Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Logika Voters PSSI di Mana?

21 Oktober 2019   08:47 Diperbarui: 21 Oktober 2019   09:05 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunnews.com

Di mana logika voters PSSI selama ini? Siapa yang dapat melogiskan agar sepak bola nasional bangkit? 

Coba kita bedah logika voters PSSI berdasarkan statuta yang selama ini dijadikan tameng para mafia sepak bola nasional, agar tak direcoki pihak lain. Pihak lain termasuk publik pemerintah dan publik sepak bola nasional boleh berisik dan rewel. Kata "mereka" sepak bola kan milik FIFA, dan sepak bola nasional berdasarkan statuta yanv juga "mereka" kendalikan.

Berdasarkan statuta PSSI terakhir, tahun 2018, dalam pasal 23 Bab IV PSSI, Delegasi dan Hak Suara hanya terdiri 96 pemilik suara. Secara logika, dibandingkan dengan jumlah publik pecinta sepak bola nasional yang ratusan juta, tidak masuk akal sama sekali. 

Siapa selama ini yang sejatinya menghidupi PSSI bila tidak ada suporter yang menjadikan sponsor tertarik mendukung klub dan kompetisi? Siapa yang mendukung dan mensuport Timnas di berbagai laga? Jumlah voters yang hanya tercantum 96 dan terus didalihkan itu sebagai sebuah peraturan, bukanlah sesuatu yang baku. 

Sangat mudah disesuaikan dengan kondisi Indonesia karena selama ini terus dipertahankan oleh para voters tersebut dan sangat tidak relevan dengan realitas dukungan. 

Sementara dari 96 voters yang diberikan ruang dan hak milik suara, semuanya hanya mewakili suaranya sendiri, bukan mewakili suara seluruh publik sepak bola nasional yang jumlahnya ratusan juta. 

Bila dianalisis, kedudukan voters berjumlah 96 sesuai statuta yang dicipta juga oleh mereka khususnya para mafia sepak bola nasional adalah 

Pertama, ada 18 delegasi Liga 1. 18 Delegasi Liga 1 masih masuk akal, karena jumlah klub Liga 1 memang 18, namun yang tidak masuk akal, dari mana 18 klub liga 1 dapat hidup kalau bukan dari sponsor dan sponsor tertarik mendukung karena adanya suporter. Sementara dalam setiap kongres PSSI, suara dari 18 klub Liga 1 tidak pernah mewakili suara suporter yang mendukungnya. 

Hanya bersuara demi keuntungannya sendiri, terlebih bila sudah masuk situasi lobi-lobi demi katong tebal sendiri. Itulah klub Liga 1 yang dibanggakan suporter, tetapi tidak pernah membela keinginan dan kepentingan suporter saat bertugas menjadi voters karena suara hanya untuk dijual belikan. 

Kedua, seluruh publik sepak bola nasional kini tahu, ada berapa klub Liga 2 yang berlaga secara resmi. Memiliki hak dan kewajiban yang sama kepada PSSI, namun nasibnya tidak sebaik klub Liga 1. Untuk urusan voters, klub Liga 2 hanya diberi jatah 18 suara. 

Di mana logikanya, hak dan kewajiban sama, namun ada klub yang lantas tidak dapat bersuara. Sementara 18 klub yang mendapat hak suara sesuai cara statuta yang mereka atur sendiri, perilakunya juga sama seperti 18 klub Liga 1, bersuara untuk kepentingan diri sendiri, karena suara dijual belikan, bukan untuk suporter yang mendukungnya. 

Ketiga, sangat memiriskan hati. Di mana logikanya bahwa ada ratusan klub Liga 3 yang juga memiliki hak dan kewajiban sama kepada PSSI, namun menyoal hak suara, hanya 16 klub Liga 3 saja yang diberikan kursi. 

Di mana jalan pemikirannya? Di mana logikanya? 

Keempat, lebih ironis, jumlah klub Liga 4 yang ratusanpun di seluruh nusantara, hanya ada 8 suara yang diberikan jatah. Baik klub Liga 2, Liga 3, dan Liga 4, yang diberikan jatah memiliki voters saja suara sudah dijual belikan, namun lebih sadis, klub yang lain malah dikebiri tak dapat hak suara meski telah melakukan hak dan kewajiban sama seperti klub yang diberikan suara. 

Kelima, seperti voters klub Liga 1,  suara voters dari Asosiasi Provinsipun sesuai, 34, namun pertanyaanya, apakah suara Asprov mewakili suara suporter? Setali tiga uang dengan suara klub Liga 1, 2, 3, dan 4, semua suara sudah diuangkan. 

Keenam, sampai kapan futsal menjadi anak tiri di sepak bola nasional? Memiliki perwakilan di setiap provinsi, memiliki kompetisi profesional yang artinya ada klub profesional, namun suara dari futsal dalam statuta hanya 1. Dianggap apa klub-klub futsal Indonesia? 

Ketujuh, sama nasibnya seperti futsal yang hanya sekadar anak tiri, dan kalau boleh dibilang tak dianggap oleh PSSI, karena hanya diberikan 1 suara, wasit yang jumlahnya tidak hanya 1 dan selalu menjadi bulan-bulanan klub dan suporter, juga hanya diberi 1 suara. 

Lalu, pelatih dan sepak bola wanita pun bernasib sama, hanya mendapat jatah 1 suara. Padahal tidak akan ada kompetisi bila ratusan klub dari Liga 1, 2, 3 dan 4, pelatih melakukan demonstrasi kepada PSSI. 

Lebih apes, lebih miris, keterwakilan stakeholder terkait yang selama ini menjadi urat nadi nafasnya PSSI pun tak pernah digubris untuk masuk dalam lingkaran voters PSSI sesuai statuta. 

Praktisi, pengamat, lembaga, instansi, hingga keterwakilan suporter, tetap dinihilkan oleh para voters itu yang terus mempertahankan pasal 23 BAB IV Statuta demi kerajaan mereka. 

Mungkin bila stakeholder lain akan membahayakan permafiaan di organisasi PSSI, logiskan saja voters sesuai jumlah klub yang terafiliasi di PSSI dari klub Liga 1, 2, 3, dan 4 tanpa terkecuali. 

Jangan ada pilih-pilih, jadi siapapun calon pengurus pasti akan berpikir dua tiga kali bila bermain uang, karena terlalu banyaknya klub yang harus disogok bukan? 

Berikutnya, jangan anak tirikan futsal. Ada organisasi di daerah, ada klub, masa hak suara hanya 1. 

Begitu juga wasit dan pelatih. Semakin ke sini, yang tidak masuk akal terus dibaca dan diperhatikan publik lho. 

Masa, PSSI hanya milik 96 suara yang dibikin dan dipertahankan oleh kalian sendiri. Buat bagi-bagi sendiri. 

Publik sepa bola nasional, hanya satu cara agar sepak bola nasional kembali ke rel, karena para mafia ini memang sudah buta dan tuli, maka sangat pantas dimakzulkan.

Ada logika Bos!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun