Mohon tunggu...
Siti Andina Aisyah
Siti Andina Aisyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

NIM 22107030056

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bullying, Diam atau Lawan?

16 Februari 2023   21:04 Diperbarui: 16 Februari 2023   21:08 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://media-cldnry.s-nbcnews.com/

Pernahkah kalian mendengar ada salah satu teman sepermainan kalian memanggil dengan nama kalian dengan kata kata yang tidak kalian suka? Seperti memanggil kalian cungkring/ gentong karena perawakan kalian. Atau kalian sering dipanggil dengan menggunakan nama dari ayah kalian? Jika kalian mengalami hal seperti itu kemungkinan besar kalian sedang ditindas atau bahasa kerennya bullying yang kalian tidak sadari.

Kalian pasti berpikir bullying itu seperti yang kalian liat di film film saja, padahal pada kenyataannya bullying dapat berbentuk hal sepele di kehidupan kalian, sebagai contoh ketika kalian sedang bermain game, namun kalian melakukan kesalahan pada saat permainan tersebut berlansung, lalu teman kalian mengatakan hal yang tidak patut kepada anda. Itu merupakan salah satu praktek bullying yang kadang kita sadari bahwa itu bullying. Namun apakah kamu tau apa itu bullying? Lalu apakah kita harus diam atau melawan terhadap tindakan bullying?

Dikutip dari stopbullying.gov, bullying adalah perilaku agresif yang tidak diinginkan di antara anak-anak usia sekolah. Perbuatan bullying ini melibatkan ketidakseimbangan kekuatan yang nyata atau yang dirasakan (oleh korban maupun pelaku). Perilaku bull berpotensi akan diulangi seiring berjalannya waktu dan akan berpotensi menimbulkan masalah jangka panjang baik untuk pihak korban maupun pelaku.

Kebanyakan kasus bullying ini selalu tidak jauh dari penampilan dan tingkat ekonomi. Menurut Unicef, Indinesia termasuk negara dengan tingkat bullying tertinggi di dunia. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya kasus bullying akhir akhir ini. Kasus bullying pada saat ini tidak hanya terfokus pada orang yang saling kenal, dengan adanya media sosial pun bullying dapat dilakukan tanpa orang itu tau siapa  pelaku bullying tersebut. Menurut data terakhir juga berasal dari KPAI, di tahun 2022 KPAI telah  melaporkan tindak kasus bullying dengan kekerasan fisik dan mental yang terjadi di lingkungan sekolah sebanyak 226 kasus, termasuk 18 kasus bullying di dunia maya. Pada tahun 2021, KPAI mencatat telah ada 53 kasus bullying yang terjadi di lingkungan sekolahan, dan 168 kasus bullying pada media sosial.

Ada beberapa faktor kenapa para korban ini tidak berani melawan pelaku perundungan tersebut, faktor yang paling mendasar adalah para korban takut jika ia melawan akan mendapat perundingan lebih kejam dari yang mereka terima sekarang. Mereka pun masih berfikir perundungan yang mereka dapatkan masih di tingkat yang tidak terlalu parah. Faktor lain yang membuat para korban enggan melawan adalah faktor ekonomi. Para korban ini takut jika mereka membeberkan semua tindakan perlakuan bullying ini akan mendapat masalah yang lebih besar dari sebelumnya, yaitu dengan dibawanya kasus ini ke meja hijau. Walaupun ada kemungkinan mereka bisa menang dalam persidangan, jika keadaan ekonomi si perundung in berada di atasnya bisa saja keadaan berbalik menjadi 180 derajat dengan bantuan pengacara handal.

Pada kasus perundungan ini, masih banyak pihak yang berpura pura tak melihat kasus ini. Terkadang para pendidik pun tidak terlalu mempermasalahkan perundingan ini dengan dalih mereka hanya bercanda gurau saja. Pihak pihak seperti ini lah yang membuat para perundung ini semakin berani melancarkan aksinya. Para pendidik yang seharusnya membuat suasana sekolah menjadi menyenangkan dan aman menjadikannya sebuah pintu kematian bagi para korban perundungan ini. Para korban ini hanya berharap adanya pembelaan dari pihak pihak tersebut untuk sekedar bertahan di sekolahnya.

Namun jika dilihat dari sisi yang berbeda, terdapat pula beberapa kasus dimana para pendidik ini masih memiliki rasa empati kepada para korban tetapi tertahan dikarenakan background orang tua dari si pelaku perundungan ini memiliki kekuatan/ jabatan. Mereka yang ingin membantu para korban terlalu takut untuk mencari masalah dengan orang tua si pelaku. Dikarenakan alasan tersebut, banyak sisiwa yang mengalami gangguan mental setelah mereka mendapatkan bullying tersebut, bahkan terdapat beberapa kasus siswa bubuh diri dikarenakan mereka sudah tidak kuat diperlakukan dengan kejam oleh si pelaku bullying ini.

Jika kita terus menutup mata pada kasus perundungan ini, kemungkinan besar kasus bunuh diri akan semakin mengingkat. Para koreban bullying ini hanya butuh pembelaan dan oerlindungan dari diri kita. Jika kita terlalu takut untuk membela para korban, kita bisa membuat laporan langsung kepada komna HAM untuk menindak lanjuti kasus bullying tersebut. Dengan sedikit bantuan kita, mereka akan selamat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun