Mohon tunggu...
Siti Khusnul Khotimah
Siti Khusnul Khotimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penulis buku A Good Change: sebuah penerapan filosofi Kaizen bagi yang sedang berada di titik terendah. Menulis seputar Self-Improvement, Growth Mindset, dan Tips Penunjang Karir. Yuk berkawan di IG dan TT @sitikus.nl ✨ Salam Bertumbuh 🌻🔥

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Anak (Bukan) sebagai Jaminan Pensiun

31 Agustus 2022   11:17 Diperbarui: 1 September 2022   20:26 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah "Sandwich Generation". Istilah tersebut marak digunakan oleh kawula muda untuk menyebut generasi yang menopang kehidupan masa tua generasi di atasnya. Kita juga sering menjumpai anak-anak muda yang bekerja keras untuk menghidupi kedua orangtuanya, yang sedang berjuang untuk lepas dari lilitan hutang. 

Lingkaran setan ini mudah kita temukan dalam keluarga manapun, yang tidak memiliki tatanan finansial dan kemampuan analisa ekonomi yang baik. Sehingga beban piutang keluarga kini dapat diwariskan pada anak-anaknya, melalui pinjaman pendidikan, asuransi kesehatan, pinjaman hipotek, dan lain sebagainya.

Perspektif bahwa "keluarga adalah segalanya" justru memperpanjang penderitaan generasi muda yang ingin mengambil langkah "keluar" dari zona hutang-piutang. Anak muda saat ini lebih banyak merasakan dilema "tidak dapat membahagiakan orangtua", daripada mengeksplorasi kemampuan baru yang banyak dimunculkan dari masifnya perkembangan teknologi.

Stigma bahwa "anak harus berbakti pada orangtua", mengharuskan seorang anak menyelesaikan pendidikan tinggi sambil bekerja di suatu perusahaan. Mau bagaimana lagi, meminta uang bayaran kuliah pada orangtua bukanlah solusi, karena orangtua pun sibuk gali lubang tutup lubang demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Fenomena munculnya generasi "sandwich" tidak serta-merta terjadi karena maraknya tawaran pinjaman online. Generasi ini muncul akibat perubahan tatanan sosial yang memaksa setiap orang untuk mengikuti arus modernitas, yang dipenuhi gemerlap dan perilaku konsumtif.

Perlu diingat bahwa, setiap orangtua pasti menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya. Hal tersebut merupakan faktor utama yang memperbesar peluang terciptanya generasi "sandwich" yang turut memikul beban keluarga, sekalipun anak-anaknya sudah hidup mandiri.

Kemunculan generasi "sandwich" tidak dapat kita hentikan dengan mendobrak budaya lama secara instan. Perspektif sebagai orangtua yang ingin membahagiakan anak-anaknya perlu kita pertajam dengan analisis yang mendalam. Katakanlah, sepasang suami-istri memilih perumahan elit sebagai tempat tinggalnya. Kemudian pasangan itu juga memiliki kendaraan pribadi, baik roda dua maupun roda empat untuk menunjang kebutuhan transportasi setiap saat. 

Ketika pasangan tersebut memiliki anak, mereka akan menyekolahkan anaknya di tempat yang bergengsi juga. Perlu diingat, dalam teori sosiologi dasar, dikatakan bahwa, apabila manusia melakukan sesuatu (aksi) pasti ia mengharapkan reaksi yang sepadan dengan tindakannya. Begitupula menjadi orangtua di zaman digital, pasti tidak ingin anaknya tertinggal karena dimasukkan ke lembaga pendidikan yang tidak terakreditasi dan abal-abal.

Persaingan di zaman ini, mengharuskan setiap orangtua memikirkan jenjang pendidikan yang kelak memudahkan anak-anaknya dalam mencari pekerjaan. Tidak mungkin anak yang disekolahkan di pedalaman hutan diharapkan mampu bekerja di kota metropolitan, karena secara budaya yang membentuk karakteristik anak juga sudah jauh berbeda. Orangtua akan mengusahakan yang terbaik untuk masa depan anak-anaknya. Karena dengan keberhasilan anak-anaknya, masa tua mereka sudah terjamin dengan teori "balas-jasa".

Sumber: www.suara.com
Sumber: www.suara.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun