Mohon tunggu...
Siwi Sang
Siwi Sang Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi Desa

Pengelola TBM Umahbukumayuhmaca, penulis buku tafsir sejarah GIRINDRA Pararaja Tumapel Majapahit, dan Pegiat Literasi Desa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebingungan Prof I Ketut Riana dalam Menafsir Silsilah Keluarga Raja Hayam Wuruk

19 April 2016   15:24 Diperbarui: 19 April 2016   23:12 1132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TIDAK ADA penulis buku sejarah yang sempurna. Semua punya kekurangan dan kelemahan. Ada banyak sebab mengapa penulis buku sejarah melakukan kesalahan tafsir dan penulisan. Dapat karena kurang bahan data, kurang jitu dalam menginterpretasikan sumber data, atau malah ada unsur kesengajaan. Yang perlu kita pahami bersama adalah kita jangan fanatik pada satu tafsir sejarah atau jangan fanatik pada penulis buku sejarah tertentu. Petuah bijak mengatakan, jangan memandang siapa yang menulis, tapi pandanglah apa yang dituliskan. Seorang tingkat profesor sejarah dapat saja dalam menafsir sejarah kalah mantap dan kalah jitu dengan seorang penulis sejarah tingkat biasa biasa saja dari kalangan non akademik. Membaca sejarah jangan fanatik karena sikap fanatik dalam sejarah menutup pintu kemungkinan kemungkinan atau pemikiran pemikiran baru. Hari gini tidak jamannya lagi kita hanya merujuk pada pendapat profesor akademik. Mereka juga punya potensi keliru atau kurang jitu dalam melakukan interpretasi atau penafsiran sejarah.

Contoh di sini adalah penafsiran Prof I Ketut Riana dalam bukunya Kakawin Desa Warnnana uthawi Nagara Krtagama [cetakan ketiga, Nopember 2009]. Saya tampilkan pada kesempatan ini karena buku karya beliau selama ini menjadi rujukan utama sebagian banyak orang atau penulis atau pemerhati sejarah Majapahit. Buku ini memang penting untuk melengkapi literatur atau reverensi pembacaan sejarah Majapahit, melengkapi buku sejenis yang lebih dulu hadir seperti buku Negarakertagama dan Tafsir Sejarahnya karya Prof. Slamet Muljana. Hanya buku karya Prof I Ketut Riana masih terdapat beberapa penafsiran yang harus dibenahi karena bertentangan dengan sumber data yang ada. Apa yang terjadi jika kita merujuk tafsir sejarah yang kurang atau tidak jitu? Yang terjadi adalah memunculkan kekeliruan kekeliruan baru dalam penafsiran sejarah. Oleh karena itu, tanpa mengurangi hormat, saya coba berpendapat membenahi atau mengoreksi pendapat atau tafsir sejarah Prof I Ketut Riana kususnya sekitar soal silsilah keluarga maharaja Majapahit Sri Rajasa Nagara dyah Hayam Wuruk [1350M-1389M].

[caption caption="Buku ini cetakan ketiga, Nopember 2009. Sepertinya harus ada cetakan berikutnya atau edisi revisi. [poto SIWI SANG]"][/caption]

Dalam buku Kakawin Desa Warnnana uthawi Nagara Krtagama, beliau Prof Ketut Riana terlihat masih bingung soal silsilah pararaja Majapahit. Prof Ketut Riana menggunakan acuan kitab Negarakertagama untuk menyusun silsilah pararaja Majapahit. Memang buku itu kusus menafsir kitab Negarakertagama. Hanya Prof Ketut Riana tidak menengok sumber lain sebagai perbandingan misal Serat Pararaton, yang menurut kajian saya dan beberapa kajian terbaru memiliki tingkat akurasi yang sangat tinggi ketika memberitakan silsilah pararaja Majapahit.

Kekeliruan atau kekurangjituan Prof Ketut Riana soal silsilah Pararaja Majapahit antaranya ketika membicarakan keluarga raja Hayam Wuruk. ini ditampilkan dalam halaman 33.

Prof Ketut Riana menulis: pernikahan Sri Tri Bhuwana Wijaya Tungga Dewi melahirkan TIGA putra yakni Baginda Raja Rajasa Nagara, serta adiknya, dua putri, yakni Bhra Lasem menikah dengan Raja Matahun yang bergelar Sri Rajasa Wardhana, kedua Bhra Pajang menikah dengan Raja Paguhan yang bergelar Singa Wardhana berkuasa di Pawanuhan. Pernikahan antara Dyah Raja Dewi Maha Rajasa dengan Raja Wengker - Sri Wijaya Rajasa menurunkan seorang putri cantik bernama Dyah Indudewi yang dijadikan PERMAISURI oleh Baginda Raja Hayam Wuruk, dan menurunkan putri tunggal bernama Dyah Kusuma Wardhani sebagai Rani Kabalan bersuamikan Sri Wikrama Wardhana, sebagai menantu diangkat menggantikan Baginda Raja, setelah Raja Rajasa Nagara wafat.

Lebih jauh, disebutkan pula putra Baginda Raja Hayam Wuruk [selir] adalah Baginda Bhra Wira Bhumi berpasangan dengan Bhra DAHA putri Bhra Lasem yang bernama Sri Nagara Wardhani.

Itu yang ditulis Prof Ketut Riana.yang merupakan sinopsis dari terjemahannya atas naskah Kakawin Megarakertagama bagian yang membicarakan keluarga raja Hayam Wuruk.

Prof Ketut Riana berpendapat keturunan Tribhuwanatunggadewi dan Bhre Tumapel Sri Kertawardhana ada 3 yaitu Hayam Wuruk, Bhre Lasem permaisuri Bhre Matahun Sri Rajasawardhana, dan Bhra Pajang permaisuri Bhre Paguhan Singawardhana.

Prof Ketut Riana berpendapat, pasangan Bhre Daha Rajadewi Maharajasa [dyah Wiyat] dengan Bhre Wengker Sri Wijayarajasa menurunkan seorang putri bernama Dyah indudewi yang menjadi PERMAISURI Hayam Wuruk.

Prof Ketut Riana berpendapat, pasangan Dyah Indudewi dan Hayam Wuruk menurunkan seorang putri bernama Dyah Kusumawardhani yang menjadi ratu di Kabalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun