DKI Jakarta sebagai ibu kota negara dan sebagai pusat perdagangan dan perekonomian terbesar di Indonesia tentunya mambawa implikasi pula pertumbuhan jumlah penduduk dan tingkat urbanisasi. Secara paralel pula, pertumbuhan kebutuhan transportasi massal pun menngalami peningkatan signifikan. Penduduk membutuhkan sarana transportasi untuk mobilisasi.
Sejauh ini pemerintah DKI telah mengadakan beberapa kebijakan maupun perbaikan sarana transportasi, tapi masih dirasa tidak cukup untuk melayani mobilitas dan aktifitas masyarakat.
Trnasportasi massal DKI Jakarta dalam hal ini lebih bertumpu pada jenis bus untuk transportasi massal, termasuk Bus Way. Seharusnya kebijakannya harus lebih bertumpu pada jenis Kereta Api (KA)/KRLÂ atau sejenisnya seperti Subway ataupun Monorail.
Di samping itu juga kebijakan industri otomotif yang terlalu memacu pasar dalam negeri, ikut memacu kepemilikan mobil pribadi yang meningkat signifikan, tanpa ada proteksi kempemilikan maupun tahun pemakaian. Sehingga banyak masyarakat tidak mau pakai trnasportasi massal selain jeleknya pelayanan transportasi massal.
Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya pemerintah DKI memaksimalkan fungsi KRL. Jika KRL bisa difungsikan maksimal, efeknya tidak ada beda dengan Subway. Yang perlukan dilakukan adalah dengan memperbanyak titik-titik stasiun d pusat-pusat keramaian, perdagangan, residensial maupun titik-titik penting lainnya.
Hal ini lain yang cukup penting adalah memisahkan jalur KRL ini dengan KA antar kota/luar kota. Dan untuk meningkatkan frekuensi trip dan ketepatan waktu, tiap jalur/koridor harus punya rel 2 arah secara tersendiri. Kalau ada transit, pertemuan relnya harus tidak sebidang. Sehingga tidak perlu ada waktu tunggu terhadap KA lain.
Kereta Api/KRL merupakan moda transportasi yang lebih aman dibandingkan dengan Bus. Sedangkan bus merupakan moda trnasportasi massal yang tidak aman, apalagi load/beban yang tinggi. Dan jangka waktu pemakaian juga pendek, lebih cepat rusak dan mudah terjadi kecelakaan.