Mohon tunggu...
Slamet Arsa Wijaya
Slamet Arsa Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Sedang berlatih mengaplikasikan kebenaran yang benar, ingin lepas juga dari ketergantungan kamuflase dan kecantikan berlipstik yang mendominasi di lingkungan kita. Sisi lainnya, ingin jadi diri sendiri dan wajib mencintai tanah air sepenuh hati dan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Demo Penolakan Omnibus Law Jilid I Sudah Lewat, Penggerak Anarkisme Siapa Tanggung Jawab?

13 Oktober 2020   14:01 Diperbarui: 13 Oktober 2020   15:42 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Mereka juga mengungkapkan terlepas adanya hoax yang menjadi fakta dan juga mis sosialisasi dari pihak pemerintah. Kerusuhan dalam demo tersebut telah terjadi. Bahkan disinyalir ditunggangi pihak-pihak yang menginginkan keadaan makin keruh, lalu siapa bertanggung jawab atas penggerak rusuh tersebut.

Jujur hadirnya UUCK itu merugikan buruh, setuju. Kita boleh empati. Penulis juga setuju persoalan perburuhan di Indonesia, posisinya sangat lemah. Sebenarnya di era 1990-an lebih parah. Upah murah dan banyak hak buruh yang terjegal. Penulis sempat merasakan intimidasi yang kuat dari para berpihak pada perusahaan/pengusaha, siapa pun mereka. Jelasnya terjadi loss keadilan di pihak buruh. Banyak aktivis buruh menderita bahkan meregang nyawa. Seperti Marsinah karyawati Pabrik Jam, PT Catur Surya Putra, Porong-Sidoarjo. Penggerak buruh wanita itu harus berhadapan para pembela bos perusahaan yang melibatkan aparat pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama tiga hari.

Aktivis begitu gigih perjuangkan keadilan untuk sesama buruh. Posisinya bagai berada di depan mulut ular kepala dua. Perjuangannya sulit berhasil karena ada pengkhianatan. Saat demo berlangsung merasa senang, seolah mendapat banyak dukungan. Mereka dikerubuti simpatian fanatik ikut memperjuangkan hak-haknya. Ternyata para "simpastisan dan empati" sedang memperjuangkan misinya sendiri. Numpang kekuatan buruh dengan menungganginya. Baik yang pro perusahaan maupun pro buruh ujung-ujungnya duit.

Suatu ketika penulis ikut jadi tim perunding demo buruh, pihak perusahaan nyata-nyata tidak mau untungnya berkurang. Mereka menolak memenuhi tuntutan buruhnya yang besar. Hingga saat perundingan berlangsung, terucap oleh owner kalau buruh bisa membayar pengacara, perusahaan apalagi. Jelaslah, ungkapan itu menandakan adu kekuatan. Apalah arti bagi buruh. Pasti tidak apa-apanya di mata majikan. Sementara buruh hanya berharap keadilan dan nurani.

Hasilnya 370-an karyawan perusahaan logam di bilangan Cakung, Jakarta Timur pada 1996, di PHK atas ijin pihak berwenang. Dengan pesangon sesuai kebijakan perusahaan. Pastilah keputusan itu sangat nyesek. Faktanya semua simpatisme, humanisme dan keadilan yang buruh mimpikan hanya fatamorgana. Masuk akal ada sandiwara Korea. Para pemimpin oragnisasi buruh juga manusia yang butuh kesejahteraan, sementara pengurus sudah total di orgaisasi tidak lagi menjadi karyawan di suatu perusahaan.             

Kembali kepada penolakkan terhadap UUCK oleh buruh tempo hari. Bukan tak mungkin menjadi tunggangan juga. Hemat penulis peran pemerintah dan keberpihakannya masih besar. Sayangnya hoax juga begitu dahsyat mempengaruhi buruh, bahwa aturan 7 poin hak buruh yang masuk UUCK semua isinya sangat merugikan. Tentu kalau narasinya demikian pastilah mengundang hujan empati dari siapa pun.

Organisasi buruh tepat jika akan all out memperjuangkan dan dengan tegas menolak. Narasi penindasan gaya baru terjadi di abad modern ini tidak boleh terjadi. Demikian pengusaha juga tinggal diam demi kepentingannya. Bedanya mereka punya modal dan segalanya. Sisi lain duit cukup menggiurkan. Tetapi bila orientasinya imbalan, kemurnian perjuangan tetap ternoda. 

Kalau pusarannya seperti itu yang mampu mencegah memang pemerintah. Bisa jadi betul tentang pesangon yang di tentukan pada UUK/13/ 2003, sebanyak 32 bulan gaji, banyak perusahaan yang tidak mau memenuhi. Sehingga dalam UUCK pemerintah ambil jalan tengah yakni menjadi 25 bulan. Pengusaha maunya 19 bulan saja, dan pemerintah nambahi 6 bulan gaji. Kenapa ada angka 6 bulan dari pemerintah, bisa jadi perusahaan tetap kekeh maunya hanya 19 bulan saja untuk pesangon. 

Mencermati hal tersebut wajar ada kekuatiran dari buruh. Kalau pemerintah dibebani konsistenkah menepati janjinya. Tentang besaran pesangon yang mengerucut menjadi 25 bulan gaji. Bila perhitungan sesuai UUK 2003 yang tentukan 32 bulan gaji, kata Arteria Dahlan Anggota DPR Fraksi PDIP dalam acara TV One pekan lalu, mengatakan banyak perusahaan tidak sanggup penuhi angka 32 itu, sehingga dicapai kesepakatan jadi 25. 

Buruh harus terima puas atau tidak dengan jumlah itu. Kata dia memang tidak semua permintaan harus dipenuhi, tetapi didekatkan demi keseimbangan antara pengusaha dengan buruh. Namun penilain buruh jatah pengusaha yang sebesar itu pun belum tentu dipenuhi. Siapa yang menjamin perusahaan tidak ingkar dengan angka 19 bulan itu. Aturan tinggal aturan, pelaksanaanya bisa beda. Begitu pun tanggung jawab pemerintah yang 6 bulan gaji prosesnya berbelit apa tidak.

Irosnisnya saat kegundahan masih menyelinap di hati buruh, hoax pun deras mengguyur kelingahannya memainkan hati. Menyatakan semua unsur dari tujuh (7) poin hak buruh yang dimasukan dalam UUCK isinya berbanding berbalik, alias tanpa pesangon dan kerugian-kerugian lain. Otomatis karena kerugian besar mengancam, siapapun pasti terbakar emosi atas kompor dari pihak-pihak yang memanasi itu. Ditambah banyak kelompok memancing di air keruh kekacauan pun tak terelakan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun