Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Catatan Perjalanan: Kereta Api Bawah Tanah Munich

18 Januari 2021   09:33 Diperbarui: 18 Januari 2021   09:43 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Icon kota Munich (useif) / www.crimeabereg.ru

Di dalam kereta api bawah tanah, dari pusat kota Munich menuju bandara. Aku sibuk melihat peta perjalanan. Menghitung berapa kali perhentian dan nama perhentian itu, sebelum tiba mencapai tujuanku. Jangan sampai nyasar, bisa berabe. Karena tiket pesawat di tangan adalah fixed date ticket. Kereta melaju kencang. Bayangan tanah air dan harum bau nasi panas mengepul sudah memenuhi otakku.

Di gerbong kereta itu, rasanya hanya aku dan teman seperjalananku, Zulham, saja yang orang Asia, tepatnya ras Melayu. Beberapa orang berwajah oriental terlihat tak sampai hitungan jari dalam satu tangan.

Di seberang tempat dudukku, dipisahkan oleh gang untuk berlalu lalang, tampak seorang Ibu muda ras Aria dengan dandanannya yang anggun. Sophisticated. Menunjukkan dari kelas mana ia berasal. Namun tak ada kesan kesombongan dan kecongkakan di wajahnya. Teduh. Seperti keteduhan pohon Kemuning yang rimbun. Dan penuh bunga. 

Di sebelahnya, seorang balita duduk dengan wajah bosan. Balita yang handsome. Matanya berbinar sehat. Tubuhnya gemuk namun tidak menunjukkan overdosis gizi. Dia memeluk erat boneka beruang coklat seukuran 20 senti panjangnya. Perjalanan yang membosankan, mungkin begitu pikirnya.

Di hadapan wanita itu, duduk lelaki tua kulit putih. Memakai jaket biasa saja. Terkesan lusuh. Nyaris seperti gelandangan. Wajahnya terlihat lebih tua dari usia sesungguhnya. Tampaknya lelah. Rambut lelaki itu berwarna kelabu. Demikian juga cambangnya yang tampak tak teratur.

Tanpa sengaja, boneka beruang coklat Teddy bear itu jatuh ke lantai gerbong. Aku dan temanku, dalam diam memperhatikan semua kejadian. Si Bapak tua, memungutnya. Dan meletakkan Si Teddy Bear itu di balik jaketnya. 

Si Balita nampak terperangah. Memandang Bapak Tua dengan pandang penuh tanya. Matanya membulat, bibir indahnya terbuka. Lalu menoleh ke arah ibunya. Sang Ibu membalasnya dengan senyum bijak. Sejauh ini tak ada satupun kata yang terucap. Seolah kami melihat film bisu jaman dulu, hanya saja kali ini sudah berwarna dan tiga dimensi.

Tiba-tiba, Bapak Tua mengeluarkan Teddy Bear dengan gerakan mengejutkan. Memasang tampang jenaka dengan senyum lebar. Sontak, Balita Handsome yang nampaknya belum pandai berbicara itu tertawa lebar. Bahkan terpingkal-pingkal. Aku dan temanku beradu pandang dalam senyum. Bapak Tua menyerahkan boneka itu ke Balita Handsome.

Tak berapa lama, Balita Hansome itu mengulurkan tangannya. Tangan yang memegang boneka Teddy, kepada Bapak Tua. Tak ada kata-kata.

"Ayo kita main lagiiiii...." mungkin begitu maksudnya.

Si Bapak Tua menerima boneka Teddy, dan mengulangi adegan serupa. Menyembunyikannya ke dalam jaketnya yang tampak biasa-biasa saja. Repetisi adegan itu kunikmati dengan hati tersenyum. Apalagi saat melihat gelak tawa Si Balita Handsome. Indahnya interaksi antar manusia itu. Tak saling kenal. Tak tahu nama. Tak ada kata-kata. Absurd. Namun energinya sangat positif. Membuat, paling tidak, dua orang tersenyum dikulum. Membangkitkan imajinasi yang berlainan di masing-masing memory kami. Membangkitkan reaksi kimia rumit di dalam otak yang melahirkan efek damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun