Ancaman pidana itu diatur dalam Pasal 24 huruf c yang isinya:
Mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam dengan ketentuan pidana Pasal 67 huruf b. Isinya, apabila dengan sengaja mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c, maka dapat dipidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 100 juta.
Ancaman hukuman sesuai UU tersebut, mungkin banyak masyarakat yang hingga kini masih belum tahu. Namun, bagi pemerintah dan aparatnya yang tahu, mengapa kejadian yang sudah bertahun-tahun masyarakat abai terhadap pengibaran bendera merah putih terus dibiarkan oleh pemerintah dan aparat. Padahal UU-nya saja sudah lahir pada 2009.
Jadi, sudah berapa periode kepemimpinan bangsa ini, masyarakatnya terus dibiarkan hilang rasa memiliki dan bangga atas Indonesia terutama dengan bendera merah putih sebagai lambang NKRI.
Pemerintah tanpa disadari, telah membiarkan masyarakat tak mencintai bendera merah putih. Membiarkan masyarakat bebas memasang atau tidak, meski sudah ada UU yang mengaturnya.
Ini soal bendera, sangat vital sebagai identitas bangsa. Mengapa kejadian pengabaian pengibaran bendera merah putih oleh masyarakat terus dibiarkan?
Apakah kira-kira masyarakat juga memang sengaja dan abai tidak memasang bendera merah putih sesuai aturan UU yang ada, karena kecewa dengan para pemimpin bangsa ini, pemerintahan bangsa ini?
Bila jawabnya ya, momentum pengibaran bendera yang masih diabaikan warga, juga wajib menjadi introspeksi pemimpin dan pemerintah. Bahwa masyarakat juga menilai pemerintah abai terhadap mereka.
Bila pemerintah dan aparat tidak bertindak dan tidak tegas, serta mendisipilinkan warga, maka percuma perayaan HUT RI, sebab warga semakin jauh dari mencintai NKRI.
Bila pemasangan bendera sekadar imbauan seperti yang diungkap oleh menterinya Jokowi, lihat saja, hingga 17 Agustus 2020 pun, masih akan banyak warga yang tak mengibarkan bendera.
Jadi, untuk masalah pengibaran bendera, wajib ada tindakan tegas yang masif. Ada sosialisasi UU-nya, ada patroli dan pemantauan di lingkungan masyarakat dari tingkat RT dan seterusnya.
Libatkan, fungsikan RT, RW, lurah, bhabinkamtibmas, dan babinsa serta potensi masyarakat (Potmas), agar bendera merah putih benar-benar berkibar di depan setiap rumah warga. Data berapa warga yang tak mampu beli bendera, lalu berikan bantuan atau subsidi silang dan berbagai cara lainnya.