengirimkan foto copy SIM serta foto copy ID card Jepang dengan melampirkan biaya untuk menterjemah ¥3.000 dan biaya perangko balasan ¥380 serta mengisi formulir permohonan yang dapat di ambil di website JAF melalui internet. Selanjutnya, harus dilihat lagi apakah SIM kendaraan roda empat yang dimiliki telah dipergunakan paling tidak 3 (tiga) bulan di Negara masing-masing. Kalau belum, lebih baik jangan coba-coba untuk mengajukan permohonan, dijamin akan ditolak. Tetapi kalau sudah memenuhi waktu tiga bulan, kemudian dapat mendatangi kantor polisi di prefecture masing-masing dengan membawa passport, ID card serta SIM roda empat dari negara masing-masing serta terjemahan SIM ke dalam bahasa Jepang. Semuanya harus asli. Kalau dokumen yang dibawa sudah lengkap dan memenuhi syarat, baru akan dilakukan test tertulis mengenai peraturan lalu lintas, dengan membayar ¥2.500, pada tahap ini biasanya setiap orang akan lulus dengan sekali test. Bahan test dibuat dalam dua bahasa, Inggris dan Jepang. Mau mengerti dengan salah satu bahasa tersebut atau tidak mengerti sama sekali, sang polisi tidak mau tahu, yang penting test multiple choice harus diisi semuanya. Soal ada 10 buah dengan waktu 10 menit, tidak boleh lebih. Seperti ujian pada umumnya, tidak ada pertanyaan yang boleh diajukan. Karena itu bagi yang tidak mengerti akan kedua bahasa tersebut, kemungkinan besar jawaban yang diberikan adalah asal nebak saja. Namun karena ada bantuan berupa gambar, sebahagian besar peserta ujian dapat melewati test ini dengan baik. Setelah selamat dari test tertulis, test drive dapat dilakukan setelahnya. Disini test yang sesungguhnya terjadi. Berdasarkan informasi dari teman-teman yang telah pernah mengikuti test drive, tidak ada satu orangpun yang dapat melalui test ini dengan sekali saja. Walaupun yang bersangkutan merasa sudah paling hebat menyetir mobil di negara masing-masing. Bisa lulus di test ke empat, sudah dapat dikatan luar biasa. Karena ada yang harus menjalani test sampai 16 kali, masih juga tidak lulus. Ongkos yang dikeluarkan untuk mengikuti test drive juga cukup besar, setiap kali test harus membayar ¥2.500, ongkos ke kantor polisi dari tempat tinggal kami sekitar  ¥2.000 sekali jalan, artinya setiap kali pergi test kami harus menyediakan uang minimal ¥7.500 tidak termasuk makan siang dan membeli minuman. Bila tidak lulus minggu ini, kita diminta untuk datang lagi pada minggu depan, artinya dalam satu bulan harus menyediakan uang sejumlah x¥30.000 (lebih kurang Rp 3 juta dengan kurs ¥1 = Rp 100,-). Kalau harus menjalani test 10 kali saja, artinya uang yang harus disediakan adalah ¥75.000. Sebuah ongkos yang tidak sedikit untuk selembar SIM kendaraan roda empat. Karena itu tidak jarang kalau kemudian banyak WNA yang nekat untuk mempunyai mobil terlebih dahulu, sambil jalan test yang sangat menguras energi, fikiran dan uang itu dilalui. Itu juga yang terjadi dengan suami saya. Dengan modal SIM A dan SIM Internasional, kami membeli sebuah mobil. Empat tahun hanya mengandalkan SIM A dan SIM Internasional, alhamdulillah kami selamat-selamat saja berkendaraan. Sampai pada suatu malam yang nahas. Hari itu, Kamis sore tanggal 20 Mei 2010, kami mendapat kabar istri seorang teman meninggal. Teman yang menelpon tersebut sangat berharap saya dapat datang malam itu juga supaya dapat ikut membantu memandikan mayat. Habis sholat magrib dan makan malam, saya dan suami berangkat ke rumah duka yang jaraknya lebih kurang 45 menit berkendaraan. Sampai jam 12.00 tengah malam, kami baru beranjak meninggalkan rumah duka. Jalan terlihat sepi. Tidak ada satupun kendaraan bermotor yang ada kecuali mobil kami. Asyik mengobrol dengan teman yang ikut pulang bersama kami, lampu lalu lintas merah yang sedang kelap-kelip tidak kami perhatikan. Suami saya tetap menjalankan mobilnya dengan kecepatan 50km/jam. Baru beberapa ratus meter dari lampu merah yang sedang kelap-kelip itu kami lalui, teman yang dudukl dibelakang memberi tahu kalau ada mobil polis yang mengikuti kami dengan lampu merah di atas kapnya menyala dan berputar-putar. Dengan reflek saya dan suami melihat dari kaca spion. Sedetik kemudian saya sudah tahu apa yang akan terjadi. Mobil kami diberhentikan oleh Polisi, dengan sopan bapak polisi menanyakan surat-surat mobil. Alhamdulillah lengkap, kemudian polisi tersebut meminta ID card dan SIM suami saya. Setelah itu, polisi tersebut mengajak kami untuk ke kantornya. Kemudi di mobil kami diambil alih si bapak polisi, sementara suami saya diminta untuk naik kemobil patroli. Dengan beriringan kami menuju ke kantor polisi. Hari telah berganti menjadi Jum'at, tanggal 21 Mei 2010, jam menunjukkan pukul 12.30 tengah malam ketika kami sampai di kantor polisi. Semua ID card dimintanya dan di foto copy. Suami saya diintrograsi di suatu kamar oleh dua orang polisi, sedangkan saya dan dua orang teman yang ikut pulang bersama kami, diminta menunggu di ruang tunggu. 15 menit kemudian, sayapun diminta ikut ke ruang intograsi. Satu polisi terus mengintrograsi suami saya, satu lagi polisi mengintograsi saya. Sampai jam 5 pagi, intrograsi baru selesai. Hasilnya kami di denda antara ¥200.000 s/d ¥300.000 (lebih kurang Rp 20 s/d Rp 30 juta), serta tidak boleh menyetir mobil selama minimal dua tahun. Keputusan finalnya akan ditentukan setelah sidang di pengadilan yang akan kami lalui dalam minggu-minggu ini. Menurut polisi kesalahan kami adalah, pada saat lampu merah sedang kelap-kelip, seharusnya mobil dihentikan sejenak, sambil melihat ke kiri dan ke kanan, itu tidak kami lakukan. Dan yang lebih fatal tentu saja karena suami saya tidak memiliki SIM yang berlaku di Negara Jepang, sementara ternyata SIM internsional yang dimiliki oleh suami saya telah habis masa berlakunya sejak tanggal 13 Januari 2010 dan ternyata SIM Internasional kularan Indonesia tidak berlaku apabila di pakai di Jepang. Karena sudah tidak boleh menyetir mobil, kami meminta bantuan teman untuk dapat mengantarkan kami pulang ke rumah. Sekarang yang harus dilakukan adalah menjual mobil, mudah-mudahan ada teman yang berminat, kalau tidak mobil itu harus dibuang ke tempat pembuangan mobil, dalam arti yang sesungguhnya, untuk itu kami harus membayar ¥10.000. Kalau tidak pajak kendaraan harus tetap kami bayar dan uang yang akan kami keluarkan jauh lebih besar dari ongkos membuang mobil itu sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun