Mohon tunggu...
Slamet Arsa Wijaya
Slamet Arsa Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Sedang berlatih mengaplikasikan kebenaran yang benar, ingin lepas juga dari ketergantungan kamuflase dan kecantikan berlipstik yang mendominasi di lingkungan kita. Sisi lainnya, ingin jadi diri sendiri dan wajib mencintai tanah air sepenuh hati dan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Romantika Jingga Gagal Senja

28 November 2020   05:08 Diperbarui: 28 November 2020   05:14 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Romantika Jingga Gagal Senja

Wajah ovalnya yang biasa ceria mendadak berengut. Cowok setianya paham jika roman seperti itu sedang ada yang mengganjal. Karto mengatakan kelelakiananya gagal jika tak bisa mengupas mendungnya. Pikirnya sebelum jadi gerimis yang mengaduk-aduk hatiya berlumpur harus dicegah. "Beib, yayang ada apa dengan sinar wajahmu kok menguap?" selidik Kartonadi.

"Terima kasih pedulimu semoga tidak lekas basi. Tapi emang gak kenapa, hanya kelilipan doang!" jawanya datar.

Waduh, sejak kapan orang kelilipan mata tapi yang memerah pipiya. Wah ini sanepa kasta tinggi, batinnya ngedumel. "Beib, apakah kau mau kalau ku beri sesuatu yang basi, tidak kan? Yang pasti matamu tetap kemilau kok. Kamu jangan merubah kodrati deh. Kelilipan itu jatah mata bukan di pori-pori wajah, ntar kena malapetaka lho?"

Perempempua itu tersentak saat mendengar kata malapetaka. "Cangkeme eh mulutnya kalau ngomong mbokyo yang adem gitu lho Mas. Emang seneng apa kalau aku kena gituan. Emang kalau aku kena gituan Mas nggak ikut repot?" tegasnya.

"Gituan apa yang tegas dong. Malapetaka maksudnya?"

"Stop, sudah jangan diulangi kata-kata itu, aku pantang!" nadanya tinggi

Hmm, asem marah soal apa ini. Sampai bilang cangkem segala. Di kalagan orang Jawa itu kata-kata kasar, untung ini Cikarang. Eh, tapi aku dan dia juga orang jawa berarti dia nggak sopan kan. Ah, ntar kalau aku protes, dua masalah melekat di wajahya. Ini aja belum terpecahkan berengut karena apa. Sudahlah nggak apa-apa toh tadi diralat, Karto berusaha tak punya problem.

Faktaya mulut itu emang artinya cangkem. Kenapa bahasa itu ada kalau diucapkan tak tepat bikin hati ngilu. Mbuhlah, tanyakan saja sama yang menciptakan bahasa. Paling ujung-ujungnya kalau terus dirunut sampai Adam Hawa. Kelamaan, Kartonadi masih uprek sendiri batinnya.

"Mas kenapa kok kamu yang berengut, jangan gitu dong. Berengut itu sedang aku pakai kenapa kau ambil dariku tak ijin?" mata Tilla mendelik melihat Karto sejenak terdiam dengan muka labil.

"Haha...siapa yang ambil, nih aku tetap ketawa kok?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun