Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menghargai Kritik, Saran, dan Masukan

5 April 2020   09:06 Diperbarui: 5 April 2020   09:36 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: doc.Supartono JW

Betapapun kita menganggap diri kita paling hebat, paling bijak, paling benar, dan paling-paling lainnya, itu semua hanya subyektifitas, perasaan, dan sejenisnya. 

Sebab, pada faktanya, keadaan kita yang sebenarnya, bila sudah terkait dengan pihak lain, orang lain, masyarakat, negara lain, dunia lain, maka merekalah teropong dan penilai sebenarnya tentang diri kita, siapa kita. 

Terkait hal tersebut, dalam kisah perjalanan pandemi corona di dunia, dan seharusnya Indonesia dapat menjadi negara yang menolak dan mencekal kehadirannya, kini justru dianggap menjadi negara yang paling lemah dalam hal pencegahan, penanganan, dan antisipasi pandemi covid 19 (PPADC19). 

Padahal saat corona sudah merebak ke ratusan negara, Indonesia masih perawan dalam virus ini. Kecerobohan dan menganggap enteng akan pandemi corona ini, maka Indonesia dapat dibaca dunia sebagai negara yang tak menghargai kritik, saran, dan masukan. Maka pantas saja ada rakyat yang sudah menggugat Presiden Jokowi ke meja pengadilan. 

Bahkan tak kurang-kurangnya para partai politik oposisi dan elite partainya, praktisi, pengamat, media massa, media televisi, media sosial, dan masyarakat Indonesia telah memberi kritik, saran, dan masukannya, namun tetap tak didengar Jokowi dan pemerintahannya. 

Sehingga, perbincangan dan perdebatan terlalu lambat dan santainya Jokowi dan pemerintahannya dalam PPADC19 dengan taktik, intrik, dan politik anjuran, bukan ketegasan aturan, justru lebih virus ketimbang virus corona sendiri yang justru semakin leluasa mencabut nyawa rakyat Indonesia. 

Sudah memahami masyarakat Indonesia masih begitu banyak yang lemah ekonomi, lemah kecerdasan intelektual dan emosional, Jokowi dan pemerintahannya malah terus bermain-main di area politik anjuran demi terus mendapatkan simpati dan hati dari masyarakat. 

Sementara di balik politik anjuran ini, masyarakat pun sudah banyak yang memahami apa sebenarnya tujuan di baliknya hingga rencana pindah ibu kota pun tetap berjalan. 

Atas kondisi ini, negara lain pun kini sudah menilai Indonesia. Bila sebelum virus corona sejumlah pihak dari negara lain dan WHO sudah menilai Indonesia. 

Kini, Nomura Holdings Inc, sebuah perusahaan asal Jepang yang bergerak di sektor finansial dan fokus utamanya adalah industri jasa investasi menyoroti Indonesai yang dianggap paling lambat menangani Corona. 

Itulah sebabnya, Indonesia menjadi negara dengan angka kematian tertinggi di Asia setelah Cina. Dikutip dari bloomberg.com, Sabtu (4/4), Indonesia melaporkan lonjakan angka penderita Corona dengan jumlah kematian melampaui Korea Selatan dan tertinggi di Asia setelah Cina. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun