Mohon tunggu...
Clarenza A
Clarenza A Mohon Tunggu... Sales - Writer and creator

Belajar memaknai / Twitter @skyclarrr

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Berbagi Karya Zaman Dulu vs Zaman Sekarang

12 Januari 2018   20:24 Diperbarui: 12 Januari 2018   20:31 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pinterest.com


"Nggak semua orang itu kreatif" adalah kalimat bermakna pesimis dan sayangnya, banyak orang percaya dengan kalimat tersebut. Hidup di era dimana perkembangan teknologi lagi melejit-melejitnya, saya merasakan perbedaan yang cukup terasa dalam hal berkarya zaman dulu dan zaman sekarang. Flashback ke tahun 2006-2008, waktu itu saya masih SD dan belum mengenal yang namanya internet. 

Apalagi waktu itu ibu saya tidak memiliki gadget yang bisa digunakan untuk mengakses internet seperti laptop, android, atau smartphone. Satu-satunya media untuk berkarya saya adalah kertas. Saya menggambar komik, melukis kartun, sampai menulis mini novel saya di buku tulis. 

Dalam seminggu saya bisa menghabiskan 2 buku gambar seukuran A3 karena saking sukanya dengan menggambar. Ingin waktu itu menunjukan karya saya kepada banyak orang, tapi apa daya tidak ada media yang bisa saya gunakan untuk menyebarkan ide kreatif milik seorang bocah SD. 

Lalu tibalah tahun sekitaar 2011 sekarang. Tahun 2011 saya mulai memiliki facebok. Tahun 2012 saya mulai membuat akun twitter. Tahun 2013 saya memposting foto saya pertama kali di Instagram. Saat-saat itulah zaman ketika kreatifitas bisa disebarkan dengan mudah. 

Saya suka mengedit foto di Facebook pada tahun 2011. Hasil editan saya kemudian digunakan teman saya menjadi profil picturenya pada saat itu. Dari situ saya merasakan bahwa berkarya, mengerjakan ide adalah kegiatan yang sangat menyenangkan. Kemudian Twitter. Tweet-tweet saya dulu berisi quotes-quotes yang saya buat sendiri. Saya rangkai kata-kata menjadi sebuah kalimat bermakna berjumlah 140 karakter. 

Dari Twitter saya bisa mengekspresikan passion dan hobi dalam menulis dan storytelling. Berbeda ketika zaman 2008 dimana saya menulis di sebuah buku yang hanya diri saya sendiri saja yang mengetahuinya. Tahun 2013 ketika saya punya Instagram untuk pertama kali, tidak ada yang istimewa pada saat itu. Follower nggak ada tapi following bejibun ( Hayo siapa pernah begini?). 

Coba-coba berhadiah saya posting foto perdana di akun saya yaitu foto pohon dengan matahari bersembunyi dibaliknya dan dengan caption yang mengandung hastag, eh nggak tahunya tiba-tiba ada yang nge-like! Lalu tak berselang lama beberapa orang mulai mem-follow saya. Dengan kegirangan saya mulai memposting hasil jepretan saya di Instagram sampai sekarang. Betapa mudahnya menyebarkan karya di social media, pikir saya waktu itu. Dan di tahun 2017 saya juga memulai membuat video-video kreatif di youtube dan instagram. 

Hal-hal yang sedang happening saat ini membuat saya rindu dengan  masa lalu tepatnya tahun-tahun saya belum mengenal internet dan gadget. Dimana saya masih seorang anak kecil yang menggambar di buku tulis bukan di windows paint. Zaman dimana masih sulit untuk berbagi pikiran dan berekspresi. 

Kids jaman dulu pasti jago menggunakan ini (dokpri)
Kids jaman dulu pasti jago menggunakan ini (dokpri)

Nah, mumpung masih ada dan hidup di era digital yang lagi gila dan naik daun sekarang ini, saya akan berkarya terus. Entah menulis, memotret, membuat video, menggambar, atau menjual sesuatu yang bernilai jual. Kalau katanya Bobby Solomon, sih begini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun