Mohon tunggu...
Slamet Arsa Wijaya
Slamet Arsa Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Sedang berlatih mengaplikasikan kebenaran yang benar, ingin lepas juga dari ketergantungan kamuflase dan kecantikan berlipstik yang mendominasi di lingkungan kita. Sisi lainnya, ingin jadi diri sendiri dan wajib mencintai tanah air sepenuh hati dan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pilkada Serentak Tetap Dilaksanakan Sepanjang Tidak Ada Keputusan Susulan

25 September 2020   10:47 Diperbarui: 25 September 2020   10:49 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: republika online

Sebagai warga masyarakat yang suka mengikuti beragam berita di media elektronik dan media online. Tergelitik pula ingin memberikan opini atau tanggapan tentang berita yang sedang trend tersebut. Seperti momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang dijadwalkan pada 9 Desemer 2020. Jujur penulis pernah memberikan komentar pada forum diskusi di sebuah media online. Di sana penulis menyakan setuju Pilkada untuk tidak ditunda. 

Pasalnya hal ini sudah melalui tahapan dan proses panjang. Bahkan dalam forum diskusi tersebut penulis erseloroh Pilkada itu beda dengan "pilkanda" alias pemilihan janda (maaf), yang bisa ditunda kapan saja. Pilkada itu sudah disiapkan jauh-jauh hari. Dari tahapan awal yang sudah lama dan proses itu terus berjalan dari waktu ke waktu. Konsekuensinya menurut penulis itu perlu biaya tidak kecil. Soal teknis pasti bisa disesuaikan dengan keadaan. 

Bila kegiatan lain tetap bisa berjalan dengan mengikuti protokol kesehatan, sepertinya Pilkada juga bisa. Pertimbangan penulis, kalau perhelatan akbar itu ditunda, pasti akan mengurangi semangat atau greget masyarakat. Kemudian untuk membangkitkan kembali jelas tidak gratis. Artinya pasti perlu tambahan modal yang tidak kecil. Khususnya untuk para calon pasti harus menyediakan uang (ongkos) yang disediakan makin besar. 

Bahkan penulis juga ikut menyindir politisi atau komponen bangsa lain yang mengusulkan adanya penundaan. Harus mikir kalau mau mengusulkan Pilkada diundur dari jadwal. Kasihan mereka para kostestan yang sudah start jauh jauh hari. Kalau ditunda biaya pasti bertambah. Mengingat hanya satu pasang calon yang akan jadi pemenang. Tetapi seluruh calon akan sama berjuang untuk memenangi kompetisi itu. Bagi yang menang tetap akan terhibur, meski biaya besar telah dikeluarkan. Namun tidak demikian yang kalah, sebaliknya akan merenung dan mungkin menangis panjang. 

Demikian di sisi penyelenggara dalam hal ini pemerintah melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU), mungkin soal anggaran tinggal kesepakatan lagi antara pemerintah dan DPR. Jika mereka sepakat pasti digelontorkan. Tapi menurut penulis juga tetap tidak aman atau steril dari efek dan ekses negatif lainnya. Bahkan jika usulan penundaan disetujui menurut penulis, pasti lawan politik atau pihak-pihak yang berseberangan, bukan tak mungkin akan siap-siap dengan isu-isu lain akan digodok untuk mengusili. 

Bisa jadi kata-kata gagal, gak becus, dll dll itulah yang akan terus digoreng berhari-hari. Dengan komentar-komentar pedas dari masyarakat yang juga tak memihak pemerintah, bisa jadi terus bermunculan hoax dan bahkan fitnah dengan mendiskreditkan pihak lawan. Intinya penulis sebagai warga masyarakat setuju Pilkada tidak ditunda. Harapan penulis tetap sukses, karena SDM dan infrastruktur yang dimiliki sudah lengkap dan pastinya sudah berpengalaman. 

Perihal kukuatiran akan terjadi penumpukan pemilih di tempat pemungutan suara tidak terjadi asal diantisipasi. Ini telah menjadi pengalaman penulis yang sudah berkali-kali menjadi panitia pemilihan pemungutan suara (KPPS). Dengan menyediakan kursi seganyak 20 buah tidak serta merta penuh. Hanya saat pagi saja sekitar 50% yang terisi. Hal tersebut dalam kondisi nornal, apalagi sekarang masyarakat sudah sadar, pasti akan datang bergiliran dan tidak mau berkerumun. 

Kemungkinan yang sulit diantisipasi soal kerumunan adalah saat kampanye. Tetapi ini juga sudah diantisipasi oleh aturan yang terutama sesuai protokol lesehatan. Untuk menjaga aturan itu dipatuhi juga sudah diterbitkan Maklumat Kapolri yang intinya untuk yang melanggar protokol kesehatan akan diproses sesuai hukum atau aturan yang berlaku. Mengingat hukum yang tertinggi yang wajib dilaksanakan dan dipatuhi dimasa Covid-19 ini adalah tentang kesehatan. Jadi jika penjaga aturan tegas dan sangsinya juga berat, masyarakat pasti akan mematuhi aturan sesuai hukum yang berlaku.   

Kembali lagi ke soal penulis sebagai insan yang terus bergerak pula pemikirannya, melihat makin hari makin santer pihak-pihak yang mengusulkan penundaan dengan beragam argumen. Dengan mempertimbangkan kesehatan lebih utama karena Covid-19 ,faktanya masih membahayakan. Meskipun ada yang menganalogikan Pidato Presiden Joko Widodo di forum PBB secara virtual di Istana Bogor, Rabu (23/9) diindikasikan Pilkada akan ditunda. Meskipun pada 21 September masih ditegaskan Bapak Presiden melalui Jubirnya Fadjroel Rahman kepada wartawan (Kompas.com, 21/9), bahwa penyelenggaraan Pilkada 2020 tidak ditunda dan tetap sesuai jadwal pada 9 Desember 2020. Kata Presiden langkah tegas pemerintah diambil demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih, dan hak memilih.

suara.com
suara.com
Kata Rahman, pilkada harus dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan ketat dan disertai penegakkan hukum sanksi tegas agar tidak terjadi klaster baru pilkada. Menurutnya, Presiden Jokowi telah menegaskan tetap melakukan Pilkada Serentak 2020 sesuai jadwal secara aman dan demokratis, tanpa opsi adanya penundaan kembali. Pertimbangan Presiden lanjut Fadjroel, penyelenggaraan pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir. Kata Presiden, tidak satu negara pun tahu kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Sehingga pelaksanaan Pilkada harus dengan protokol kesehatan ketat agar tetap aman dan demokratis.

Keberanian Presiden yang tetap kekeh kata juru bicara, karena di sejumlah negara juga telah melakukan Pemilu juga bisa berjalan cukup tertib. Misanya di Singapura, Jerman, Perancis dan Korea Selatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun