Mohon tunggu...
Nabila
Nabila Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance writer

Writing is the cathartic escape that untangles the web of thoughts and emotions, freeing the mind from the thorns of confusion and anxiety.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Politik dan Pemerintahan Timur Tengah: Prisma 1978, Bloomberg, & The Economist

17 Agustus 2022   12:34 Diperbarui: 17 Agustus 2022   12:40 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

BAGIAN SATU: PENJELASAN

Dalam Prisma tahun 1978 oleh Abdurrachman Wahid menjelaskan mengenai Kawasan Timur Tengah yang disebut sebagai sebuah panorama pertentangan tanpa jeda. Manifestasi nyata dari pertentangan yang berlangsung secara menetap ini dapat dilihat dalam dua pernyataan, ialah: Fungsi dari kawasan Timur tengah yang kerap menjadi wadah/tempat berkonflik negara-negara superpowers dan sebagai wadah konflik ideologis antar negara-negara dan bangsa-bangsa. Seperti contohnya ialah sengketa Arab-Israel yang telah berlangsung puluhan tahun lamanya dengan adanya campur tangan superpowers yang mulanya terjadi perbenturan kepentingan antara berbagai pihak yang tidak hanya membawa akibat-akibat praktis-operatif, tetapi membawa akibat yang bersifat fundamental bagi kawasan. 

Bukti nyata dijelaskan pula dalam Prisma tahun 1978 dimana Syria mengalami perubahan kenegaraan dua kali yang akhir tahun-tahun lima puluhan melebur dalam fusi dengan Mesir dan Yaman Utara (bernama Republik Arab Persatuan), belasan tahun kemudian fusi tersebut bubar dan Syiria membentuk uni baru dengan Iraq yang tidak diketahui berbentuk federasi atau fusi. Bukan hanya pergolakan antara superpowers, Timur tengah juga banyak mengalami pertentangan ideologis antara nasionalis, marxis, dan monarki absolut. 

Konfrontasi antara ideologi dan fundamentalisme agama pun juga sering terjadi. Selain itu, ada pula pertentangan senjata dan ras sehingga membuat identitas kawasan menjadi lemah. Dari penggambaran Timur Tengah sebagai sebuah wadah konflik antara superpowers dan konflik ideologi, jelas bahwa pergolakan memang menjadi watak utama dari perkembangan keadaan kawasan selama beberapa dasawarsa tersebut. Meski pada permukaannya konflik tersebut dilandasi oleh kepentingan politik, namun kenyataannya masih ada faktor lain seperti sosial-ekonomi dan sosial-budaya yang ikut memengaruhi.

Sementara dari Bloomberg dan The Economist, lebih banyak menyoroti tentang konflik Arab Saudi dan Rusia terkait perang harga minyak. Konflik ini bermula saat OPEC dan OPEC+ melakukan pertemuan untuk mendiskusikan terkait produksi minyak di tengah wabah coronavirus. Arab Saudi kemudian memberikan gagasan ide mengenai penurunan harga produksi minyak sebab permintaan akan minyak kerap menurun oleh karena penyebaran wabah yang mendunia. 

Rusia yang saat itu diwakilkan oleh Alexander Novak, menyatakan keberatan dan menolak gagasan ide dari Arab Saudi yang lantas membentuk gertakan dari Arab Saudi untuk menurunkan harga minyak dan membuat pasar ekonomi jatuh. Dilansir dari Kontan Internasional, alasan mengapa Rusia tidak setuju memangkas produksi ialah karena: "Rusia mengatakan ingin melihat dampak penuh dari virus corona pada permintaan minyak sebelum mengambil tindakan. Tetapi Moskow juga ingin menguji industri serpih AS. Rusia percaya bahwa memotong output hanya akan memberikan garis hidup ke sektor yang pertumbuhannya telah mengubah AS menjadi produsen minyak terbesar di dunia, dan mendapatkan pelanggan dengan biaya yang dikeluarkan oleh Rusia." Bagi Arab Saudi yang proses produksinya tergolong murah, jelas hal tersebut tidak akan membahayakan perekonomian negaranya. Akan tetapi, bagi negara-negara yang masih bergantung dengan minyak seperti Nigeria dan Angola, hal tersebut akan membuat negara-negara kesulitan dalam ekonomi.

BAGIAN DUA: ANALISIS

Dari banyak kasus yang terjadi di kawasan Timur Tengah, penulis setidaknya dapat menyimpulkan beberapa poin penting yang dapat diambil oleh Indonesia, yaitu: Dominasi negara superpowers dan kepentingan politik-ekonomi, Indonesia tidak terlepas dari apa yang mereka sebut dengan dominasi negara-negara superpowers. 

Tak jauh berbeda dari Timur Tengah, Indonesia juga berada di tengah-tengah negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Uni Soviet yang sekarang ini Rusia, dan bahkan Republik Rakyat Tiongkok sebagai negara besar pendatang baru yang mereka sebut sebagai Macan Asia. Dalam Prisma tahun 1978 sedikitnya dijelaskan bagaimana kedatangan negara-negara superpowers ini tidak sekadar dilandasi oleh keinginan untuk beraliansi atau membantu negara-negara di kawasan Timur Tengah yang sedang berkonflik, melainkan ada tujuan politik yang disalurkan dengan bantuan seperti militer atau pendapat tentang strategi pada masa itu. Bahkan, setelah puluhan tahun lamanya, kawasan Timur Tengah tidak benar-benar lepas dari genggam kuasa superpowers yang kemudian bertransformasi menjadi politik-ekonomi. 

Keputusan Alexander Novak menolak ide yang digagas oleh Arab Saudi, kemudian menciptakan pergolakan harga minyak; atau yang kini kerap disebut sebagai perang harga minyak. Dengan menggunakan teori pengambilan keputusan dimana keputusan A akan melahirkan aksi B, dan aksi B akan melahirkan keputusan C. Tindakan Arab Saudi sebagai de facto pemimpin OPEC yang menggagas ide untuk menurunkan harga produksi minyak di tengah-tengah wabah coronavirus ini, membentuk respons dari Rusia yang menolak gagasan ide tersebut. Penolakan tersebut kemudian meningkatkan tensi antara kedua negara yang tergabung dalam OPEC itu. 

Arab Saudi lalu mengumumkan bahwa mereka menurunkan harga minyak mentah besar-besaran, mengakibatkan banyak negara yang masih ketergantungan dengan minyak terkejut dan bingung. Keputusan Rusia untuk menolak jelas dilandasi oleh alasan konkrit, karena Arab Saudi tidak begitu memakan banyak biaya dalam memproduksi minyak. Berbeda dengan negara-negara lain yang bilamana minyak turun, maka negara-negara tersebut tidak mendapatkan untung. Rusia juga berpendapat bahwa penurunan harga minyak tersebut hanya akan menguntungkan pihak Amerika Serikat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun