Mohon tunggu...
Siti LailatulMaghfiroh
Siti LailatulMaghfiroh Mohon Tunggu... Guru - Early Chilhood Enthusiast

Sedang belajar mencintai menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Komunikasi Asertif, Solusi Cablak Berkelas

30 November 2020   06:18 Diperbarui: 30 November 2020   07:09 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pilih cablak atau tukang kode??"

Jika kamu diminta untuk memilih, kamu pilih menjadi seorang yang cablak, ya bisa dibilang ceplas-ceplos setiap kali ngomong. Atau menjadi seorang tukang kode, gak berani ngomong secara langsung. Ngomong di belakang, bahkan bisa jadi ada yang sampe nyindir. Kalo sampe nyindir parah banget sihh. Hayoo pilih mana??

Kalo aku sendiri akan memilih menjadi seorang yang cablak, tapi kenyataannya aku sering ngode, lahh mbulet. Setiap aku melihat teman-temanku yang tergolong anak cablak. Ketika mereka selesai ngomong, kaya keliatan gak ada beban. Enak gitu kelihatannya, loss..

Meskipun ucapan mereka tergolong menyakitkan. Tapi menyakitkannya itu kenyataan, ya sesuai apa yang sebenarnya. Ya gak sih? Kalo kita berhadapan dengan orang cablak, lebih baik jauhkan perasaan kalian dulu. Sebab kalo kita pake hati, siap-siap capek dan tersiksa sendiri. 

Terkadang menjadi orang cablak menurutku ada benernya, sebab ucapan mereka sesuai fakta. Pernah nih waktu itu temenku yang cablak mengomentari diriku yang suka ceroboh.

"Ihhh, goblok banget sihh. Sembrono mulu"

Mendengar ucapannya siyokk dong, apalagi aku yang bener-bener gak pernah deket dengan anak cablak. Tiba-tiba deket, dan dia langsung ngomong 'goblok' ketika aku curhat. Akunya langsung baper poll, alay sihh. Tapi kalo dipikir-pikir, ya bener sih omongannya. Aku sering banget ceroboh setiap kali nglakuin apapun. Dan kecerobohanku nyiksa diriku sendiri. Padahal sudah diingetin. 

Kalo kamu diomongin kaya tadi, apa responmu? Marah atau diem aja?? Kalo diem aja tosss, kita sama. 

Keberadaan orang cablak sebenarnya sangat perlu, untuk mengihiasi kehidupan kita secara terang-terangan yang terkadang kita sendiri gak tau. Maksudnya ketika mereka ngasih tau kalo kita salah, sebab gak semua orang bisa ngasih tau secara gamblang apa sih yang harus kita perbaiki. Lahh, orang cablak ini jadi kontrol kita. Agar kita merasa tidak sempurna dan belajar sesuatu dari omongan mereka yang menyakitkan. 

Beda lagi ketika jadi anak yang suka ngode, ya seperti aku sendiri. Susahh banget untuk ngungkapin unek-unek yang ada di otak. Yang mana pada akhirnya, ngode jadi jalan keluar terbaik. Padahal itu bukanlah sebuah solusi. Sebab setiap kali selesai ngode, pasti batin nggurdel. Kaya habis makan, ada yang nyangkut di gigi. Gak nyaman banget.

Orang yang suka ngode dan bertele-tele kalo ngomong sering merasa gak enakan ke orang lain. Sebenarnya secara gak sadar sudak menjadi budaya Indonesia. Bahasa jawanya, sungkanan. Kebanyakan orang gak enakan kalo ngomong pesannya implisif, jadi simbol dan makna pesannya tersembunyi. 

Bisa jadi orang yang suka ngode, takut menyakiti orang lain dengan ucapannya makanya selalu hati-hati ngomongnya. Bisa jadi orang tersebut takut tersakiti juga, ketika dia akan ngomong. Dia coba memposisikan dirinya sebagai orang lain yang akan mendapatkan omongan. 

Padahal nyatanya bisa jadi orang itu tak merasakan hal yang dirasakan si tukang ngode. Dan ternyata itu adalah perasaan kita sendiri, ketika kita takut dianggap buruk saat selesai ngomong, atau takut dianya tersakiti. Saat kita coba ngomong dia baik-baik aja. Nahh, ini perasaan kita yang terlalu takut. 

Kalo seperti ini, serba salah mau jadi orang cablak atau tukang ngode. Terlalu condong pada salah satu gak baik juga. Jalan keluarnya kita harus pilih tengah-tengah. Dengan memilih komunikasi asertif. Artinya kita berkomunikasi secara positif tanpa melukai perasaan orang lain. 

Saat orang cablak menurunkan tingkat kecablakannya, ketika berkomunikasi menggunakan kata-kata yang positif walaupun mengatakan yang sebenarnya. Sedangkankan tukang ngode, cobalah belajar mengungkapkan perasaaanya secara perlahan dengan kata-kata yang tepat. Dan menurunkan tingkat kepasifannya untuk bisa berkomunikasi asertif. 

Dan terkadang, ketika kita mengungkapkan sesuatu sesuai tujuan kita. Belum tentu orang lain bisa memahaminya. Nahh, dari sini pentingnya kita berkomunikasi asertif. 

Mengungkapkan sesuatu dengan jujur atau cablak menurutku lebih baik daripada ngode. Tapi tetap kita gunakan komunikasi asertif. Sebab, kejujuran yang sesuai fakta itu  menyakitkan namun lebih baik baik. Daripada kebohongan yang nanti kita akan tersakiti. Malah makin nyesek sendiri. Kalo kamu pilih yang mana??

Semoga Bermanfaat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun