Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Media Mainstream yang Kian Bergigi

14 Januari 2020   12:45 Diperbarui: 14 Januari 2020   13:11 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: idnjurnal.com

Ketika saya membaca tulisan/artikel khususnya di media online,  tentang apapun yang menyangkut kemaslahatan umat, kebaikan bersama yang berdasarkan pada kebenaran yang banyak diaamiini rakyat, karena bertujuan mendeskripsikan hal-hal yang seharusnya terjadi dan seharusnya tak terjadi, serta memberikan sedikit solusi alternatif, terlebih bila mengungkit persoalan pemimpin yang zalim di negeri ini, maka apapun yang tertulis tersebut kurang menjadi "penting" bagi media yang menyediakan rating artikel. 

Sementara di berbagai media massa, baik cetak, online, maupun layar kaca, kini lebih banyak tersaji tampilan berita maupun diskusi yang lebih banyak menyorot sepak terjang yang baik-baik saja dari pihak "penguasa". 

Sejatinya ironis. Sebab, apa yang "mereka" tulis di media massa berangkat dari fakta dan data, ditunjang logika serta kebenaran lebih banyak "disingkirkan". 

Sehingga niat berbagi "mereka", yang lebih "penting" dari pada tulisan "mereka" yang dianggap tak "penting" oleh sebuah media, usut punya usut, ternyata media bersangkutan tergolong media mainstream. 

Lebih konyol, media massa mainstream tersebut ternyata memang sudah menjadi bagian dan pendukung elite-elite partai politik yang mempunyai berbagai kepentingan diri, kelompok, dan golongan. 

Sangat terasa, saat "mereka" menulis artikel penting dan pembacapun mengamini karena itulah deskripsi aktual yang sedang terjadi di negeri ini, maka artikel itupun tak ditayangkan atau tayang namun teronggok sebagai artikel biasa. 

Terlebih bila artikel lebih menyorot kepada pihak yang tak didukung oleh media mainstream. Bila artikel isinya menulis hal tidak  baik dari sesuatu rezim atau hal-hal baik yang tak membela pemerintah karena sejatinya salah, maka jangan harap artikel itu akan memiliki rating meski tetap tayang. 

Dari pengalaman terdahulu, era rezim sebelumnya, hampir semua media massa menjadi corong untuk semua. Berita dan artikel negatif maupun positif tentang hal yang dilakukan pemerintah untuk masyarakat, tentu akan tetap "ber-rating". 

Sayang, saat rezim sekarang, sangat terasa adanya media massa yang memberikan informasi tidak seimbang atau hanya memberikan informasi untuk kebaikan pemerintah. 

Mementingkan elektabilitas petahana, mempublikasikan berita tentang petahana tanpa ada kejelekan sama sekali. Sangat terasa, kini media massa mainstream sudah "dikuasai" rezim, tidak ada kenetralan atau kezaliman media massa di era rezim sekarang hanya mementingkan penguasa. 

Pertanyaannya, di mana di letakkan kode etik jurnalistik dan UU Pers? Sebab media massa mainstream, kini hanya menjadi kendaraan dan kepentingan politik praktis. 

Tidak lagi memberikan informasi yang terjadi di luar publik.  Hilang netralitas dan tidak mengikuti tentang kebijakan UU Pers dan kode etik jurnalistik. Menyedihkan. Media jenis ini, kini semakin bergigi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun