Mohon tunggu...
Siti Rohiimaa
Siti Rohiimaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ordinary Girl

Sekedar menuangkan apa yang ada di pikiran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahaya Hoax! Kenali Ciri-ciri dan Upaya Menanggulanginya

24 Mei 2021   16:38 Diperbarui: 24 Mei 2021   16:46 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejarah Hoax

            Hoax berasal dari kata hocus yang berarti mengelabui. Awal mula munculnya hoax sudah ada pada tahun 1661, kisahnya disebut Drummer of Tedworth, yang menceritakan tentang seorang tuan tanah yang bernama John Mompesson. Setiap malam hari ia mendengar terror suara drum di rumahnya. Hal tersebut ia alami setelah menuntut seorang drummer bernama William Drury, dan berhasil memenangkan perkara. Ia menuduh William Drury sengaja melakukan tindakan tersebut untuk membalas dendam atas kekalahannya di pengadilan.

            Lantas suatu hari seorang penulis bernama Glanvill mendatangi rumah John Mompesson dan bercerita bahwa ia benar-benar mengalami kejadian aneh, yaitu mendengar suara drum. Kemudian ia menceritakan kejadian tersebut kedalam tiga bukunya, dan mengaku bahwa cerita tersebut berdasarkan kisah nyata.

            Lalu berikutnya Glanvill mengakui bahwa cerita yang ia tulis kedalam bukunya, bahwa ia mendengar suara drum dalam rumah John Mompesson adalah cerita bohong. Hal itu ia lakukan demi mendongkrak penjualan buku tersebut. Artinya, cerita tersebut ia ciptakan dengan tujuan marketing, semakin banyak orang yang penasaran dengan cerita tersebut maka semakin banyak pula orang yang ingin membeli buku karya Glanvill yang menceritakan tentang terror suara drum tersebut.

CIRI-CIRI HOAX

            Ciri-ciri hoax menurut Selamatta Sembiring, seorang Direktur Layanan Informasi Internasional, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP), Kementerian Komunikasi dan Informatika, yaitu sebagai berikut:

  • Fear arousing, yaitu menciptakan kecemasan, kebencian, dan permusuhan.
  • Whispered propaganda, sumber tidak jelas dan tidak ada yang bisa dimintai pertanggung jawaban untuk klarifikasi.
  • Transfer device, memakai nama mirip media terkenal atau tokoh publik yang berpengaruh.
  • One-sided, pesan tidak netral atau berat sebelah, bersifat menyerang dan sepihak.
  • Judul berita bersifat provokatif dan tidak cocok dengan isinya.
  • Plain folks, memanfaatkan fanatisme atas nama suara rakyat, agama, dan ideologi.
  • Band wagon, informasi atau berita minta untuk disebarluaskan atau di viralkan.
  • Name calling, Memberi penjulukan.
  • Berita hoax biasanya ditulis oleh media abal-abal yang tidak jelas asal-usul dan susunan redaksinya.
  • Card stacking, data dan argument yang digunakan bersifat teknis agar terlihat ilmiah dan dipercaya.
  • Beritanya biasanya menyembunyikan fakta dan memelintir pernyataan narasumbernya.
  • Foto dan keterangan di manipulasi. Biasanya foto yang digunakan adalah foto lama, dan kejadiannya berada di tempat lain. Serta keterangan yang ditambahkan itu di manipulasi atau di bumbui agar masyarakat percaya.

BAHAYA HOAX

            Berkembangnya teknologi digital seperti media sosial saat ini tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi tentu saja ada dampak negatifnya pula yaitu semakin maraknya penyebaran berita bohong atau hoax. Hoax ini menyerang sisi psikologis seperti menimbulkan kecemasan, kebencian, pencemaran nama baik yang menyebabkan hilangnya kehormatan seseorang, bahkan dapat menimbulkan pertikaian masyarakat. Sejauh ini banyak pihak yang terlibat kasus penyebaran hoax yang berurusan dengan hukum.

            Dampak jangka panjang dari hoax harus benar-benar di antisipasi oleh orang tua, terutama yang memiliki anak remaja. Menurut data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2017, sebanyak 49,52% pengguna internet adalah mereka yang berusia 19 hingga 34 tahun. Informasi saat ini sangat mudah diakses, dan bukan tidak mungkin berita-berita hoax berseliweran di media sosial, sedangkan kemampuan mengolah informasi masih sangat minim di kalangan usia remaja, sehingga para remaja seringkali mudah termakan berita bohong. Akibat buruknya adalah munculnya rasa saling tidak percaya, intoleran, bahkan kebencian terhadap pihak atau kelompok tertentu.

            Dampak lain yang ditimbulkan hoax adalah menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap media jurnalisme. Dari studi yang dilakukan Edelman pada 2013, tingkat kepercayaan terhadap media di tahun 2012 sempat meningkat dari 68 persen menjadi 73 persen. Namun setelah itu, di 2016 menurun bahkan mencapai 63 persen. Masyarakat menilai bahwa media saat ini hanya fokus untuk menarik perhatian khalayak daripada menyampaikan berita, lembaga media juga dianggap tidak akurat dalam penyampaian berita dan mendukung ideologi atau posisi politik tertentu. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap media jurnalisme menandakan bahwa media gagal dalam melaksanakan tugasnya.

UPAYA MENANGGULANGI HOAX DI KALANGAN MASYARAKAT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun