Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menjamurnya Sepeda Mahal dan "Sense of Crisis" di Tengah Derita Rakyat

9 Juli 2020   21:42 Diperbarui: 9 Juli 2020   22:18 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamis, (9/7/2020) ternyata kasus Covid-19 di nusantara kembali memecahkan rekor. Berdasarakan siaran yang disampaikan jubir pemerintah, Achmad Yurianto dalam konferensi pers dari Graha BNPB, diketahui ada penambahan 2.657 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.Catatan ini adalah rekor kasus tertinggi ketiga setelah catatan kasus pada tanggal 2 dan 8 Juli 2020 di Indonesia.

Namun demikian, saya tidak akan membahas lagi menyoal kebenaran laporan data kasus yang disampaikan Yurianto, sebab masyarakat sudah abai dan tak lagi ambil pusing, meski kini WHO sudah mengakui virus corona menyebar melalui udara sambil menunggu pembuktian yang valid oleh para pakar dari 32 negara.

Karena tetap abai dan cueknya masyarakat Indonesia, sebab sejak awal pemerintah sendiri yang tidak terbuka dan tidak jujur dengan laporan kasus corona, maka bila Kamis ini kasus yang dilaporkan melejit hingga mendekati tigaribuan, dan apakah data itu benar atau rekayasa, yakin masyarakat tetap tidak akan terpengaruh dan menjadi takut, dan tetap saja akan menjalankan kehidupan dan aktivitas secara normal seperti biasa.

Yang lebih menarik dari kasus corona yang datanya sudah tak dipercaya masyarakat ini, gaya hidup masyarakat +62 ternyata bergeser drastis, yaitu menjadi "pesepeda".

Kini, semua masyarakat dari rakyat biasa hingga rakyat "tak biasa" semua menjadi gandrung dengan sepeda.

Ironisnya, gandrung menjadi pesepeda ini, sangat kontradiksi dengan kondisi perekonomian masyarakat pada umumnya.

Di tengah ekonomi yang terpuruk, sektor informal "mati suri", rakyat bahkan banyak yang "ribut" menyoal bantuan sosial (bansos) yang salah sasaran dan lainnya, untuk makan saja susah, tetapi gabdrungnya masyarakat kepada sepeda, seolah mengalahkan logika.

Di saat sebagian masyarakat kesusahan, untuk membeli beras satu liter saja susah, tapi sepeda dengan harga lebih mahal dari motor dan mobil pun berseliweran di seluruh jalan-jalan penjuru negeri ini.

Harga sepeda standar saja kini tidak ada yang harganya murah. Membeli sepeda bekas di toko sepeda saja harga juga sudah hampir sama dengan sepeda baru merek lokal.

Bayangkan, berapa liter beras dapat dibeli oleh masyarakat bila dibandingkan dengam harga sepede seken yang paling murah sekalipun. Apalagi sepeda bermerek lokal maupun buatan mancanegara, yang kini ditunggangi para orang "kaya/selebreritis", kira-kira bisa dapat berapa truk beras dan dapat memberi makan berapa rakyat?

Entah, sejatinya apa yang ada di pikiran masyarakat kita. Sangat mudah terbawa suasana dan situasi. Seperti tidak punya pendirian, tetapi malah latah dan  ikut-ikutan dan demi gengsi dan gaya hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun