Mentari Ramadhan menyapa, membawa berkah dan tradisi yang tak tergantikan. Di tengah riuhnya persiapan menyambut berbuka, satu pertanyaan menggelayuti benak: betulkah harga sembako melonjak? Pasar-pasar tradisional dan swalayan mulai dipadati pembeli, menciptakan suasana yang khas. Namun, di balik keramaian itu, ada kekhawatiran tentang stabilitas harga bahan pokok.
Gejolak Harga: Antara Tradisi dan Realita Ekonomi
Tradisi menyajikan hidangan istimewa saat Ramadhan memiliki dampak signifikan pada permintaan bahan pokok. Saat berbuka puasa, keluarga Indonesia terbiasa menghidangkan beragam menu khas, mulai dari takjil manis hingga hidangan utama yang kaya rempah.Â
Peningkatan permintaan tersebut secara alami berdampak pada harga bahan pokok. Misalnya, kurma dan kolak menjadi hidangan wajib saat berbuka, sehingga permintaan kurma dan bahan baku kolak seperti gula merah dan santan meningkat. Selain itu, hidangan utama seperti opor ayam, rendang, dan nasi kebuli juga menjadi favorit, yang berdampak pada permintaan daging ayam, daging sapi, dan beras. Lonjakan permintaan ini, jika tidak diimbangi dengan pasokan yang memadai, akan mendorong kenaikan harga.
Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor berkontribusi pada fluktuasi harga bahan pokok selama Ramadhan. Pertama, musim panen yang tidak merata dapat menyebabkan pasokan bahan pokok tertentu menjadi terbatas, sehingga harganya naik. Misalnya, jika musim panen cabai di sentra produksi mengalami gangguan akibat cuaca ekstrem, pasokan cabai di pasar akan berkurang, dan harganya akan melonjak. Kedua, gangguan distribusi seperti kemacetan atau masalah logistik dapat menghambat pengiriman bahan pokok ke pasar, yang juga memicu kenaikan harga. Contohnya, jika terjadi banjir yang memutus akses jalan menuju pasar induk, pasokan sayuran dan buah-buahan akan terhambat, dan harganya akan naik. Ketiga, spekulasi pedagang dapat memperburuk situasi. Beberapa pedagang mungkin menahan stok atau menaikkan harga secara tidak wajar untuk mendapatkan keuntungan lebih besar. Misalnya, ada pedagang yang menimbun bawang merah menjelang Ramadhan, sehingga pasokan di pasar berkurang dan harganya naik. Keempat, faktor cuaca yang tidak menentu, seperti curah hujan tinggi atau kekeringan, dapat merusak tanaman dan mengurangi hasil panen, yang berdampak pada pasokan dan harga bahan pokok. Contohnya, jika terjadi kekeringan di daerah penghasil beras, hasil panen akan menurun, dan harga beras akan naik.
Memahami HET: Batas Harga untuk Melindungi Konsumen
Di sinilah peran penting HET, atau Harga Eceran Tertinggi. HET adalah batas harga maksimum yang ditetapkan pemerintah untuk barang kebutuhan pokok, seperti beras, gula, dan minyak goreng. Misalnya, untuk beras medium, pemerintah menetapkan HET yang berbeda-beda tergantung zona wilayah. Tujuannya adalah untuk melindungi konsumen dari harga yang terlalu tinggi, terutama saat permintaan meningkat seperti di bulan Ramadhan.
Contoh HET Beras:
Zona 1 (Jawa, Lampung, Sumatera Selatan): Rp 10.900/kg
Zona 2 (Sumatera selain Sumsel, Bali, NTB, Sulawesi): Rp 11.500/kg