Jelas hal ini sangat jauh dari profesionalitas. Menyoal subsidi klub yang seharusnya sebesar Rp. 5.25 miliar, ternyata PT LIB baru membayar Rp 500 juta. Bahkan kabarnya, dana yang dibayarkan hasil talangan dari stasiun televisi, sehingga PT LIB baru bayar ke stasiun tersebut sebesar Rp 20 miliar.
Terkait soal subsidi, bahkan PT LIB juga sempat bersurat kepada PSSI, yaitu surat bernomor: 187/LIB-COR/V/2020, menyoal permintaan pengurangan subsidi kepada klub, klub Liga 1 dari Rp 520 juta menjadi, Rp 350 juta, dan klub Liga 2 dari Rp 250 juta menjadi Rp 100 juta. Selain itu, PSSI juga menyebut ada sosok yang selama ini menjadi sumber masalah bagi hubungan PSSI dan PT LIB. Siapa kah dia? Nanti publik akan tahu.
Namun, PSSI menolak melalui surat bernomor: 1098/UDN/135/V-2020. Akibat hal ini, ada klub yang direksinya sampai sudah menggadaikan BPKB untuk mengatasi keuangannya, dan ada klub yang juga sudah mengajukan tuntutan ke ranah hukum karena subsidi PT LIB macet dan tidak dapat menggaji pemain.Â
Dengan demikian, juga membuka mata, bahwa sejatinya klub-klub di Indonesia juga masih belum mampu hidup mandiri, karena masih sangat bergantung pada subsidi.Â
Seharusnya sepak bola nasional yang sudah menjadi industri, di tangan PT LIB, bila dinakhodai dengan benar dan profesional, sepak bola nasional itu=uang. Tetapi, di tangan para pejabat yang mengundurkan diri, persoalan rugi laba menjadi sangat berantakan, sebab mereka tak memiliki strategi dan planning yang benar.Â
Selain masalah bobroknya pengendalian PT LIB, dalam meeting juga mengemuka dan dorongan kandidat untuk mengisi pejabat LIB seperti Ferry Paulus, Maruarar Sirait dan Reza Lubis.Â
Menurut pihak PSSI, andai PT LIB dikendalikan oleh anak-anak muda macam Ahmad Syauqi Soeratno (Syauqi/ASS), Rezza Mahaputra Lubis (Rezza/RML), Aldi Karmawan (Aldi/AL), dan Budi Setiawan (Budi/BS), PT LIB akan moncer.Â
Nasi sudah menjadi bubur, dengan kondisi ini, biarlah PT LIB mencari solusi sendiri dan empat anak muda tersebut lebih baik bergabung di PSSI.Â
Kira-kira siapa yang akan duduk menjadi direktur dan komisaris baru di PT LIB dan persoalan tunggakan subsidi klub teratasi?Â
Hanya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dapat menentukannya. Andai saja, sejak awal hubungan PSSI dan PT LIB mesra, dan para punggawa di PT LIB kompeten, profesional, dan tidak rangkap jabatan, yakin nasib klub tidak akan seperti sekarang.