Mohon tunggu...
Slamet Arsa Wijaya
Slamet Arsa Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Sedang berlatih mengaplikasikan kebenaran yang benar, ingin lepas juga dari ketergantungan kamuflase dan kecantikan berlipstik yang mendominasi di lingkungan kita. Sisi lainnya, ingin jadi diri sendiri dan wajib mencintai tanah air sepenuh hati dan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Demo Penolakan Omnibus Law Jilid I Sudah Lewat, Penggerak Anarkisme Siapa Tanggung Jawab?

13 Oktober 2020   14:01 Diperbarui: 13 Oktober 2020   15:42 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Faktanya hoax bukan isapan jempol. Presiden Joko Widodo menyataakn hal itu benar adanya, sehingga diandaikan tidak ada hoax situasinya tetap kondusif. Banyaknya disinformasi karena hoaks itulah diakui Presiden, membuat UUCK mendapat penolakan keras dari masyarakat. Salah satunya mengenai upah yang dibayarkan per jam. Kata presiden ada yang menyebut upah minimum dihitung per jam. Ternyata dia akui hal itu tidak benar.

Presiden menyebut sesuai informasi hoax, tidak ada perubahan pengupahan sesuai yang diatur dalam UUK 2003. Presiden justru bilang ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Yakni upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil. Di UUK 2003 masih kata presiden, tidak mengatur upah dengan satuan hasil dan waktu. Ungkap Presiden justru ada revisi UUK 2003 dengan menambahkan Pasal 88 B. Pasal 88 B ayat (1) menyebutkan, upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan atau satuan hasil. Kemudian di Pasal 88 B ayat (2) juga dijelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai upah satuan hasil dan waktu diatur dalam peraturan pemerintah (PP).

Masih soal PHK kata Presiden perusahaan bisa kapanpun melakukan PHK. Yang  benar perusahaan tidak bisa melakukannya secara sepihak. Dalam UUCK justru diatur tentang PHK yang tidak diatur di UUK 2003. Pasal 161 UUK 2003 mengatur, pengusaha dapat mem-PHK jika pekerja melakukan pelanggaran sesuai ketentuan yang diatur di perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Namun PHK baru bisa diberlakukan setelah pekerja diberikan surat peringatan hingga tiga kali secara berturut-turut. Kata Presiden pasal tersebut dihapus di UUCK tapi mengganti dengan pasal 154A huruf j yang mengatur hal serupa.

Terkait pasal 155 UUK 2003 yang dihapus melalui UUCK juga menjadi sorotan tajam. Dimana pasal tersebut mengatur PHK yang dilakukan tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial batal demi hukum. Selain itu, pasal tersebut juga mengatur perusahaan bisa melakukan skorsing terhadap pekerja yang masih dalam proses PHK, namun tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja. Menurut Presiden klausul tetap ada tetapi di hoax yang beredar katanya hak-hak tersebut dihilangkan, atau tidak belaku adanya. **

Sumber: Kompas.com, Tempo.com, TV One.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun