Mohon tunggu...
Slamet Arsa Wijaya
Slamet Arsa Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Sedang berlatih mengaplikasikan kebenaran yang benar, ingin lepas juga dari ketergantungan kamuflase dan kecantikan berlipstik yang mendominasi di lingkungan kita. Sisi lainnya, ingin jadi diri sendiri dan wajib mencintai tanah air sepenuh hati dan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bagi Petani Kopi di Masa Pandemi yang Terasa Pahitnya, Mereka pun Meminta Gula agar Kembali Manis

24 September 2020   09:40 Diperbarui: 24 September 2020   09:48 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sulit untuk mencari orang Indonesia yang tidak kenal kopi. Sama tak mudahnya mencari orang yang juga tidak suka kopi. Klop bumi penyuka kopi berjibun tumbuh kopi. Kalau ada perang dunia ketiga dengan bersenjatakan kopi, pasti Indonesia menang. Atau paling tidak sulit tuk dikalahkan. Uniknya lagi tanaman kopi ini dikuasai oleh rakyat. Jadi kalau perkopian kita berkembang, potensi kemakmuran rakyat juga terselamatkan. Intinya perkebunan swasta yang mengolah kopi tidak luas. Demikian PT Perkebunan Kopi milik negara juga lebih sedikit lagi. Mau bukti?

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018, kita memiliki lahan kopi seluas 1,25 juta hektare, sebanyak 96,6% dikuasai perkebunan rakyat (petani mikro dan kecil), hanya 2,02% perkebunan swasta dan 1,86% oleh perkebunan besar milik negara. Tepat jika kopi menjadi salah satu komoditi prioritas dalam pengembangan Koperasi dan UMKM. Tamanan ini banyak melibatkan pelaku usaha mikro. Jumlahnya mencapai 1,3 juta petani atau menempati urutan nomor 4 di dunia setelah Vietnam dan Ethiopia.

Sayangnya, akibat krisis ekonomi yang disebabkan oleh Covid-19 ikut pula kopi tak tampak manisnya tapi pahitnya yang terasakan. Petani kopi mengalami ketersendatan penghasilan karena kemerosotan jualannya, baik di dalam negeri maupun ekspor. Hal inilah yang juga diungkapkan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, dalam Webinar yang bertema "Solusi Penyerapan dan Pembiayaan Kopi di Tengah Pandemi" di Jakarta, Rabu (23/9).

Menurut Teten, para petani kopi sangat terdampak akibat pandemi Covid-19. Meskipun produksi kopi tinggi, tetap terdapat kendala akibat daya serapnya menurun. Lanjut Teten, ini karena dilatarbelakangi pemahaman banyaknya komoditi pangan yang tidak terserap. Daya beli turun dan ekspor juga turun. "Kami melihat salah satunya kopi, padahal produksinya sedang baik. Tetapi karena dilanda pandemi jadi penyerapan ikut terganggu," tegasnya.

kumparan.com
kumparan.com
Seperti disinggung di atas, webinar tersebut mencari solusi untuk membantu petani kopi yang notaabene para pelaku UMKM. Nara sumber yang hadir pun dari pimpinan daerah yang memiliki petani kopi dan juga lembaga pembiayaan. Atau lembaga yang bisa membantu petani dengan memberikan modal kerja. 

Mereka adalah Direktur Utama Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir -- Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) Supomo, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Plt. Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Atase Perdagangan KBRI Kairo Imam Adi Purwanto, Direktur Bisnis Kecil, Ritel dan Menengah BRI Priyastomo, dan pengurus koperasi maupun pengusaha kopi seluruh Indonesia.

Lembaga Teten Masduki sebagai yang paling bertanggung jawab, mengaku telah berupaya dan terus mendorong para petani dengan memperkuat kelembagaannya. Yaitu meminta mereka membentuk koperasi. Dengan berkoperasi kata dia, bisa menjadi satu solusi atasi permasalahan petani kopi. Paling tidak, kopi petani bisa terjual dan bagi pelaku usahanya dapat meminjam dana untuk modal kerja.

Selain itu pihak Teten juga akan terus mendorong agar di setiap daerah, petani kopi bergabung di koperasi. Hal ini ia mengaku mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo untuk memperkuat koperasi pangan dan produksi, Terutama di sektor pertanian, perikanan dan perkebunan. "Kopi merupakan salah satu keunggulan domestik, jadi kita perkuat kelembagaannya," tandasnya.

Imbuh Teten, jika sudah berkoperasi maka akan dapat perkuatan modal dari LPDB-KUMKM. Tepatnya, lembaga tersebut akan menjadi off taker (pembeli barang) produk pertanian. Dengan demikian kata Teten akan terdapat perlindungan dari sisi pasar, karena produk akan dibeli koperasi.

Solusi lainnya, pihaknya akan berkomunikasi dengan Kementerian Pertanian dalam penyediaan bibit unggul dan penyuluhan. Menurut Teten, kualitas bibit dan penanaman perlu ditingkatkan. Dengan mengintegrasikan pada Kementerian Pertanian (Kementan), maka petani akan dapat penyuluhan dan penyediaan bibit unggul. Jadi dampaknya akan meningkatkan perbaikan kesejahteraan petani, begitu tutur Teten. .

Senada dengan Teten, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi juga menceritakan, bahwa di wilayahnya terdapat tiga (3) produk unggulan yaitu lada, kopi, dan kakao. Produksi Kopi kata dia, pada 2019 mencapai 110.264 Ton, dengan luas lahan 156.821 Ha. Lampung juga penghasil kopi terbesar ke- 2 di Indonesia. Dari jumlah panen tersebut 99,97 % produksi kopi jenis Kopi Robusta. Selain itu pihaknya akan mendorong para petani kopi menggunakan lahan pertanian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun