Penulis: @sitikus.nl
Belanja di Hari Raya ibarat rutinitas tahunan menyambut perayaan hari besar setahun sekali. Perayaan Idul Fitri, di mana setiap muslim akan kembali pada fitrahnya setelah menjalani ibadah puasa dan tarawih selama sebulan penuh. Sehingga terasa wajar bila di Hari Raya kita berpakaian yang terbaik, menghidangkan masakan terbaik, serta memberikan harta terbaik untuk sanak-saudara.
Akan tetapi, semua kebaikan itu lantas beralih fungsi jadi "ajang pamer". Tidak sedikit orang yang berlomba-lomba memamerkan pakaian terbaiknya di Hari Raya. Bahkan, sebagian besar orang sudi merogoh kocek lebih banyak demi mengikuti tren fashion lebaran. Tujuannya apa? Supaya mereka "dianggap" lebih baik dari orang-orang di sekitarnya.
Padahal, makna sejati "kembali ke fitri" bukan berarti flexing sana-sini, toh? Kalau kamu lagi cari-cari outfit di marketplace buat lebaran nanti, mending tunda dulu deh! Simak dan terapin tips berikut biar kamu makin siap #bersinardihariraya
Memaknai Kembali Hari Raya Â
Kumpul bersama keluarga di Hari Raya merupakan impian semua umat muslim di dunia. Momen di mana kita merajut kebersamaan yang sempat tercerai jarak dan kesibukan. Momen di mana kita saling merangkul dalam canda-tawa. Hari Raya adalah momen di mana setiap orang berlomba war tiket kereta, pesawat, kapal, bis, atau travel untuk mengantar sampai ke kampung halaman.Â
Tujuannya hanya satu, bertemu orang tua dan sanak-saudara. Menikmati nostalgia di kampung halaman yang mulai tergeser dengan modernitas. Merekam kembali ingatan masa kecil yang sederhana dan tanpa beban. Hari Raya jadi momen kumpul keluarga sekaligus refleksi sebagai orang dewasa.
Seberat apa pun hidup di perantauan, masih ada "rumah" untuk bersandar dari segala lelah.
Sesederhana itu sebenarnya. Namun, sering kali ego mengambil alih sehingga niat baik justru menimbulkan masalah. Merantau selama bertahun-tahun lalu pulang ke kampung naik kendaraan pribadi, rasanya begitu melegakan. Tak perlu berdesakan di angkutan umum. Tak perlu menunggu setiap kursi terisi. Tak perlu mengantre bahkan rebutan tiket perjalanan.Â
Di sisi lain, tak semua orang merasakan hal yang sama. Sanak-saudara yang pulang kampung dengan bis atau kereta sedikit-banyak merasa iri dengan pencapaianmu. Padahal, mobil itu kamu beli dengan merelakan sepertiga gaji bulanan untuk mencicil selama 5 tahun. Fenomena yang terkadang memberi jarak antar saudara hanya karena perbedaan ekonomi.