Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Haruskah Megawati Menyindir KAMI?

27 Agustus 2020   15:50 Diperbarui: 27 Agustus 2020   15:53 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seharusnya, Megawati cukup peka dan punya rasa dan hati dengan kondisi ini. Jangan mentang-mentang partainya sedang di atas angin, menguasai negeri ini, semua pemerintahan dari pusat sampai daerah juga dikuasai oleh pemimpin dan pejabat dari partainya, maka sikapnya jadi seperti yang paling punya NKRI.

Bagaimana kalau nantinya rakyat, benar-benar mulai meninggalkan partai ini karena sekarang rakyat juga sudah cerdas. Namun, penderitaan dan kemiskinan memang akan menjadi kendala utama untuk rakyat berpikir logis, sebab kebutuhan perut tetap nomor satu, jadi saat suaranya dibutuhkan dalam Pilkada sampai Pilpres oleh para elite partai karena ada yang memberikan "sesuatu", tentu rakyat jelata tak dapat berkutik.

Kembali kepada sindiran Megawati karena menganggap banyak yang ingin jadi presiden, lucunya, Megawati sendiri malah mengatakan, jika nama-nama yang tergabung dalam KAMI itu ingin mencalonkan diri menjadi orang nomor 1 di Indonesia, tentu harus didukung oleh partai politik. Presiden RI ke-5 itu menyebut begitulah aturan pencalonan di pilpres.

"Peraturan di republik ini, tata kenegaraan, tata pemerintahan, termasuk yang namanya pilkada dan pemilu, maka seseorang harus mencari partai, dukungan, usungan," tuturnya.

Bahkan, Megawati juga menyebut bahwa masih ada jalur independen untuk mencalonkan diri. Jalur independen artinya tidak punya kawan di parlemen.

"Banyak orang yang tidak berpartai mencoba masuk lewat independen. Tidak ada salahnya, hanya jangan lupa, independen kalau jadi dia tidak punya fraksi lho. Jadi bagaimana kalau akan bicarakan namanya pemerintahan di daerah, kan harus ada toh pemerintahan melalui bupati/wali kota/gubernur, kan harus bicara dengan DPRD I atau nasional," sebut Megawati.

Megawati  pun menyarankan agar KAMI membentuk partai politik saja.
"Saya itu mikir, lah daripada bikin KAMI seperti itu, kenapa ya nggak dulu bikin partai ya," ungkap Megawati.

Sejatinya, apa yang diungkapkan baik dalam sindiran maupun ungkapan verbalnya, mengapa seorang Megawati harus menyikapi KAMI sampai seperti demikian?

Andai Megawati bukan dalam posisi sebagai pemimpin partai yang sedang berkuasa di negeri ini, yakin dia tak akan bicara seperti itu. Namun, dengan Megawati membicarakan KAMI, jadi semakin benderang, bahwa sebenarnya hadirnya KAMI sedang berhadapan dengan siapa di Republik ini.

Sebelum sindiran Megawati, sebetulnya KAMI telah lebih dulu memberikan penjelasan melalui Ketua Komite Eksekutifnya, Ahmad Yani yang menyebut bahwa deklarasi dari Gatot Nurmantyo cs itu adalah gerakan moral.

"Dalam dunia demokrasi itu tidak hanya sekadar partai politik, ada juga civil society dan sebagainya. Jangankan jadi partai politik, jadi ormas pun kita belum ada pikiran dari para deklarator. Ini kan gerakan moral politik atau sosial kontrol," kata Ahmad Yani kepada wartawan, Kamis (20/8/2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun