Dinamika menjelang Pemilu 2024 melahirkan beberapa koalisi partai politik yang siap bersaing dibursa Pemilu 2024, mulai dari Koalisi Indonesia Bersatu, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya dan poros-poros elit partai politik. Pada dasarnya peta koalisi partai politik yang sedang dibentuk hari ini akan sangat menentukan berapa banyak pasangan Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2024 mendatang.
Tantangan saat ini bagi koalisi partai-partai politik pengusung dari tiga Calon Presiden yang telah mencuat kepublik baik Ganjar Pranomo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan adalah bagaimana koalisi partai solid sampai Pemilu 2024 mendatang. Koalisi besar tidak menjamin sepenuhnya bakal menjadi pemenang pemilu, setidaknya hal ini pernah terjadi pada Pemilu 2004 dan 2014 silam.
Untuk dapat mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2024 mendatang maka partai politik atau gabungan partai politik harus memenuhi aturan yang ada dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum salah satunya (pasal 222) yang mengatakan harus memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% ( dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% ( dua puluh lima persen ) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya".
Jika dilihat dari aturan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa ketiga kualisi yang sudah ada telah memenuhi syarat. Seperti yang diketahui bahwa sejauh ini telah terbentuk 3 kualisi yang masing-masing jika dilihat berdasarkan suara antara lain; poros 1 yakni NasDem, Demokrat dan PKS dengan 163 kursi (28,35%). Selanjutnya poros kedua yaitu Gerindra, Golkar, PKB dan PAN dengan 265 kursi (46,09%) dan poros ketiga yaitu PDIP dan PPP dengan 147 kursi (25,56%).
Meskipun demikian namun tidak menutup kemungkinan bahwa dari koalisi partai yang dibentuk bisa saja berubah seiring sebelum pemilihan Calon Wakil Presidennya dari ketiganya. Ketapatan dalam memilihan pasangan Calon Wakil Presiden sangatlah penting, karena akan dapat mendongkrak elektabilitas Calon Presiden yang sudah ada sebelumnya.
Negosiasi porsi pembagian politik ini yang menjadi koalisi politik ini tak kunjung matang karena semua masih menuggu dan melihat perubahan situasi partai politik dalam teori permainan keputusan atau tindakkan action lawan main sangat berpengaruh pada keputusan yang akan diambil oleh pemain lainnya, dan apa keuntungan yang mereka peroleh adalah dasar penentu perubahan koalisi partai.
Koalisi merupakan kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara dalam perlemen. Secara triminologi, koalisi adalah sekelompok atau persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur yang dalam kerja samanya masing-masig memiliki kepentingan sendiri-sendiri.
Koalisi butuh legitimasi dari partai politik yang berada dalam poros pendukung pemerintah dan memiliki fraksi diparlemen, mempersiapkan kandidat capres dan cawapres dalam rivalitas kontestasi pemilu di tahun 2024.
Tokoh politik yang di usung menjadi Capres dan Cawapre dalam Pemilu 2024 dalam tiga besar popularitas dan elektabilitas juga umumnya tidak memiliki rekam jejak yang fenomenal dan sukses dalam menjalankan program di birokrasi pemerintahan. Sehingga boleh dikatakan bahwa dari ketiga nama Capres yang yang muncul dan akan berkontestasi dalam pilpres 2024 minus legasi, tidak memiliki deretan prestasi yang cemerlang selama menjabat sebagai birokrasi/ pejabat publik.
Legasi atau karya inovasi kebijakan dan perubahan tidak begitu penting; yang utama Capres memiliki potensi untuk menang dalam pilpres, indikator terobosan kebijakan, visi perubahan sosial, dan keberpihakan pada masyarakat hanyalah kemasan kampanye yang didisain oleh lembaga konsultant politik yang akan di sewa oleh profilisasi para Capres.
Dalam sirkuit regenerasi kepemimpinan nasional, setiap calon pemimpin yang duduk di bangku kekuasaan pasti ada legasi sosial dan politik. Hal tersebut mampu untuk menakar calon pemimpin Negara dalam aspek kapabilitas, integritas, dan moralitas. Kepemimpinan yang bagus adalah memiliki pengalaman actual dalam membawa kebijakan ekonomi-politik-sosial yang berpihak kepada masyarakat bukan pada elite politik.