Mohon tunggu...
Siti Fitriana
Siti Fitriana Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Mahasiswa UPN Veteran Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Antisipasi Perkembangan Isu Hoaks di Media Sosial

8 Desember 2019   23:22 Diperbarui: 8 Desember 2019   23:50 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pada kemajuan teknologi informasi komunikasi saat ini tidak hanya memberikan dampak yang positif tetapi juga memberikan dampak yang buruk. Penyampaian akan informasi begitu cepat dimana setiap orang telah dengan mudah memproduksi informasi. Informasi  saat ini dapat dengan mudah disebarluaskan kepada masyarakat luas. Penyebaran informasi dapat dilakukan melalui media cetak, media massa atau media sosial sehingga masyarakat dapat cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh berbagai informasi dari media. Penyebaran informasi merupakan contoh dari praktik dari jurnalisme masa kini. Jurnalisme memiliki definisi yaitu kegiatan yang berhubungan dengan proses mencari, mengolah, dan menyiarkan informasi kepada khalayak dan disebarkan melalui media massa (Nurudin,  2009).

Namun dengan adanya kemudahan penyebaran informasi saat ini pun kerapkali disalahgunakan oleh beberapa media, terutama jurnalis yang memproduksi hasil tulisan yang disebarkan di media. Seringkali informasi atau berita yang disebarluaskan di media tanpa adanya verifikasi dari pihak yang berwenang atau kebenarannya belum benar terbukti sehingga dampak yang ditimbulkan yaitu kepada khalayak yang menerima informasi atau berita tersebut. Oleh karena itu disini khalayak mengambil peran untuk lebih berhati-hati dan tidak hanya terpaku kepada satu berita mencari referensi lain agar tehindar dari berita palsu atau Hoax.

Hoax adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu. Namun saat ini kebanyakan dari masyarakat kurang peduli dengan adanya hal tersebut. Kebanyakan dari masyarakat bisa dengan mudah mempercayai berita hoax dan tak segan-segan untuk menyebarluaskan kepada khalayak. Sebagai masyarakat yang berada di zaman modern dan berpendidikan, kita perlu dan tetap harus pandai dalam menggali informasi. Masyarakat diharuskan untuk membaca dengan teliti dan menelusuri sumber dari berita tersebut dan masyarakat juga jangan terlalu mudah untuk menyebarluaskan berita tersebut sebelum berita tersebut diketahui keasliannya.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28 Ayat 1 dijelaskan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pada dasarnya, ketika kita bersama orang lain dalam berkomunikasi, kita seharusnya dan perlu menggunakan etika komunikasi dengan baik dan benar. Begitu juga dalam hal menyebarluaskan informasi melalui media sosial maupun media cetak, jurnalis dalam mempublikaskan berita dan informasi harus sesuai dengan fakta, tidak dilebih-lebihkan, tidak dikurang-kurangkan dan tidak diputarbalikkan dari fakta sebenarnya.

            Seperti permasalahan dalam jurnal yang berjudul Tools and tricks for truth seekers dalam (Reid dan Sand, 2016) membahas mengenai bagaimana tips bagi jurnalis dan khalayak agar terhindar dari berita bohong yang marak di media sosial saat ini, terdapat 10 cara jurnalis dapat mengemukakan fakta mereka. Dalam dunia yang penuh dengan trik digital baru, jurnalis tidak boleh melupakan teknik verifikasi tradisional, yaitu:

  • Mencurigai segalanya. Jangan anggap remeh. Periksa untuk kepentingan pribadi. Percayai siapa pun - bahkan kontak yang baik.
  • Tugas Anda adalah mengonfirmasi hal-hal. Jika Anda tidak bisa, cobalah lebih keras. Jika Anda benar-benar tidak bisa, jangan publikasikan.
  • Selalu buka sumber utama. Tanyakan kepada kepala polisi apakah dia sedang diskors. Tanyakan pada ketua otoritas. Jika mereka tidak mau bicara, temukan anggota komite - semuanya.
  • Ikuti aturan dua sumber. Dapatkan semuanya diverifikasi oleh setidaknya dua sumber yang dapat dipercaya. Idealnya direkam.
  • Gunakan pakar. Ada universitas, akademisi, spesialis yang akan menandai masalah kredibilitas. Para ahli juga mengenal ahli lainnya.
  • Setiap cerita memiliki jejak kertas. Masih ada arsip (coba LexisNexis), surat-surat pengadilan, Company House, Tracesmart. Apakah kesalahan yang sama pernah dibuat sebelumnya?
  • Tanyakan kepada diri Anda pertanyaan kunci. Apa lagi yang bisa saya lihat? Siapa lagi yang bisa saya ajak bicara? Apakah seimbang? Apakah saya yang menulis tajuk berita terlebih dahulu dan menjadikannya cocok?
  • Pastikan pembaca memahami apa itu opini dan apa itu fakta. Dan itu termasuk informasi utama.
  • Keringat hal-hal kecil. Tanggal, ejaan, nama, angka, statistik. Jangan lupa siapa, apa, mengapa, di mana, kapan, dan bagaimana.
  • Evaluasi risiko. Ada kalanya dengan semua pemeriksaan yang teliti, sebuah cerita mungkin masih hanya 99%.

Saat ini, pemberitaan bohong atau palsu (hoax) menjadi fokus perhatian terutama di media online atau media sosial. Banyaknya informasi maupun berita menyulitkan khalayak untuk menentukan informasi yang benar dengan informasi palsu. Saat ini dengan maraknya berita atau informasi palsu ini menjadi bagian dari konflik sehingga masing-masing mengklaim informasi yang disampaikan oleh kelompoknya adalah yang benar sedangkan lawannya menyampaikan informasi palsu, maka diperlukannya moral dan etika pada hakekatnya merupakan prinsip dan nilai-nilai yang menurut keyakinan seseorang atau masyarakat dapat diterima dan dilaksanakan secara benar dan layak. Dengan demikian, prinsip dan nilai-nilai tersebut berkaitan dengan sikap yang benar dan yang salah yang mereka yakini.

Jurnalis perlu menanamkan moral dan etika tersebut dikaitkan pada kewajiban para jurnalistik antara lain seperti; pelaksanaan kode etik jurnalistik dalam setiap aktivitas jurnalistiknya, tunduk pada institusi dan peraturan hukum untuk melaksanakan dengan etiket baiknya sebagaimana ketentuan-ketentuan di dalam hukum tersebut yang merupakan perangkat prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang pada umumnya sudah diterima dan disetujui oleh masyarakat. Sehubungan dengan hal itu, prinsip etika bagi profesi jurnalistik memberikan dasar hukum bagi pengelolaan pemberitaan di media secara tertib dalam hubungan antar subyek hukum.

Seperti yang dijelaskan oleh Pakar Komunikasi Dr. Emilia Bassar M.Si bahwa perkembangan media sosial saat ini pengguna nya meningkat dari tahun ke tahun seperti penggunaan media sosial facebook, twitter dan instagram, hal tersebut terjadi karena jumlah penduduk Indonesia yang tinggi. Dalam penggunaan media sosial terdapat dampak positif maupun dampak negatif yang ditimbulkan bagi penggunanya seperti yang dijelaskan oleh Pakar Komunikasi Dr. Emilia Bassar M.Si "Saat ini sekarang media sosial ini penggunanya sudah tidak malu lagi untuk memperlihatkan kehidupan, kehidupannya yang kurang baik pun di posting di media sosial, kemudian pernyataan-pernyataan yang sifatnya bisa menyinggung orang lain itu juga lebih terbuka disampaikan. Terlepas dari itu terdapat juga hal hal positif yang ditimbulkan dari media sosial saat ini seperti ada beberapa akun media sosial yang bisa menginspirasi orang lain sehingga menciptakan motivasi untuk khalayak lain yang menggunakan media sosial itu sendiri, lalu hal positif lainnya adalah media sosial ini bisa digunakan sebagai alat untuk berjualan atau berdagang ya", tandasnya. Namun dalam penggunaan media sosial juga bisa menjadi bumerang apabila masyarakat tidak bisa menggunakannya dengan tepat sehingga masyarakat harus bersikap bijak, cerdas dan kritis dalam menggunakan media sosial.

Dengan meningkatnya penggunaan media sosial saat ini maka isu terkait hoax juga semakin meningkat. Seperti yang dijelaskan oleh Pakar Komunikasi Ibu Emil, ia menjelaskan bahwa terdapat satu survey pada tahun 2018 dijelaskan bahwa 30% responden memiliki kecenderungan tinggi untuk berbagi berita palsu. Presentase 30% dapat dikategorikan tinggi dari pengguna yang aktif menggunakan media sosial sendiri karena hal tersebut dapat memberikan dampak yang siginifikan semakin banyaknya beredar berita palsu apabila dari masyarakat sendirinya pun ikut membagikan berita yang belum tentu kebenarannya. Emilia Bassar menuturkan untuk tahun 2019 berita palsu atau hoax yang sedang banyak beredar kaitannya dengan masalah politik, karena memang tahun 2019 ini dimana tahun politik jadi berita hoax semakin tinggi beredar. Selain berita palsu politik, di tahun 2019 ini Emilia Bassar menjelaskan bahwa banyaknya beredar berita palsu terkait isu kesehatan. Menurut beliau, berita hoax terkait isu kesehatan ini sangat banyak beredar mulai dari di media sosial maupun di personal chat seperti di whatsapp. Hal tersebut biasanya berkaitan tentang ajakan atau informasi kesehatan yang belum benar faktanya. Jadi di tahun 2019 ini Pakar Komunikasi Emilia menjelaskan isu berita palsu yang menyita publik berkaitan dengan masalah politik dan kesehatan.

Perlu adanya pencegahan yang dilakukan untuk meminimalisir beredarnya berita bohong atau hoax di media sosial. Perkembangan hoax di media sosial maupun media mainstream tentu perlu adanya peran dari jurnalis sebagai pembuat berita maupun dari masyarakat sebagai pengguna sekaligus yang mengkonsumsi informasi dan berita dari media sosial. Hal tersebut dapat diantisipasi, seperti yang dituturkan oleh Pakar Komunikasi Emilia Bassar menjelaskan "untuk teman-teman jurnalis, dengan perkembangan teknologi dan digital saat ini perlu lebih peduli dengan berita yang mereka publikasikan dan perlu adanya verifikasi fakta kebenaran beritanya jangan hanya asal menyalin dari intenet saja. Dan perlu dipertanyakan kompetensi dari jurnalis tersebut untuk dapat mempublikasikan sebuah berita, karena hal tersebut penting agar kemampuan mereka dalam menulis berita tidak perlu dipertanyakan lagi kualitasnya sehingga tidak terjadi atau muncul berita hoax atau palsu yang dipublikasi dari seorang jurnalis. Selain itu seorang jurnalis juga harus menghindari membuat judul yang provokatif maka hal ini perlu dicermati dari jurnalis itu sendiri karena akan dengan mudahnya menggiring opini publik yang menimbulkan berita hoax itu sendiri."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun