Mohon tunggu...
SITI SALAMAH
SITI SALAMAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - penulis

Mahasiswa SPSPAUD UPI 2020

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berbagai Permainan Tradisional dapat Kurangi Anak Kecanduan Gadget

11 Juni 2021   23:15 Diperbarui: 11 Juni 2021   23:29 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pandemi COVID-19 memaksakan kita untuk beradaptasi dengan situasi yang baru. Situasi yang sekarang sudah berjalan satu tahun lebih, menjadikan kebiasaan baru mulai terlihat dampak sebab akibatnya. Bermain Gadget salah satunya, siapa yang tidak mengenal gadget di masa pandemi?. Semua orang sudah sangat akrab dan bahkan kini mulai muncul problematika tentang gadget di masa pandemi. Dari gadget dapat mempengaruhi pola pikir maupun prilaku penggunanya (Pebriana, 2017); Dapat terkena sinar radiasi jika berlebihan dan dapat memperlambat kerja otak untuk memahami pembelajaran (Sinta, 2018); Menjadi malas untuk mealkukan kegaiatan, Individualis (Novitasari, 2016); Menyebabkan kecanduan gadget dan lebih mementingkan gadget dibandingka perintah orangtua (Hidayati,2016). Dari problematika yang sudah dijelaskan diatas, kini memiliki arti pentingnya peranan orang dewasa untuk lebih peduli terhadap pendampingan bermain anak selama pandemi. Dalam hal ini lebih bijak untuk menggunakan gadget.

Kurniati (2016) dalam bukunya menjelaskan bahwa bermain merupakan bentuk alamiah yang dilakukan oleh anak dalam menemukan lingkungan, oranglain, dan dirinya sendiri.  Dengan demikian artinya anak akan menemukan sebuah pengetahuan dari apa yang mereka lakukan dengan bermain yang pada prinsipnya tetap menyenangkan (membuat hati gembira). Layaknya seorang anak yang sangat senang berkesperimen, aktifitas bermain gadget bukanlah menjadi satu-satunya solusi anak terhindar dari badmood dan bosan. Hal ini sependapat dengan Rohayani (2020) bahwa masa pandemi mengubah pola pikir orangtua untuk cenderung memberikan gadget kepada anak saat anak bosan. Jika demikian eksistensi bermain yang tidak hanya menciptakan rasa bahagia tetapi berbagai aspek perkembangan terstimulus, kini justru lumpuh karena orang dewasa yang kehabisan akal untuk mendampingi anak. Tetapi masa pandemi kembali membatasi anak untuk menemukan kegiatan bermain dengan temannya dengan bebas.

Bermain adalah hak dari setiap anak yang tidak terbatas oleh usia. Seperti yang dijelakan oleh Tedjasaputra (2007) bahwa pada pasal 32 Konvensi Hak-Hak Anak (1990) bahwa bermain adalah salah satu dari kegiatan yang sebutkan dan untuk turut serta dengan bebas dalam kehidupan budaya dan seni. Dalam hal ini bermain tentu memiliki syarat yaitu menyenangkan, tidak berbahaya, sukarela meningkatkan eksplorasi kemampuan anak dan interaksi social anak, optimalkan emosional anak, atau dengan kata lain mendukung dan menstimulus pertumbuhan dan perkembangan anak.

Keterbatasan bermain dengan teman sebaya dapat tergantian dengan bermain dengan keluarga. Justru dengan demikian ikatan keluarga akan lebih harmonis dan hangat. Poinnya ada pada kerelaan orangdewasa atau masing-masing anggota keluarga untuk mau meluangkan waktunya bersama. Permainan yang dapat dilakukannya pun beragam, salah satunya pengenalan kembali permainan tradisional yang dahulu sangat populer saat kakek, nenek, ibu, bapak atau kakak pernah alami. Ada nilai plus bermain permainan tradisional adalah kembali mengenalkan warisan budaya dari berbagai daerah. Menurut Muhtarom (2019) bahwa setiap permainan rakyat tradisional itu mengandung nilai-nilai yang dapat menjadi sarana pendidikan oleh anak. Selain memupuk kesatuan dan persatuan, permainan tradisional juga dapat memupuk kerja sama, kebersamaan, kedisiplinan, dan kejujuran. Hal ini selaras dengan Ekawati, dkk (2010) bahwa permainan tradisional mampu mengembangkan kecerdasan intrapersonal anak. Dalam hal ini artinya permainan tradisional perlu dan dapat menjadi solusi bermain saat pandemi.

Saputra dan Ekawati (2018) berpendapat bahwa meskipun banyak sekali manfaat dari permainan tradisional bagi tumbuh kembang anak, namun tidak sedikit orang dewasa yang memahami manfaat tersebut. Bahkan dalam penelitiannya menyatakan bahwa orangtua sangat jarang yang masih mengingat cara atau langkah-langkah permainan tradisional yang dahulu pernah dimainkannya sejak kecil. Jika demikian terjadi artinya eksistensi permainan tradisional memang perlu ditingkatkan kembali keberadaaannya. Berikut pemaparan beberapa permainan tradisional yang dapat dimainkan oleh keluarga saat pandemi

  • Petak Umpet

Nama lain dari petak umpet adalah sembunyi-sembunyian. Adapun cara bermainnya dengan mengumpulkan pemain sebanyak-banyaknya, kemudian hompimpa, sampai tersisa dua anak, kemudian keduanya suit untuk menentukan siapa yang jaga gawang dan yang lainnya bersembunyi. Penjaga gawang akan ditutup matanya sambil berhitung 1-10 atau banyaknya angka yang disepakati bersama. Setelah selesai berhitung penjaga akan mencari pemain lain yang bersembunyi. Jika bertemu dengan salah satu pemain, maka keduanya akan lari dengan cepat untuk memegang gawang dan berteriak "Apel". Sampai semua pemain ditemukan.

Menurut Mbadhi, dkk (2018) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa manfaat dari permainan petak umpet ini adalah mengembangkan keterampilan social emosional anak, melatih kerjasama, dan rasa senang.

  • Engklek

Engklek adalah permainan tradisional yang diperkenalkan pertama kali oleh Belanda saat menjajah Indonesia (MSD:2021). Dalam prosedur permainan engklek ini secara umum pemain harus mengangkat satu kaki dan melompat dengan kaki satu melewati kotak-kotak dalam engklek. Permainan ini membutuhkan gacu (bisa dari pecahan genting, batum beling, ataupun uang receh) untuk dilempar. Dalam tingkatan yang lebih tinggi pemain harus membawa gacu di atas telapak tangan dan menaruh di atas kepala sambil melompat dengan satu kaki. Ada berbagai variasi dalam hal aturanpermainan dan prosedur permainan dalam engklek ini. Variasi ini juga terjadi pada bentuk engklek berbeda (Iswinarti, 2010: 8).

Menurut Hidayat (2013: 2) permainan engklek biasadimainkan oleh 2 sampai 5 anak perempuan dan dilakukan di area terbuka. Dibeberapa daerah, engklek memiliki nama-nama berbeda-beda seperti asinan, gala asin (Kalimantan), intingan(Sampit), tengge-tengge (Gorontalo), cak lingking (Bangka), dengkleng, teprok (Bali), gili-gili (Merauke), deprok (Betawi), gedrik (Banyuwangi), sonda (Mojokerto), sonlah, konclong, tepok gunung (Jawa Barat), dan masih banyak lagi. Meskipun di beberapa daerah memiliki nama atau sebutan berbeda, tetapi dalam pola permainan nya tetap sama dan lebih di dominasi oleh kalangan anak-anak perempuan. Berikut ini, beberapa bentuk petak engklek.

Dalam permainan engklek terdapat nilai-nilai yang terkandung dalam setiap permainan nya seperti melatih kedisplinan, ketangkasan, bersosialisi, dan kesehatan. Dalam arti lain permainan engklek juga memiliki nilai-nilai yang tersirat dari setiap permainannya. Seperti pemain harus mematuhi peraturan permainan, ini melatih anak sejak dini untuk lebih disiplin dalam segala hal, dan melatih fisik dan mental anak, seperti melakukan lompatan-lompatan dengan satu kaki, itu juga memiliki manfaat melatih keseimbangan fisik anak, dan mental anak ketika pemain ada yang dinyatakan kalah (Hidayat, 2013: 2).

  • Cublakcublak Suweng
  • Permainan Tradisional cublak-cublak suweng merupakan permainan tradisional yang berasal dari Jawa Tengah. Sejarah permainan ini, kaitannya dengan penciptaan lagu cublak-cublak suweng, berasal dari Walisongo, tokoh penyebar agama Islam di Pulau Jawa. gai sosok yang dikagumi hingga kini. Teknis permainan tradisional Cublak-cublak suweng adalah sebagai berikut (Fad Aisyah. 2014):
  •  Persiapan
  • 1) Permainan dilakukan oleh 3-5 anak.
  • 2) Satu buah biji-bijian/ kerikil yang bisa digenggam.


  • Cara Permainan
  • 1) Melakukan hompimpa atau gambreng dan yang kalah menjadi Pak Empo berbaring telungkup di tengah, anak-anak lain duduk melingkari Pak Empo.
  • 2) Semua pemain membuka telapak tangan menghadap ke atas dan diletakkan di punggung Pak Empo.
  • 3) Salah satu anak memegang biji/ kerikil dan dipindah dari telapak tangan satu ke telapak tangan lainnya diiringi lagu Cublak-Cublek Suweng. "Cublak cublek suweng, suwenge ting gelenter, mambu ketundung gudel. Pak empo lirak-lirik, sapa mau sing delekke. Sir sir pong dele gosong, sir sir pong dele gosong".
  • 4) Pada kalimat "Sapa mau sing delekke" serahkan biji/ kerikil ke tangan seorang anak untuk disembunyikan dalam genggaman.
  • 5) Di akhir lagu, semua anak menggenggam kedua tangan masing-masing, pura-pura menyembunyikan kerikil, sambil menggerak-gerakkan tangan.
  • 6) Pak Empo bangun dan menebak di tangan siapa biji/ kerikil disembunyikan. Bila tebakannya benar, anak yang menggenggam biji/ kerikil gantian menjadi Pak Empo. Bila salah, Pak Empo kembali ke posisi semula dan permainan diulang lagi.

  • Adapun manfaat dari permainan Tradisional Cublak-cublak Suweng antara lain sebagai berikut (Sri Wahyuningsih, 2009),:
  • 1) Membangun sportvitas anak ketika mendapat giliran bermain, anak harus menerimanya.
  •  2) Melatih kemampuan untuk jeli mengamati dan membaca keadaan sehingga dapat menebak dengan benar.
  • 3) Mengasah kepekaan musikal anak karena dimainkan sekaligus dengan nyanyian.
  • 4) Sebagai media untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan temannya.
  • 5) Anak belajar menyanyi, mencocokkan ritme lagu dengan gerakan tangan, mengenal bahasa Jawa, melatih motorik halus, belajar mengikuti aturan, latihan kerja sama dan belajar menyimpan rahasia.
  •        Dari pemaparan beberapa permainan tradisional di atas dapat dilakukan oleh keluarga saat masa pandemi agar anak tidak kecanduan bermain gadget. Pastinya banyak permainan tradisional lainnya yang tidak kalah menarik dan seru jika dimainkan dengan keluarga. Yuk kita luangkan waktu dan coba bermain dengan si kecil.
  •  



Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun