Mohon tunggu...
Slamet Arsa Wijaya
Slamet Arsa Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Sedang berlatih mengaplikasikan kebenaran yang benar, ingin lepas juga dari ketergantungan kamuflase dan kecantikan berlipstik yang mendominasi di lingkungan kita. Sisi lainnya, ingin jadi diri sendiri dan wajib mencintai tanah air sepenuh hati dan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Noda Hitam di Secangkir Kopi Putih

17 November 2020   22:31 Diperbarui: 17 November 2020   22:47 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
via DetikHealth.com

Tapi tiba-tiba keganjilan diperoleh lagi oleh Dewanto. Lagi-lagi kalimat sepele, tetapi maknanya berat bagi sebuah kepercayaan. Sebutan Mas dan Adek sudah mereka putuskan untuk disimpan saja. Eranya panggilan sayang mereka disepakati Nanang dan Nunung atau Nang dan Nung. Ini agar unik saja tetapi menurutnya tidak lebay. Sebab, panggilan ayah bunda sudah pasaran dan abi umi pun sudah umum.

Lha kok pagi tadi bujang berusia 26 tahun itu dibuat melongo. Sesuai jejak digital jam enam pagi sekian menit ada ucapan rutin, selamat pagi. Tapi perjanjian saragosa bagai dilanggar oleh Nung. "Assalamualikum wrwb, selamat pagi mas," pesan WA Nung pada kekasihnya pagi itu.

Dewanto yang sudah berkeringat berkegiatan sejak jam enam pagi sehingga lupa buka HP membaca WA. Nah jam 9 sekian menit sambil mengangkat secangkir kopi putih baru seteguk ditaruh lagi karena panas. Nang lalu mengeluarkan HP dan membaca WA dari yayang, sebutannya sudah berubah lagi jadi "Mas". Karuan saja, tidak hanya di adukan kopi yang panas. Tetapi seketika hatinya teraduk-aduk dan melebihi panasnya kopi. Biasanya setelah ngopi terus nyarap. Tapi katanya langsung kenyang. Perutnya langsung melembung sehingga tidak lapar lagi.

Sejak kapan ada panggilan itu lagi. Dewanto saking sayangnya pada Salina sehingga cemburunya selangit. Atau emang benar ada unsur posesif seperti sering diungkapkan Salina saat dirinya ngeyel. Pokokya hati cowok yang cenderung pendiam tetapi kalau diajak ngobrol bagai air ledeng kehilangan kran, ngalir terus itu, kelihatan mutung.

"Maaf Nang itu tadi ke sent auto," balasnya sambil disertai emoji nangis dan dua tangan ditangkep menjadi satu.

Tujuannya ingin klarifikasi dan mendinginkan suasana. Tetapi dengan jwaban seperti itu justru hati Dewanto makin gelisah ingin bicara langsung. Pikirannya dengan jawaban seperti di atas, calon istrinya dikira sudah terbiasa mengirim kepada "Mas" lain, sehingga saking biasanya muncul paling awal dan oleh sistem terkirim otomatis.

Ah sayang di call lewat WA nggak diangkat. Oya telepon "gratisan" pikirnya. Call di WA pasti kalau WA sedang dipakai tetap tidak nyambung walau tetap berdering. Paling bagi penerima  panggilan hanya ada pemberitahuan call masuk, tetapi obrolan mereka tetap berlangsung damai dan aman. Dewanto pun calling lewat link berbayar, niatnya mau tabrak, Call WA pasti kalah dengan sambungan langsung. Biar nyaho mereka sedang asyiknya bicara terputus. Hmmm ternyata sami mawon alias sama saja. Makin mutung hati Dewanto. Sebab di hatinnya sudah menduga macam-macam terhadap kekasihnya yang dicurigai menyembunyikan sesuatu.

"Ayah sayang bangun, sudah siang kok masih senggar-senggur ngorok, nih kopinya super manis dan super cantik tentunya," Salinawati mencium kening Dewanto. "Ayah....bangun," suara wanita beranak satu itu mendesah lembut.

"Nung kamu lagi teleponan sama siapa...?" bentak Dewanto agak keras.

"Huss, bangun. Sudah siang masih ngelindur eh ngigau aja. Pake salah sebut lagi. Episode kita sudah ayah bunda sayang? Nang-Nung itu sudah kita simpan jadi kenangan, bersama Mas-Adek. Bangun, nih kopinya sudah ngebul harum dan gurih karena diaduk penuh cinta?" suara Salinawati serak-serak basah.

"Hehehe, yayang," Dewanto serba kikuk plus malu. Tapi bersyukur karena yang dimimpikan itu wanita yang dicintainya satu-satunya, sehingga menyebutnya "Nung", walau itu sudah jadi sebutan masa lalu. Andai yang disebut Sri, Ndari, Mai atau siapa, apa tidak menjadi malapetaka di pagi ceria itu.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun