Mohon tunggu...
Siti Mugi Rahayu
Siti Mugi Rahayu Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru yang tertarik pada pendidikan yang humanis.

Mengajar di SMA Al Muslim

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Awas Cairan Setan Pembuka Gembok !

16 Maret 2013   04:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:42 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam semakin mendekatkan waktu untuk pulang. Tapi, sungguh, ada perasaan takut menyelimuti hati saya untuk kembali ke rumah. Pasalnya, kemarin rumah saya disatroni tamu tak diundang, alias maling.

Kronologisnya begini, seperti biasa selepas kerja, kami menjemput anak-anak di rumah neneknya karena memang pulang sekolah mereka pulang ke rumah beliau. Ba'da maghrib kami berangkat pulang ke rumah. Hampir setiap hari rutinitas ini berlangsung. Saya tidak punya asisten rumah tangga, sehingga rumah kosong setiap harinya. Hanya dititipkan ke tetangga dekat yang memang tidak banyak. Kompleks perumahan yang saya tinggali tidak terlalu sepi karena jalan rayanya kadang dilalui banyak kendaraan.

Sore itu seperti biasa saya turun dari kendaraan dan berjalan hendak membuka gembok pintu gerbang. Namun, saya terperangah. Kunci gemboknya tidak ada! Ada perasaan sanksi, apa benar saya tidak menggemboknya tadi pagi ? Ah, tidak mungkin ! Kuncinya saya bawa, artinya gemboknya sudah saya kunci !

Saya menghampiri suami dan berbisik, "gemboknya hilang, Pak!". Saya agak takut sebenarnya melanjutkan perjalanan mengecek jendela dan seisi rumah. Khawatir memang benar telah terjadi sesuatu di rumah kami. Tapi apa boleh buat, saya harus berjalan menuju jendela kamar yang memang akses yang paling mudah dilalui. Dan ternyata benar. Jendela kamar tercongkel. Sang penyusup membiarkannya tertutup tanpa terkunci. Saya langsung mengintip isi kamar dan benar saja... dua buah lemari baju ambrol isinya. Berantakan hampir memenuhi satu kamar tidur.

Lemas rasanya kaki ini. Apa iya saya kemalingan ?

Saya bergegas mengetuk pintu tetangga dan menanyakan ada siapa yang datang ke rumah, tentu saja dia jadi panik dan sangat merasa bersalah setelah saya beri gambaran tentang apa yang saya lihat. Lalu dia mengingat-ingat peristiwa tadi siang. Empat orang lelaki datang ke rumah kami, dan karena ada anak tetangga, dia bertanya pada anak kecil tersebut, "yang punya rumah ada gak ya?"

"Ga ada, kerja", kata Sofi yang masih kelas 1 SD. Sofi langsung bergegas ke rumahnya. Kesempatan ini lalu dipakai keempat pencoleng tersebut beraksi. Menurut Sofi, tiga dari empat orang tersebut tetap menunggu di depan rumah kami sambil tetap berada di atas motor. Tak ada yang curiga, sementara satu orang beraksi mengobrak-abrik isi sumah saya. Wahai para pembaca, pelajarilah modus ini!

Saya buka pintu rumah yang tadinya masih terkunci, saya lihat semua lemari anak-anakpun berantakan. Isinya dikeluarkan di atas lantai. Kamar belakangpun demikian, di atas tempat tidur berserakan berbagai macam barang seperti charger, colokan listrik, dsb yang memang biasanya saya simpan dalam sebuah tas khusus. Saya teringat tas kecil saya yang berisi sejumlah uang untuk bayaran anak-anak sekolah, ternyata alhamdulillah masih utuh. Rupanya si maling tidak sampai memeriksa tas ini.

Tanpa menyentuh apa-apa terlebih dahulu, kami mengontak pak RT , keluarga dekat, dan beberap atetangga yang kebetulan lewat.

Pak RT menawarkan, apakah akan lapor ke polisi atau tidak ? Beberapa orang menyarankan tidak perlu. Karena kalau lapor polisi, maka kehilangan sejuta bisa serasa hilang lima juta. Walah,... walaupun kurang yakin maksudnya apa, tapi akhirnya kami tidak melaporkannya. Namun dalam hati saya simpan pertanyaan besar ini untuk Pak Polisi, " apa benar Pak ?".

Setelah cek sana sini, akhirnya kami ketahui bahwa satu laptop yang disimpan di lemari anak-anak ternyata raib. Si sulung turut gemas karena tabungannya juga hilang. Sisa-sisa uang jajan dan ongkos after schoolnya yang kira-kira mencapai tujuh puluh ribu rupiah telah lenyap dalam sekejap. Ah, sungguh menyakitkan hati.. Ibu tahu, nak !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun